بسم الله الرحمن الرحيم
🥀 Happy Reading 🥀
"Teh, doa ngeluluhin hati seseorang ada gak?"
Mendengar itu Asyiah lantas memutar bola matanya malas. Lagi-lagi pertanyaan konyol yang keluar dari mulut adik kelasnya itu.
"Gak, gak ada doa yang kaya gitu. Udah mending tidur sana udah malem ntar tahajjud kesiangan lagi," jawab Asyiah cetus dengan bersiap membaringkan tubuhnya di atas kasur.
Namun, sebelum tubuhnya menyentuh kasur tangannya sudah di tarik oleh kedua anak curut itu siapa lagi kalau bukan Maryam dan Ristiyani. Kini tubuh Asyiah kembali terduduk. Mata wanita itu menatap tajam ke arah keduanya.
"Apa lagi si, ya Allah!" murka Asyiah dengan wajah sedikit memerah.
Bukannya takut, dua anak itu malah terkekeh melihat ekspresi Asyiah.
"Teteh, belum jawab pertanyaan aku tadi," ucap Ristiyani dengan masih memegang tangan Asyiah.
"Ck, kan tadi teteh udah bilang. Kalau gak ada doa kaya gitu," jawabnya kesal dengan berusaha melepaskan tangannya.
"Teteh, bohong. Orang aku pernah dengar kok orang lain bilang ada doa itu," ucap Ristiyani tak mau kalah.
"Kalau udah tau kenapa nanya lagi?"
"Ck, kan kita baru tau nama doanya. Kalau doanya mana tau," sahut Maryam.
"Kenapa gak kalian tanyain sekalian sama orang yang bilang kalau ada doa yang buat ngeluluhin hati?" ujar Asyiah yang sudah sangat jengah.
"Ish, Teteh, yakali aja kita nanya sama orang asing," balas keduanya dengan cemberut
"Terus apa salahnya nanya sama orang asing? Emangnya kalau kita nanya sama orang asing bakalan mati? Enggak kan?"
Keduanya menggeleng. "Ya, enggak. Tapi, malu lah, Teh."
"Tau ah, terserah kalian aja!" ucapnya yang sudah lelah menghadapi kedua anak di depannya ini. "Udah, lepasin teteh mau tidur. Kalian juga sebaiknya tidur sana," lanjutnya mengusir untuk yang kesekian kalinya.
"Gak mau. Sebelum, Teteh, jawab kita gak akan pergi," terang keduanya secara bersamaan.
Asyiah tidak menghiraukan itu, ia membaringkan tubuhnya ke atas kasur setelah kedua anak itu melepaskan tangannya. Karena memang sudah sangat mengantuk akhirnya ia memejamkan matanya. Namun, tak lama setelah itu ia sedikit mendengar suara rusuh, karena penasaran ia kembali membuka matanya.
Saat ia telah membuka matanya dengan sempurna tampaklah dua anak curut yang tengah mengobrol di atas kasur kosong sebelah kasur Asyiah entah apa yang mereka bicarakan. Mereka menepati ucapannya dia kira mereka hanya bercanda. Dengan malas Asyiah bangun dari tidurnya dan mengambil posisi duduk. Maryam dan Ristiyani yang melihat itu langsung memberhentikan acara mengobrolnya dan berjalan menghampiri Asyiah.
"Kenapa masih di sini?" tanyanya setelah mereka sampai di hadapannya.
"Kan udah janji kalau, Teteh, belum jawab kita gak akan pergi," jawab Ristiyani santai.
"Udahlah, Teh, jawab aja biar kita cepet pergi dari sini," sahut Maryam yang sepertinya sudah mengantuk terlihat dari matanya yang sudah sayu.
Karena sudah sangat risih, akhirnya ia memberitahu doa itu pada keduanya.
"Ck, iya, iya," ucapnya dengan mata terpejam. "Doanya Bismillahirrohmanirrohim
Allohumma inni as aluka, bi haibati adhamatika, wabi shatwati jalaalaika an taj'ala mahabbatii fii qolbii (sebut namanya). Wa alqil mahabbata wal mawad data fii qolbihi wa aththifu, alayya bi fadhlika ya karim. Nah itu doanya. Udah kan? Kalau udah balik sana," lanjutnya dengan mengibaskan tangannya ke arah keduanya.Mereka sangat bahagia karena akhirnya mendapatkan doa itu. Tanpa mengatakan apapun lagi, mereka berdua langsung pergi dari kamar Asyiah, Asyiah yang melihat itu menghela nafas lega ia turun dari atas ranjang menuju pintu untuk menguncinya takut ada yang masuk. Selesai mengunci pintu ia kembali ke kasur tanpa menunggu lama lagi, ia kembali terlelap ke dalam mimpinya.
***
Pagi harinya sekitar jam 08:30, Asyiah langsung pergi menuju dapur untuk menyiapkan sarapan sedangkan ke empat adik kelasnya tengah bersiap-siap.
Saat Asyiah tengah memasak terdengar suara ricuh dari arah samping sepertinya para santri putra juga tengah memasak. Sayup-sayup dia mendengar suara para santri putra yang mengeluh kelaparan.
"Udah mateng belum? Udah laper nih," tanya salah satu dari mereka tak santai.
"Iya, nih. Lama banget bikin nasgornya," sahut yang lain.
"Buruan dong, laper banget ini dari kemarin belum makan nih," tambah yang lain.
"Bacot lo! Tadi malam aja lo yang makan banyak," balas temannya sinis.
"Sabar napa. Ya Allah! Bentar lagi juga udah ini."
Kira-kira seperti itulah suara kegaduhan yang mereka ciptakan. Bukan niat menguping hanya saja suara mereka yang terlalu kencang.
Tak lama setelah itu ke empat santriwati datang dengan pakaian rapihnya. Dapur yang awalnya sunyi kini ricuh seketika. Siapa lagi kalau bukan Maryam dan Ristiyani yang membuat kericuhan itu.
"Hallo, Guys, Ristiyan and Maryam cuantik comeback!" teriaknya dari arah pintu masuk.
Asyiah yang mendengar itu lantas menolehkan pandangannya.
"Astagfirullah! Bukannya ucap salam malah teriak-teriak gak jelas," tegus Asyiah dengan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah mereka.
"Hehehe lupa," ucapnya cengegesan.
"Yaudah kalau gitu kita ulang lagi. Ayo, Ris," ajak Maryam dengan menyeret temannya untuk kembali mengulang. Sedangkan Nadila dan Fadilah mereka hanya diam karena dia tadi sudah mengucapkan salam namun, suaranya teremdam oleh suara kedua orang itu jadinya tidak terdengar.
Mereka berdua keluar dari area dapur, sedetik kemudian mereka kembali dengan sikap yang berbeda bahkan sekarang mereka mengucapkan salam.
"Assalamualaikum warrahmatullahi wabbarakatuh," salamnya dengan berjalan anggun dan senyuman di bibir mereka.
Asyiah yang melihat itu sedikit terkejut namun, dia bisa menetralkan wajah terkejutnya itu.
"Udah telat. Harusnya tuh tadi kaya gitu inimah kalau udah di suruh baru dilakuin," terangnya dengan pandangan yang tak teralih dari katel yang berisi telur dadar itu.
"Jawab dulu kek salamnya," protenya.
Saking kesalnya Asyiah sampai melupakan itu. "Iya, waalaikumussalam warrahmatullah," jawab Asyiah.
Setelah mengucapkan itu, Asyiah berjalan ke arah empat santriwati yang tengah duduk lesehan di lantai dengan membawa satu piring telur dadar yang dia buat tadi.
"Eh, Teh, di dapur sebelah ada apaan kok rame banget?" tanya heran Maryam yang mendengar dapur santri putra masih sangat berisik.
"Mana teteh tau. Udah, makan dulu aja nih. Lagian ngapain juga mikirin mereka," jawab Asyiah dengan menyodorkan piring pada mereka.
Di tengah-tengah mereka sudah ada nasi panas dengan telur dadar panas. Sangat mengiurkan kebetulan juga mereka sangat lapar.
Setelah percakapan singkat tadi, mereka langsung makan dengan hidmat tidak ada yang membuka suara sedikit pun. Kelihatannya mereka sangat menikmati sarapannya. Ya, meskipun mereka makan bukan dengan makanan mewah.
Sepuluh menit berlalu, akhirnya mereka menyelesaikan sarapannya. Asyiah sebagai orang tertua langsung membereskan bekas mereka makan tadi. Dan ke empat santriwati itu ia suruh untuk bersiap-siap pergi mengaji pagi, karena mereka tidak sekolah jadi, mereka di beri tambahan mengaji pada pagi hari. Mereka berangkat mengaji sekitar jam setengah sebilanan.
Selesai mencuci piring, Asyiah langsung bergegas pergi ke kamarnya mengambil perlengkapan mengajinya. Saat di jalan menuju madrasah tanpa sengaja dia berpapasan dengan Kang Rifky yang sepertinya dia juga baru datang terlihat dari kitab-kitab yang di bawanya. Saat berpapasan mereka tidak saling pandang hanya melihat sekilas ke arah pakaiannya saja tidak lebih.
Bersambung....
Semoga kalian suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Dan Takdirku
RomanceBerawal dari di pindahkan oleh sang kyai ke pesantren temannya. Awalnya semua berjalan lancar hingga suatu insiden tak terduga yang mengharuskan Asyiah seorang santriwati yang baru saja pindah menikah dengan Rifky santriwan yang sudah lama berada di...