"I..bu..?"
Hening. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut siapapun.
Emerald, menunjukkan muka penyesalan dan menoleh ke belakangnya. Ia melihat para pengungsi memasang muka terkejut, menaruh tangan dan menutupi mulut dengan mata melotot ke arah Emerald.
Tiba-tiba, Emerald merasa gugup, setelah menoleh kebelakang, ia langsung memalingkan pandangan dan melihat ke depan. Orang yang ia bunuh, mati di tempat, terlihat oleh publik.
Emerald membeku. Ia merasa seperti aktor yang gagal di panggung dan para penonton kecewa padanya.
"Maaf..kan.. aku.."
Emerald mencoba untuk meminta maaf pada Belle, berbaring dalam pose memeluk seakan akan ia masih berfikir ibunya masih disana.
Alivia, melihat kondisi sekitar yang menjadi sangat canggung pun menarik lengan Emerald keluar dari perpustakaan. Meninggalkan Hanzo di dalam yang kemudian menghampiri Belle dengan muka sedih dan bersalah.
"Permintaan Maaf takkan mengubah apapun, Emerald."
"Tetapi.. maaf.. itu semua terjadi begitu saja, hampir semua serangan ku tak mempan! Aku tak ada pilihan lain!"
"Tetap saja! Aku bahkan baru sadar kecerobohan bodoh mu yang dari kecil itu masih menempel pada dirimu."
Alivia menatap Emerald dengan muka kecewa dan mata sinis.
"Minimal berpikir dahulu sebelum bertindak.. lama kelamaan aku bisa saja menyesal memiliki adik tiri seperti mu."
Setelah mendengar kata seperti itu, Emerald sudah tak tahan lagi. Ia berlari menjauhi perpustakaan dengan muka sedih nan bersalah. Meninggalkan Alivia yang berada tepat di depan gerbang perpustakaan.
Saat berlari, entah mengapa Emerald menangis. Tetapi ia sadar bahwa menangis juga takkan mengubah apapun.
Hujan deras.
Emerald berhenti berlari saat menemui gubuk kecil yang sepertinya sudah tak terpakai.
Ia duduk dan merenungkan diri. Semakin dipikir, semakin ingin menangis. Tetapi, dia berfikir "mengapa aku malah menangis dan kabur.. seharusnya aku meminta maaf"."Meminta maaf.." tiba tiba ia jadi Ingan perkataan Alivia tadi.
"Permintaan Maaf takkan mengubah apapun".
Emerald merenung di dalam gubuk diiringi dengan rintikan hujan deras. Ia tertidur.
Tak lama setelah hujan mereda, Emerald pergi keluar dari gubuk dan bertemu sesosok orang yang sedang memegang payung.
"Oh.. Kau siapa ya?" Tanya orang yang memegang payung itu.
"Ah! Maaf!! Aku telah menggunakan gubuk ini untuk menunggu hujan mereda.. maafkan aku..?"
"Sianne Jesters."
Jawab Sianne dengan senyum tipisnya."Tak perlu meminta maaf, lagi pula tadi hujannya deras sekali, kok. Ayo, ikut aku pergi ke tempat lebih besar."
Sambil menarik tangan Emerald.
Wanita itu memiliki rambut berwarna Coklat susu, dan mata berwarna emas yang berkilau.
Akhirnya mereka pun telah sampai di tempat tujuan. Terlihat rumah yang sangat besar di hadapannya. Seperti rumah seorang penyihir, pikir Emerald.
"Kamu berasal dari mana?"
"Ahmm... Aku Emerald Melevia. Aku berasal dari.. Tanah Everlands."
"Oh.. tunggu.. Everlands? Bukankah tanah itu telah dijaga ketat oleh pemerintah? Kok bisa kau sampai disini?"
Sianne mulai memperhatikan Emerald. Ia pun melihat ada jimat berwarna hijau cantik tertempel pada dadanya.
"Oooh.. ternyata kau manusia buatan ya.. kalau begitu, kau bisa melakukan sihir?"
"Ah.. iya, aku bisa ... Tetapi ini bukan hanya sihir biasa, aku memakai sihir ini untuk bertarung"
Sianne menjawab Akuan Emerald dengan mengangguk.
Dengan begitu, Emerald
mulai memperlihatkan
keahlian serangannya saat pertarung. Sepertinya
Sianne terlihat sangat
kagum melihat serangan Emerald yang menurutnya
termasuk dalam tipikal kuat."Wooow keren sekali..! Sini, daripada kelamaan diluar, ayo masuk kedalam!"
Sambil menarik lengan Emerald ke dalam rumah.
Rumah ini terlihat seperti rumah nenek-nenek sihir dalam sebuah kartun, pikir Emerald. Tetapi, sepertinya ini adalah rumah yang lumayan normal di mata Sianne.
"Hei, Bagaimana jika kau melatih kekuatan tarung mu itu bersamaku?" Ujar Sianne.
Sianne pun langsung menarik lengan baju miliknya, terlihat ada sebuah jimat yang tertempel pada lengannya. Emerald memberi muka datar, tetapi di dalam ia sedang kebingungan.
"Oh .. kamu juga..?" (Manusia buatan)
"Ya! Itulah mengapa aku mengajakmu mengasah kemampuan bersama ku! Jangan khawatir, aku lumayan jago kok jika itu adalah sihir pertarungan!"
"Ah, yaaa baguslah, aku juga sebenarnya hanya mahir dalam sihir penyembuhan."
"Wow! Kebetulan sekali.. Sihir yang ku punya adalah sihir penyembuhann!!!"
Bagus. Ini adalah kesempatan bagus untuk mempelajari dan mengasah keahlian mereka sendiri hingga tak mencapai batas. Begitulah yang dipikirkan oleh Sianne.
Sementara, Emerald..
Ia masih terpikir dengan kejadian kemarin. Ia telah membunuh seseorang di tempat dan malah meninggalkan anak dari korban tanpa memberi permintaan maaf yang benar. Emerald berfikir jika ia kembali, pasti tak ada yang ingin melihat muka-nya lagi. Bahkan kakak tirinya sekalipun.
Sianne bingung dengan tampak muka Emerald. Ia berfikir bahwa Emerald mungkin adalah tipe orang yang semangat dan ceria dari penampilan nya, tetapi Emerald terlihat sangat murung. Mengapa? Apa karena aku?
”bagaimana ini.. Pergi meminta maaf..? Ah, jangan.. Pasti aku malah dipermalukan disana.. apa aku memberi mereka surat permintaan maaf saja, ya?”
Pikiran tersebut masih mengelilingi kepala Emerald. Tetapi setelah melihat muka sedih-prihatin Sianne yang adalah tuan rumah, Emerald mulai tersenyum tipis, berniat untuk menyenangi sang tuan rumah.
"Ayo, makan bareng. Kamu pasti laper!" Sianne menjawab senyuman tipis Emerald.
"Eh.. ya, ayo."
Jika dipikir-pikir lagi, sepertinya Sianne sudah sangat ramah kepada Emerald. Ia ingin berterimakasih karena dia mempersilahkan Emerald untuk memiliki rumah baru untuk pulang.
Selesai makan, mereka berdua memulai pelatihan mereka berdua.
~sementara itu, Alivia~
"Argh.. apa apaan dia, malah pergi meninggalkan masalah yang ia telah perbuat." Alivia mengatakan hal ini dari mulutnya, mengabaikan fakta bahwa ia telah mengatakan sesuatu yang sangat Tak berperasaan.
"Tenanglah, Alivia. Masalah takkan selesai jika kita hanya menunggunya di depan gerbang seperti ini. Lebih baik kita segera masuk dan menjelaskan masalahnya." Ujar Hanzo.
Alivia dan Hanzo masuk lagi ke gedung perpustakaan. Semua pengungsi memberi ekspresi datar.
Alivia dan Hanzo berusaha menjelaskan masalah yang terjadi. Para saksi mata juga mengerti bahwa itu bukanlah salah mereka, sepertinya. Mereka hanya dapat menunggu permintaan maaf dari Emerald pada Vane dan Belle.
Tentu saja, Alivia dan Hanzo telah memberi permintaan maaf pada keluarga Celliere.
Sementara itu, Belle...
Ia merasa sangat kacau, tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ibunya meninggalkannya sendiri disini, sekarang. Jadi teringat ayahnya yang meninggalkan dia sendiri juga. Beberapa masa itu ia lalui dengan cemooh lelah, terkadang juga dengan tangisan.
Yang pasti, Belle juga telah menunggu permintaan maaf dari Emerald.
Padahal, tadinya Alivia berkata bahwa permintaan maaf takkan mengubah apapun. Sangat timpang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Blackout Paradise
RandomSTATUS : DISCONTINUED. Menceritakan tentang perjalanan seorang wanita tangguh pantang menyerah bernama Alivia Henmidal dan Emerald Melevia