kesadaran

331 66 4
                                    

Sudah dua hari Karina tidak bertemu langsung dengan Winter, alasannya karena Winter yang melarangnya untuk datang ke Rumah Sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah dua hari Karina tidak bertemu langsung dengan Winter, alasannya karena Winter yang melarangnya untuk datang ke Rumah Sakit. Sebentar lagi ujian akhir semester, Karina harus banyak belajar agar dapat nilai yang memuaskan.

Tapi mau fokus belajar kayak gimana? Pikiran Karina diisi oleh Winter seorang.

Di malam hari yang kebetulan udaranya sangat dingin; Karina pergi keluar hanya untuk sekitar jalan-jalan, sudah lama ia tidak jalan kaki.

Karina mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor yang baru saja ia save tiga hari yang lalu.




"Selamat malam, apakah benar ini nomor Winter Sabitah? Cewek cantik yang melarang saya buat ke Rumah Sakit?"

Terdengar tawa dari telpon yang digenggamnya, Karina menghela nafas lega karena masih bisa mendengar tawa itu.

"Kan aku udah bilang, jangan dulu ke Rumah Sakit, lagian aku baik-baik aja kok."

"Ya tapi kan k-"

"Bentar lagi lho ujian dimulai, sebaiknya gunakan sisa waktumu itu buat belajar."

"Aku bisa belajar di-"

"Kalau gitu sampai jumpa setelah ujian selesai ya, bye!"

Pip.


Karina melotot, dia belum selesai berbicara namun telpon sudah ditutup oleh Winter. Jujur saja, Karina takut, mungkin Winter berkata dia baik-baik saja nyatanya tidak.

Maka dari itu, Karina ingin menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Ia tidak mau ada penyesalan.




















Karina pun melanjutkan langkahnya dengan lesu. "Harus pakai alasan apa lagi biar gue bisa jenguk Winter ya." Terlalu fokus berpikir sampai suara dering telpon mengagetkan Karina.

Gadis itu mengelus dadanya, "ngagetin aja!" Tapi setelah melihat kontak sang penelpon; Karina tersenyum kecil.

"Apaa?"

"Lihat ke langit! Ada pesawat! Mau kemana ya?"

"Hah?"

Karina mendongak menatap langit, dan benar saja di langit yang di penuhi bintang itu ada pesawat seperti yang dikatakan Winter tadi.

"Oh, iya juga."

"Lho? Kamu lihat juga?"

"Jauh sih, tapi masih kelihatan."

"Berarti kita melihat langit yang sama ya?"

"Kita masih di negara yang sama, di kota yang sama."

"Haha, iya juga. Kalau gitu udah dulu ya."

Karina mengernyit. "Itu aja?"

"Iya, cuma mau ngasih tahu ada pesawat, engga boleh emang?"

Karina tertawa, hatinya menghangat. Hal kecil yang dibuat oleh Winter selalu membekas di hatinya.

"Aku bakalan ke Rumah Sakit."

"Ih udah aku bilang, engga usah. Pakai waktu mu bu-"

"Ini bukan masalah waktu." Karina memotong ucapan Winter, ia mengambil nafasnya terlebih dahulu. "Masalahnya adalah, aku mau ketemu kamu."

"Engga boleh emangnya?" Tanya Karina.

"..."

"Halo-halo?"

"Boleh." Jawab gadis itu dengan suara yang sangat pelan.

Pip!

•~•



Keesokan harinya, setelah pulang sekolah, Karina mengunjungi Rumah Sakit bersama Yeji. Gadis itu membawa roti sebagai buah tangan.

Sambil bercanda gurau dengan Yeji, Karina tidak sadar jika sudah berada di depan ruangan Winter.

Yeji merangkul pundak Karina, dia mau membuka pintu ruangan itu namun di sela oleh seorang perawat yang terlihat tergesa-gesa.

"Permisi." Kata perawat itu dan masuk ke dalam ruangan Winter.


Karina dan Yeji mengintip, melihat tubuh Winter yang terbaring, dengan tiga orang perawat yang sibuk menyiapkan alat-alat.



"Bertahanlah, dokter akan segera kemari." Ucap salah satu perawat, berusaha membangunkan Winter yang tidak sadar.

"Winter, kamu dengar saya?"

"Suster! Tolong susul dokter segera! Winter, coba buka matanya nak."

Winter membuka matanya sedikit, ia mengangkat kedua tangannya dan memegang tangan suster, mencoba untuk duduk namun tidak bisa, tubuhnya terlalu lemah untuk di gerakkan. Ia hanya terbaring tidak bertenaga di atas ranjang.


"Winter? Kalau denger suara saya tolong buka matanya."

Pegangan Winter pada tangan suster melemah, kesadarannya hilang.

"Kalian berdua, jangan menghalangi jalan!" Tubuh Karina dan Yeji di dorong oleh dokter.

Dokter itu langsung masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu. Yeji melebarkan matanya saat Karina tiba-tiba terjatuh ke lantai, sahabatnya itu menatap kosong roti yang berserakan.

"Karina, ayo pulang. Besok kesini lagi." Yeji membantu Karina untuk berdiri.

Mau tidak mau, Karina dan Yeji pergi dari Rumah Sakit.





.


.


.




Jalanan sudah sepi, sekarang pukul 11 malam dan Karina belum juga pulang ke rumah. Walaupun tadi Bunda sudah menyuruh untuk pulang, namun sepertinya Karina belum mau pulang.

Gadis itu hanya berjalan di atas trotoar dengan pikiran yang kosong. Yeji sudah pulang sedari jam 8 malam, tinggal dia sendirian.

Sendirian? Entah mengapa Karina tidak mau mendengar kata itu, rasanya seperti semua orang yang disayanginya akan pergi.



Karina melihat ada warung kopi di seberang, ia berpikir untuk diam disana terlebih dahulu baru pulang ke rumah.

Akhirnya gadis itu pun menyebrang jalan, dengan tatapan mata yang tidak fokus, dan karena jalanan yang sepi kendaraan yang melintasi jalan itu pun berkendara dengan kencang.

Sampai mobil sedan berwarna putih menyalakan klakson saat melihat di depannya ada orang yang menyebrang.

Beep! Beep!

Karina menoleh ke samping, ia hendak berlari namun mobil itu sudah menabrak tubuhnya lebih dulu. Kejadian selanjutnya yang ia ingat hanya teriakan seseorang dan tubuhnya yang diangkat, setelahnya ia tidak ingat karena kesadarannya hilang.


To be continue...


AstronomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang