pantai

339 90 6
                                    

Entah sejak kapan, Karina suka memperhatikan Winter secara diam-diam, dari dia memperhatikan bagaimana cara Winter menjelaskan, bagaimana cara Winter tertawa kecil saat dirinya melontarkan beberapa candaan, dan bagaimana cara gadis itu tersenyum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah sejak kapan, Karina suka memperhatikan Winter secara diam-diam, dari dia memperhatikan bagaimana cara Winter menjelaskan, bagaimana cara Winter tertawa kecil saat dirinya melontarkan beberapa candaan, dan bagaimana cara gadis itu tersenyum.

Karina baru menyadari perasaan aneh ini, hari ini pada saat ini. Gadis yang sedang berjalan di depannya ini terlihat sangat menggemaskan. Dengan kakinya yang kecil namun bisa melangkah jauh, dengan bahunya yang terlihat kecil namun banyak memikul beban yang berat.

Satu hal yang Karina sadari juga, rambut gadis itu terlihat lebih tipis dan sedikit berkurang.



"Winter." Panggilnya.

"Kenapa?" Tanpa menoleh gadis itu membalas.

"Kamu potong rambut?" Tanyanya.

Pertanyaannya itu sukses membuat langkah Winter terhenti, gadis itu menoleh dan tersenyum kecil. "Ya." Jawabnya.

"Aku suka."

"Apa?"

"Rambut mu, kamu lebih cantik dengan rambut pendek mu itu."

Winter dengan cepat memalingkan wajahnya dan melanjutkan langkah kembali, Karina mengikutinya dari belakang.

Lagi, Karina memperhatikan Winter dari belakang. Kulit gadis itu terlihat lebih pucat dari biasanya, apakah dia sakit?

Karina menyusul Winter, menyamakan langkah kaki mereka. "Kamu baik-baik aja kan?" Tanya Karina.

Winter dengan yakin mengangguk, lalu untuk meyakinkan Karina juga dia tersenyum. "Baik, sangat baik."





Mereka berdua sampai di tujuan, yaitu adalah pantai. Alasannya itu karena Winter yang ingin pergi kesana, namun belum kesampaian juga.

Jadi sekarang, bersama Karina, Winter bisa pergi ke pantai. Walaupun harus mengajarkan beberapa materi terlebih dahulu pada gadis yang lebih tinggi.

Mereka duduk di bangku, di seberang mereka ada laut yang terlihat begitu damai, suara ombak yang begitu menenangkan, angin pantai yang begitu menyejukkan.

Winter menarik nafas dengan pelan, menikmati keindahan semesta. Karena ia tidak tahu sampai kapan ia akan bisa merasakan hal ini, setiap detik adalah waktu yang tidak boleh Winter sia-siakan.


"Ayo, lanjut yang kemarin." Katanya pada Karina.


Winter membuka tasnya dan mengeluarkan alat tulis, dengan kalkulator dan juga buku tebal yang penuh dengan rumus-rumus. Jujur saja, buku tebal itu adalah buku yang paling Karina benci.

Iya, Karina membencinya namun di saat yang bersamaan Karina membutuhkannya juga.


"Kamu hebat." Ucap Karina.

Winter mengernyit. "Hm?"

"Bisa hapal semua rumus matematika, kalau aku udah nyerah duluan."

"Saya engga hapal semua rumus matematika, cuma paham dikit-dikit aja." Balasnya, tangannya sibuk menulis soal untuk Karina.



Dan saat ini adalah kesempatan bagi Karina untuk memperhatikan wajah serius yang Winter perlihatkan.

Cantik, dengan wajah yang terlihat pucat; Winter begitu cantik. Dengan rambut pendeknya, juga dengan topi berwarna navy itu. Winter selalu terlihat cantik.

Bagai tersihir oleh kecantikan gadis di sampingnya, sampai Karina tidak sadar jika Winter memanggilnya.


"Kok ngelamun?" Tanya Winter.

Karina terkekeh canggung, lalu menggeleng. "Cuma tiga soal doang?"

"Tiga soal, dan harus selesai tiga puluh menit."




Karina melotot dan ingin protes, namun si gadis mungil itu malah pergi menghampiri air laut. Karina merasa tidak adil, dia harus sibuk mengerjakan soal sedangkan Winter malah bersenang-senang.

Namun jika Karina ikut pergi bermain pasir pantai bersama Winter, mungkin gadis itu akan ngambek dan tidak ingin membantunya belajar lagi. Karina sangat paham jika Winter tidak mau diganggu disaat-saat seperti sekarang ini. Akhirnya Karina memilih fokus mengerjakan soal.







































Dari sudut pandang Winter sekarang, terlihat Karina sedang menghitung menggunakan kalkulator miliknya. Winter tersenyum kecil.

Karina Bumantara, gadis yang memaksanya untuk diajari matematika, gadis yang berisik jika sedang bersama sahabatnya, gadis yang terlihat sangat excited jika sedang membicarakan tentang luar angkasa, dan gadis yang gampang bosan dengan pelajaran sekolah.

Anak aneh, Winter masih ingat bagaimana dia menyebut Karina dengan sebutan anak aneh. Sudah berapa lama? Oh, sekitar 4 bulan dia dan Karina selalu bersama. Dan beberapa Minggu lagi ujian akhir semester akan dilaksanakan, dan waktunya dengan Karina pun akan berakhir juga.

Terlalu sibuk dengan pikirannya, sampai dia tidak menyadari jika Karina sudah selesai mengerjakan tiga soal itu.



"Winter!" Karina memanggil dengan suara beratnya.

"Karina Bumantara," panggil Winter dengan suara pelan, sangat pelan dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. "I wish i stayed with you."


"Hah? Kamu bilang apaa?" Karina berteriak kembali.

Winter tertawa kecil dan menggeleng, "sini! Kita main pasir!" Balasnya berteriak juga.





Karina dengan cepat melempar pulpen, menggulung celana jeans miliknya dan menyusul Winter. Mereka membangun rumah-rumahan menggunakan pasir yang akhirnya hancur karena terkena ombak.

Sudah bosan dengan pasir, akhirnya mereka berdua berjalan menelusuri  pantai, melihat bagaimana anak-anak yang berkunjung berlarian, berteriak senang.

Karina tiba-tiba berhenti, dan mengambil tangan Winter, lalu dia tersenyum dan berlari.

Winter yang tangannya digenggam erat oleh Karina mau tidak mau harus ikut berlari, mengikuti langkah kaki gadis yang lebih tinggi.




Entah apa yang lucu, Karina tertawa senang. Mereka berdua mengikuti kemana para anak-anak itu berlari, dengan tubuhnya yang banyak stamina, mereka begitu bersemangat, tidak peduli jika langit sudah mulai gelap.

Berbeda dengan Winter, dia tidak punya banyak stamina, kakinya tidak sanggup berlari lagi, dia terjatuh dan itu membuat Karina ikut terjatuh juga. Namun bukannya merasa sakit, Karina malah tertawa lagi dan mengangkat tubuh mungil Winter, digendongnya dan dibawanya lari, mengejar anak-anak kecil itu yang sudah jauh.

Namun sepertinya Karina juga kelelahan, dia berjalan dengan Winter yang digendongnya ala bridal style, Winter mengalungkan lengannya ke leher Karina.



"Winter."

"Hm?"

"Ayo lihat planet Saturnus!" Ajaknya penuh dengan semangat.




To be continue...



AstronomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang