"Atau lagi bingung karena lo lupa sampai mana nonton Shinchan?" Kali ini tebak Ryujin.
"Salah semua, yang bener karena Bu Kiki engga percaya nilai gue paling besar kedua di angkatan kita, terus karena gue ketemu si pendek datar." Jawab Karina.
Saat itu juga Chenle datang bersama geng nya, mereka menghampiri meja Karina.
Cowok itu menyimpan kertas di atas meja Karina, itu adalah kertas ujian yang tadi mereka kerjakan.
"Soal nomor 2, bisa lo jelasin caranya gimana?" Tanya Chenle.
Karina terdiam, dia tidak tahu bagaimana caranya yang dia tahu hanya jawabannya saja.
"Engga tahu kan? Berarti emang bener lo itu nyontek." Chenle menekan kata terakhir.
"Mau lo apa sih?" Tanya Karina.
"Mau gue? Mau gue itu lo jelasin ke gue soal nomor dua."
"..."
"Lihat kan? Lo ngomong kalau lo engga nyontek dan engga curang, tapi kenyataannya lo engga bisa jelasin ke gue cara nomor dua."
"Heh Cina, mau dimana hah? Disini apa di lapang? Biar luas di lapang aja yuk gelutnya." Ryujin maju, menatap tajam Chenle.
Karina menarik mundur sahabatnya itu, "kalau gue bisa dapat nilai lebih besar dari lo. Lo mau apa ha?"
"Gue bakal jadi babu lo, selama satu Minggu."
"Kalau lo menang?
"Lo yang jadi babu gue. Deal?"
"Deal!"
Setelah geng Chenle pergi, Yuqi menggeplak belakang kepala Ryujin, "gue juga Cina anj!"
'~'
Karina sekarang sedang melihat-lihat nilai para murid di papan pengumuman, dan dia baru tahu jika Winter Sabitah selalu berada di peringkat pertama.
Ternyata si pendek datar itu memiliki otak yang cerdas. Karina tersenyum, dia tahu bagaimana cara mengalahkan Chenle.
Di kantin, Karina langsung duduk di samping Ryujin. "Kalian tahu engga?"
"Apaan?"
"Gue tahu cara ngalahin si Chenle."
"Gimana?" Tanya Yeji.
"Winter Sabitah."
"Hah? Winter kenapa?" Bingung Ryujin.
"Dia satu-satunya yang bisa bantuin gue ngalahin si Chenle." Jawab Karina.
Dan ketiga sahabatnya itu masih belum mengerti juga apa maksud dari perkataannya.
"Nih ya para babi, si Chenle itu selalu ada di peringkat dua, sedangkan Winter selalu pertama. Jadi, cewek itu satu-satunya yang bisa ngalahin si Chenle. Dan gue rencananya mau minta bantuan si cewek itu buat ajarin gue."
Ryujin tertawa, dia mengangguk dan merangkul pundak Karina. "Pinter juga lo!"
"Tapi, gue engga yakin Winter mau ngajarin lo." Katanya Yeji.
"Eh bentar, si Winter teh yang mana emangnya?" Tanya Karina.
Yuqi melemparkan tisu bekas mengelap keringatnya ke wajah Karina. "Musnah aja deh lo. Dari tadi kita ngomongin tuh cewek tapi lu kaga tahu yang mana orangnya."
"Serius ih yang mana?"
Yeji mengedarkan pandangannya dan sangat tepat waktu sekali dan sangat kebetulan sekali, orang yang sedari tadi mereka bicarakan sedang mengantri untuk membeli mie ayam.
"Nah itu!" Yeji menunjuk Winter.
Sontak mereka bertiga menoleh ke arah yang ditunjuk Yeji, dan mata Karina melotot langsung saat mengetahui keberadaannya.
"Lah, si pendek datar itu?!"
"Hah? Jadi pendek datar yang lo maksud itu si Winter?" Tanya Yuqi dan Karina mengangguk.
"Si Winter itu yang bikin kunci jawaban kita hilang!" Kata Karina memberitahu.
"Yaa...gimana ya...ya udah lah ya, udah lama juga." Ryujin menepuk-nepuk pundaknya.
.
.
.
"Okey Ryujin, jangan sampai salah ngomong ya, kalau sampai salah, lo bayar tiga ratus ribu ke gue." Katanya Karina ke Ryujin.
"Sialan."
Karina tertawa, lalu mendorong tubuh Ryujin. Sahabatnya itu berjalan menuju ke arah gadis yang sedang membaca buku di perpustakaan.
"Kalau sampai berhasil, lo harus jajanin Ryujin selama satu bulan, beneran lo?" Tanya Yuqi dan Karina mengangguk yakin.
"Yang penting si pendek datar mau bantuin gue." Jawabnya.
Namun ketika melihat Ryujin menggeleng ke arah mereka, harapan Karina menghilang begitu saja.
Ryujin balik lagi, "dia engga kenal lo, terus waktu gue tunjukin muka lo dia malah bilang, 'lah si anak aneh itu? Engga mau saya bantuinnya.' gitu katanya."
"Songong banget tuh cewek." Karina makin kesal saja dengan cewek bernama Winter Sabitah. Tapi, di satu sisi juga dia sangat butuh bantuan dari cewek itu.
"Okey, kita pakai cara lain."
"Gimana?" Tanya Karina.
"Lo, lo sendiri yang minta ke dia." Jawab Yeji.
"Winter!" Karina memanggil, namun gadis itu terus berjalan dan tidak memperdulikan Karina.
Sampai Karina harus menarik lengannya agar Winter berhenti jalan.
"Mau lo apaan?" Tanya Karina.
Winter terdiam, dia menatap tidak suka pada Karina. "Saya sudah bilang tidak, dan sekarang saya akan lebih memperjelas lagi jika saya menolak, dan kamu masih belum ngerti juga dengan jawaban saya? Sepertinya kamu harus belajar bahasa Indonesia lagi."
Karina menganga, dia ingin berteriak sekencangnya sekarang, apalagi melihat Winter yang langsung pergi begitu saja.
"Okey, tenang. Karina Bumantara, lo pasti bisa bikin dia mau ngajarin lo." Karina berbicara dengan dirinya sendiri.