Hold Me

418 76 6
                                    

Makasih buat vote dan komennya.

Hope you like it, happy reading.

____________________

Saat itu masih pagi. Matahari baru saja menampakkan dirinya sekali lagi. Dan jika lima menit yang lalu Aki masih duduk menikmati secangkir kopi hangat. Maka saat ini, ia sedang terdiam di ruang tamunya sambil menatap gagang telepon yang sambungannya baru saja terputus. "Hari ini bawa Denji ikut bersamamu."

Mata biru Aki tertuju pada Denji yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambut pirangnya yang masih basah menetes membasahi kaos putih yang ia kenakan.

Pipi kemerahan Denji menjadi perhatian khusus untuknya. Terbesit dalam pikirannya untuk mengecup pipi dan bibir merah ranum milik remaja itu. Tapi Aki menggelengkan kepalanya mengusir pikiran kotor itu dan bangkit dari kursinya untuk mendekati Denji.

Tangannya terulur mengambil alih handuk yang ada di tangan Denji dan mengusap helaian pirangnya dengan lembut. "Hari ini kau ikut denganku."

Denji mendongak menatap Aki dengan sebelah matanya yang tidak terhalang oleh poninya, "ke mana?"

"Bertemu Makima-san." Sorot mata Denji berbinar cerah ketika mendengar nama itu.

"Jadilah anak yang baik, Denji." Bisik Aki sembari menyingkirkan handuk dari atas kepalanya sehingga ia bisa melihat wajah Denji dengan lebih jelas.

Denji tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang tanpa celah itu, "apa aku pernah menjadi anak yang nakal?"

Aki mendengus dan memukul pelan dahinya, "di mataku kau selalu menjadi anak nakal."

_____________________

Perjalanan itu terasa singkat, menuju ruangan Makima dan Aki diperintahkan untuk menunggu di luar. Wajahnya tampak datar sangat berbanding terbalik dengan isi kepalanya.

Lorong tampak sepi, Aki tidak melihat siapapun selain dirinya di tempatnya saat ini. Terlalu sunyi... Aki bahkan bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri.

Apa yang mereka bicarakan di dalam, pendengarannya sama sekali tidak bisa menangkap satu kata pun. Berusaha mengusir pikirannya yang kacau, Aki mengambil sebatang rokok dari saku celananya dan menyesap tembakau itu perlahan.

____________________

"Denji, senang bertemu denganmu lagi."

"Aku merindukanmu juga, Makima-san!"

Denji mengelus Pochita yang berada dalam dekapannya dan mengangkatnya mendekati wajah Makima, "bahkan Pochita juga merindukanmu."

"Woof!"

Makima tersenyum tipis, "sepertinya Hayakawa-kun merawatmu dengan baik."

Denji mengangguk dengan antusias, "Aki sangat baik, dia memberikanku makanan enak, membelikanku pakaian, dan Aki juga sangat lembut..." wajah Denji berubah menjadi cerah, dia mirip seperti seorang anak kecil yang sedang menceritakan apa yang dia suka- yang membuat jantungnya berdegup kencang.

Makima memiringkan kepalanya menatap Denji penuh perhatian. "Aku dengar dari Hayakawa-kun kalau kau ingin bertemu denganku."

Denji mendongak menurunkan Pochita ke lantai dan segera devil itu berlari memutari ruangan Makima. "Apa ada yang selamat dari para yakuza itu, Makima-san?"

"Tidak ada. Mereka semua sudah mati." Kata-kata yang dingin dan penuh keyakinan itu, membuat perut Denji mual. Mulutnya terasa asam, Denji benar-benar tidak ingin memuntahkan kembali sarapannya.

Bukan karena dia sedih atau merasa bersalah. Tapi justru sebaliknya, Denji merasa lega dan senang, karena yakuza itu sudah lenyap dan tidak akan mengganggu dirinya atau bahkan Aki.

For My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang