Realization

163 29 2
                                    

Hope you like it, happy reading

__________________

Mendekati tengah malam, berbaring telentang dengan lengan hangat milik Aki yang senantiasa memeluk pinggangnya. Menolak untuk melepasnya barang sedetik pun.

Denji menyukai bagaimana ia bisa merasakan sentuhan Aki lagi pada nyaris di setiap inchi bagian tubuhnya. Seolah-olah tidak ada yang dilewatkan oleh pemburu itu.

Mulai dari dahinya, pipinya, lalu turun ke bibirnya. Meninggalkan tanda di leher dan tulang selangkanya. Walau tanda kemerahan itu hanya bertahan dalam hitungan detik.

"Tidak bisa tidur?" Tanya Aki dengan matanya yang setengah mengantuk.

Denji menggelengkan kepalanya dan mencodongkan tubuhnya, membawa pemburu itu lebih dekat dengannya. Membuat kedua dada pemuda itu saling menempel, menyingkirkan jarak yang sempat tercipta.

"Maaf, aku hanya terlalu senang."

"Dan terlalu takut." Sambung Denji dalam hatinya.

Denji meskipun tidak terlalu pintar tapi ia tahu kalau Makima akan selalu mengawasinya. Tidak peduli kapan dan di mana ia berada. Denji selalu mengetahuinya dan menyadari ikatan di antara keduanya yang berlangsung secara tidak normal.

Dengan penuh perhatian Denji menggunakan telinganya untuk mendengar siapa pun yang memiliki potensi memata-matainya.

Terlalu sepi, burung-burung itu sudah pergi dan Denji menghela napasnya lega. "Apa kau sedang memikirkan sesuatu, Denji?"

Denji mendongak dan menatap lekat-lekat mata biru itu. Tidak banyak emosi yang tertinggal di balik mata itu selain kekaguman dan perasaan memuja yang pemburu itu miliki untuk si pirang.

"Kenapa kau tidak kembali tidur?"

"Aku tidak bisa tertidur kalau kau tidak ikut tidur." Denji menatap Aki kesal tidak mengerti apa yang ada di dalam kepala pemburu itu.

"Kau aneh."

"Kata seseorang yang lebih aneh dibandingkan denganku." Aki terkekeh setelah melihat raut wajah kesal milik Denji.

Menggigil menjalar ke seluruh tubuh Aki ketika tangan-tangan lembut nan dingin Milik Denji menetap di lehernya. Perbedaan suhu di antara keduanya sangat kontras. Membuat kantuk yang tadi sempat menyerangnya menghilang tanpa jejak.

"Aku selalu tidak mengerti kenapa tangan-tanganmu selalu dingin, di cuaca hangat seperti ini."

Denji tidak menjawab pernyataan itu dan terdiam ketika Aki menyalin jari-jari mereka bersama lalu membawa punggung tangan Denji ke bibirnya, meninggalkan kecupan lembut di sana.

Denji bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari tubuh Aki. Seolah pemburu itu sedang membagi panas tubuh miliknya itu. "Aki kenapa kau tidak melepas bajumu?" Tangan Denji yang bebas memainkan dua kancing teratas kemeja Aki. Mengirim sinyal pada yang lebih tua untuk mengizinkannya membuka kancing-kancing baju itu.

"Lakukan saja."

Tanpa ragu jemari Denji dengan lihai membuka kancing kemeja itu yang membuat dada bidang Aki terekspos sempurna. Denji menempelkan pipinya pada dada Aki tepat di mana jantungnya berdetak. Si pirang sama sekali tidak menyadari tatapan gelap mata biru yang hanya mengamatinya seolah sedang mengintai mangsanya.

"Jantungmu berdetak dengan kencang, apa kau gugup?" Denji mendongak tersenyum menggoda pada Aki.

Aki tidak ingin berdebat dengan Denji, si pirang tidak akan mengerti betapa tubuhnya merindukan sentuhan dari yang lebih muda. Bahkan jika itu hanya sekadar pelukan saja, yang sudah cukup membuat pemburu itu merasa gugup.

For My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang