Tiga

29.5K 1K 48
                                    

"Ini buat Ibu, jangan marah-marah terus." ujar Dina dengan mengeluarkan kotak perhiasan.

Rahma tersenyum dan memeluk putri nya erat.

"Terima kasih nduk."

Dina mengangguk, ternyata seperti ini suasana rumah ketika hanya bertiga.

"Kemarin banyak yang ngomongin kamu pas di acara Laras?" tanya Bapak.

"Banyak yang tanya aku siapanya Bapak sama Ibu.. " ujar Dina dengan mencebikan bibirnya.

"Salah sendiri enggak pernah pulang, sampai orang-orang enggak ada yang tau kalau Ibu punya anak satu lagi. Tidak kalah cantik pula."

"Kemarin ada yang mau ngambil kamu mantu malah." imbuh Bapak membuat wajah Dina cemberut.

"Dina enggak mau dijodohin Pak!" larang Dina sebelum kejadian.

"Orangnya baik loh Nduk.. " imbuh Ibu membantu suaminya.

Dina menggeleng tegas. "enggak ada niat buat nikah, udah malam Pak, Bu. Dina mau tidur dulu." ujar Dina sebelum meninggalkan kedua orang tuanya.

Paginya Dina sudah siap dengan kegiatan yang menantinya yakni berjaga di toko sembako.

"Hati-hati ya nduk.. " ujar Rahma ketika mengantar putrinya keluar rumah.

Dina mengangguk, melambaikan tangan sebelum pergi mengendarai mobil civic miliknya. Dari hasil keringat nya sendiri selama di kota.

Sesampainya di toko Dina langsung disambut oleh pegawai disana. Walaupun cukup lama ia tidak pernah menginjakkan kaki disana. Tapi ingatan pegawai orang tuanya sangat bagus.

"Pagi Mbak.. " sapa salah satu pegawai disana.

Setau Dina ada 3 orang pegawai disini, 2 wanita dan 1 pria.

"Pagi Mbak, namanya siapa?" tanya Dina dengan senyum tipis.

"Nama saya Sri Mbak.. " jawabnya sopan.

"Nama saya Intan Mbak.. " ujar yang satunya sebelum Dina bertanya.

"Salam kenal ya, yang itu siapa namanya?"

"Joko, Mbak Din.. "

"Salam kenal ya.. "

"Enggeh Mbak.. " jawabnya.

Setelah acara kenalan mereka semua kembali ke pekerjaan masing masing, ada yang membungkus gula, ada yang menimbang dan ada juga yang mengangkut beras berkarung karung.

Dina hanya duduk dikursi kasir yang telah disediakan. Inilah alasan kenapa Dina menolak bekerja bersama orang tuanya. Ia bukan seperti bekerja melainkan menjadi bos.

Banyak sekali tetangga yang datang untuk membeli karena toko sembako milik keluarganya ini hanya satu satunya di desa.

"Pak Kades.. " sapa Joko kepada pria yang baru saja turun dari mobil itu.

Dina yang awalnya sedang melayani pembeli itu menoleh sekilas.

"Cari apa Pak?" tanya Joko mengikuti langkah kaki pria itu.

"Cari Rokok, ko."

"Tak ambilin bentar Pak." jawab Joko, bergegas pergi ke dalam toko.

"Sudah ini saja Pak?" tanya Joko ketika sudah kembali kedepan dengan membawa 2 rokok ditangan nya.

"Sudah, langsung ditotal saja." jawab Pria itu.

Joko mengangguk, berjalan menuju kasir dimana Dina berada.

"Totalnya Rp. 215.000 Pak.. " ujar Dina ketika sudah mentotal.

Pria itu mengangguk, segera mengeluarkan uang ratusan ribu miliknya.

"Pegawai baru Mbak?" tanya Pria itu kepada Dina.

Dina menoleh, kemudian mengangguk.

"Iya, baru hari ini kerja." dengan senyum tipis menghiasi bibirnya.

Pria itu terpaku akan wajah cantik Dina di depan nya.

"Putrinya Pak Wahyu sudah nikah ya, jadi perlu pegawai baru." ujar Pria itu menimpali.

"Enggeh Pak.. " jawab Dina sekenanya.

Ia berusaha sopan kepada Pria di depan nya, apalagi setelah ia tahu kalau Pria di depan nya ini adalah kades di desanya.

"Kalau begitu saya permisi ya Mbak.. Mari.. "

"Oh iya Pak, monggo.. " jawab Dina.

Pria itu tersenyum sekilas sebelum berlalu pergi menuju ke mobilnya.

"Itu tadi kades disini, Ko?" tanya Dina ketika mobil yang ditumpangi kades tersebut sudah pergi menjauh.

"Iya Mbak, ganteng kan?" tanya Joko menimpali.

Dina mengerutkan dahinya, "sudah tua gitu kok ganteng!"

"Belum nikah loh Mbak." jawab Joko menimpali.

"Masa? Sudah tua loh!"

"Baru 30 an kalau enggak salah Mbak.. " jawab Joko sekenanya.

Joko memang asli desa ini jadi ia tahu banyak mengenai kepala desa di desanya. Apalagi dulu mereka pernah berteman.

"Denger-denger malah mau cari istri Mbak.. " ujar Sri ikut nimbrung karena kebetulan tidak ada pembeli.

"Di sini yang masih punya anak perempuan sudah dikit toh?"

"Di desa ini kan perempuan nya emang sedikit Mbak, kebanyakan pada ke kota buat kerja eh malah dapat jodoh disana."

Dina mengangguk paham, "kayaknya dulu teman ku banyak deh yang perempuan."

"Sudah pada nikah muda Mbak, punya anak juga." Intan menimpali.

"Kalian bertiga berarti sudah menikah to?" tanya Dina penasaran.

Ketiga pegawai nya pun mengangguk mengiyakan.

"Sudah punya anak?"

"Sudah Mbak.. " jawab mereka serempak.

Dina mengangguk paham, ia sempat mengira mereka masih lajang tapi ternyata sudah menikah dan punya anak. Padahal usia mereka dengan Dina tidak jauh beda.

"Di desa ini yang masih punya anak perempuan belum menikah itu cuma Pak Wahyu, Bapaknya Mbak Dina." ujar Intan memberi tahu.

Dina terkejut dengan apa yang ia dengar. Dan juga mengingat ingat perkataan Joko barusan.

"Tapi banyak yang enggak tau akan hal itu. Karena Mbak Dina enggak pernah pulang ke Desa." ujar Intan menimpali yang dibalas anggukan oleh keduanya.

"Enggak apa, saya malah merasa aman."

"Mbak Dina enggak tertarik sama Pak Kades?" tanya Joko menggoda anak bosnya.

"Hust! Enggak boleh bicara begitu, nanti kalau ada yang enggak suka bisa panjang urusan nya." peringat Dina secara halus.

"Enggak ada yang berani sama Pak Kades Mbak, beliau itu orang penting disini. Sama kayak Pak Wahyu."

Dina mengangkat bahunya acuh.

"Mba Dina sudah punya pasangan?" tanya Sri.

Dina menggeleng, "belum ada.. "

"Nah itu bisa Mbak sama Pak Kades."

"Sudah-sudah, jangan bahas-bahas beliau lagi. Enggak enak didengar orang nanti." ujar Dina menyudahi pembicaraan mereka.





Bagaimana?

Pak Dartu sudah kelihatan nih!

Suka?

Vote ya dan komen

Istri Pak KadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang