Selesai melihat luka yang dibalut rapi, (name) melihat pria didepannya menatap bangga dengan seringai yang dimiliki olehnya. "Katakanlah alasan dan tujuanmu sekarang." (Name) yang sedang mengatur nafas terhenti dan menatap pria didepannya. "Ini rumahku tapi semenjak aku tinggal di asrama karena tugas dan training aku ingin menjualnya. "
"Kau bisa memberikanku ini dan aku akan membebaskan mu." Menatap kesal pada pria didepannya (name) bersiap untuk menyerang namun karena kondisinya kini dirinya lebih memilih untuk berdiam saja. "Tidak ada jawaban itu artinya kau menyetujui?" (Name) terdiam untuk sesaat. "Untuk apa kau gunakan tempat tidak berbentuk ini? Sementara ada kamera yang mengintai lokasi ini setelah aku pergi jika kau ingin tau saja, aku tidak menjebakmu hanya karena pertemuan pertama yang sangat aneh melihatmu dihalte bus seorang diri bahkan disaat bus terakhir yang aku tumpangi." Tidak membalas ucapan yang dilontarkannya (name) menatap kesal pada pria didepannya.
"Aku tidak yakin jika bisa hidup ditempat asrama yang aku tinggali selama disana hanya berlatih dan berlatih sampai seorang mata-mata menggunakan kekuatanku asalkan tau saja aku bukan orang yang ingin menjalani pekerjaan itu, bersama Hero tapi mereka menyembunyikan sesuatu dari orang luar. "Bergabung dengan kami kalau kau mau." (Name) menatap dalam diam. "Siapa kau sebenarnya," (name) menatap tajam pria didepannya.
Lantas pria itu menuju ruangan lain dan mengambil sebuah futon dan selimut. " Diam dan tidurlah aku sudah lelah," (name) yang melihat hanya bisa diam dan menjauh dari pria itu. "Kau kabur dari diriku akan kubakar rumah ini." Menatap kesal pada pria ini (name) menatap lukanya yang masih terasa panas. "Quirkmu sangat mengerikan, luka bakar ini masih terasa panas." coplain (name) tidak terima. "Aku yakin tubuhmu sangat panas setelah menggunakan kekuatan yang kau miliki aku bisa mencium aroma menyengat daging terbakar dari sini."Pria itu hanya diam memunggungi (name). "Siapa namamu?" Akhirnya setelah beberapa waktu terlewatkan pria ini berbicara. "(Full name), seorang mata-mata dari naungan kepolisian." Tatapan tajam di berikan pada (name) bahkan mata itu lebih tajam dari tadi. " Sudah kukatakan padamu aku tidak berniat melakukan misi ini pada siapapun aku tidak ingin diperintah oleh siapapun." Bahkan pria itu yang awalnya terbaring kini berganti posisi duduk menghadap dirinya.
"Tidak ada mata-mata yang mengatakan dirinya seorang agen jika dirinya tidak berbohong." (Name) merogoh sakunya dan memberikan dompet pada pria didepannya saat ini. "Lihat saja kartu identitas yang aku miliki, bahkan disana tertera status yang ku punya." Kesalnya pada pria yang kini memberikan dompetnya dengan dilempar. "Dabi, itu sebutan untuk diriku." (Name) terdiam dan merapikan isi dompet yang menurut dirinya sedikit tidak rapi.
"Oh, aku tidak tau harus mengatakan ini apa tidak hanya saja. Maaf aku bertanya futon putih itu terkena seperti arang? Atau warna rambut yang kau miliki tidak natural?"
"Kau banyak bertanya cepatlah tidur aku tidak bisa berada ditempat seperti ini"
"Terlalu sederhana bagimu? Atau memang kau ada benarnya beberapa." (Name) menarik futon didekatnya yang biasa ia lipat didepan lemari pojok ruangan.Setelah digelar (name) berbaring namun dia memikirkan sesuatu dan ketika menolehkan pria itu menatapnya dalam tatapan kosong yang bahkan (name) menutup mata dan berkata selamat tidur setelahnya.
Diantara gang sempit dan masyarakat yang berlalu lalang mereka sampai pada sebuah rumah sederhana dan tua bahkan nampak tidak layak jika disebut sebagai markas hanya seperti sebuah kotak besar nampak dari luar. Dengan tangga diakses depan, untuk rumah tingkat sederhana dirinya sedikit butuh lebih besar dari ini. Untuk apa kau disana? Ikuti aku." (Name) hanya menurut saja. Sampai dirinya disuruh menunggu diluar pintu."Oh, semua sudah berkumpul? Jadi cuma aku yang susah payah mencari rekan?"
Seorang pria dengan topeng hitam setengah abu-abu menghampiri Dabi. " Kau ini cuma asal membunuh orang tahu! Memangnya pernah bawa orang hidup kemari?" Dabi menatapnya dengan wajah dingin seperti biasa. "Mereka hanya sampah yang hidup seperti mayat tanpa ambisi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Your Snow
Fiksi PenggemarHidup itu... Entahlah setiap kalimat itu terlintas begitu saja di dalam pikiranku dan parahnya setiap saat kini aku meragukannya, meragukan diriku hal yang belum pernah aku pikirkan sebelumnya. Jalanan yang tertutup genangan air hujan dan udara yang...