7. Tidak Sengaja Menghindari Protagonis

285 41 10
                                    

Waktu sore hari adalah waktu di mana pelajaran telah selesai. Tentu ada pembelajaran ekstra yang bisa dihadiri, tapi itu tidak setiap hari. Dan ini hari pertama para kadet mulai belajar secara resmi. Jadi mereka setidaknya tidak akan diberikan waktu yang sulit selama seminggu pertama sebelum pembiasaan.

Di waktu yang sama pada saat itu.

"Tsk, cepat sekali gagak itu menghilang."

Kiana kesal karena seseorang yang ingin dia ajak bicara selalu berhasil pergi dari pandangannya sebelum dia bisa melakukan apapun.

Tepat ketika dia akan pergi keluar dari kelas untuk mencarinya, seseorang mengajaknya berbicara.

"Hei, bisa mengambil waktumu sebentar?"

Melihat ke samping, dengan rambut seperti cahaya serta mata layaknya permata, sang karakter utama mengajaknya berbicara.

... Yahh, aku memang sudah memperhatikan tatapannya semenjak tadi siang. Tapi sangat membosankan menunggunya berbicara selama kelas karena dia terlalu disiplin dan membuat Kiana melupakannya.

"Zen. Ada perlu apa? Apa kau ingin tahu bagaimana cara meluluhkan hatiku agar aku menyukaimu?"

Semua tatapan orang-orang yang masih berada di kelas langsung mengarah padanya setelah ucapan itu.

"..."

Apa? Tidak pernah mendengar seorang gadis berbicara seperti ini?

"Haha, kau memang aneh. Tapi bukan itu yang ingin aku bicarakan. Aku ingin bicara empat mata denganmu."

Zen tidak tampak tidak nyaman dengan ucapan Kiana yang barusan dan menanggapi dengan tawa ringan serta santai. Dengan pengalamannya di kehidupan sebelumnya, dia telah bergaul dengan berbagai macam orang dan jenis. Jadi dia merasa normal berbicara dengannya meski Kiana sendiri aneh. Itu justru menambah kesan keberadaannya karena memiliki kepribadian yang unik.

Kiana yang tidak terlalu memiliki masalah mendesak untuk dilakukan menyetujuinya dengan anggukan.

"Baiklah, mari mencari tempat yang nyaman untuk berbicara. Ahh, kepala ayam, tolong jangan cemburu ya~"

"Tsk."

Alex yang sudah lelah berkomunikasi dengan Kiana sejak siang hanya mengabaikannya dan berjalan pergi dengan kesal. Tapi sebelum itu, dia memberi Kiana hadiah sebuah lemparan bola api yang segera dihindarinya dengan menunduk secara relfek.

"Hehe, tidak kena!"

Ucap Kiana dengan bangga saat berdiri.

"Itu..."

Tapi wajah Zen menjadi canggung ketika bertemu tatapan Kiana.

"Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti seseorang yang baru menginjak kotoran?"

"Rambutmu terbakar?"

*Sniff sniff...

Kiana mencium bau terbakar di atas kepalanya dan segera melirik. Di sana ternyata rambutnya menyala seperti obor dan dia mulai merasakan panasnya setelah itu.

"Ahhh!!! Panas!!!"

Kiana berteriak histeris saat berlarian mengelilingi kelas dengan niat untuk memadamkannya. Tapi itu malah menjadi lebih buruk ketika nyala api semakin besar dan terus melahap rambutnya.

"Ahhh! Rambutku! Aku akan menjadi botak jika begini! Zen, kita bicarakan ini nanti! Aku akan pergi menyembuhkan rambutku di ruang kesehatan dulu!!!"

Serunya sebelum berlari meninggalkan kelas dan hanya meninggalkan jejak asap dan bau gosong di belakang.

 Stuck In Novel As A GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang