O3

184 28 8
                                    


Disisi lain disebuah tempat yang terletak tak jauh dari jalan raya itu, sebuah rumah terbengkalai yang kini telah dirubah menjadi tempat yang nyaman untuk digunakan berkumpul, tampak beberapa remaja yang masih menggunakan seragam tiba disana.

"Dimana yang lain?" Tanya salah seorang yang ber-nametag Genta saat baru tiba di tempat tersebut.

"Belum pada dateng." Jawab pemuda bernama Dika yang kini tengah duduk di sofa yang ada di sana.

"Lo udah ngasih kabar ke Biru?" Tanya Genta kepada orang yang berdiri disampingnya tersebut.

Julian yang ditanyai, menjawab dengan anggukan kepala.

Genta pun memilih meletakkan tasnya dan berjalan menuju lemari pendingin yang ada di sudut ruangan. Tempat ini sebenarnya tempat yang nyaman untuk melarikan diri, karena Biru telah menyulap tempat yang awalnya kotor dan penuh dengan debu itu menjadi tepat yang bersih dan bisa mereka gunakan sebagai markas.

Disana bahkan ada meja billiard, dan beberapa mesin game yang Biru beli. Memikirkannya saja membuat Genta terkekeh.

Tak lama setelah itu terdengar bunyi suara kenalpot motor yang tidak asing lagi bagi mereka.

Dua orang muncul dibalik helm berwarna hitam dan helm berwarna putih. Entah bagaimana Biru dan pemuda satu lagi yang bernama Awan itu bisa datang secara bersamaan.

Sebenarnya teman satu basecamp Biru ini terdiri dari anak-anak yang berbeda almamater dengannya. Biru sendiri bersekolah di sekolah menengah atas swasta yang terkenal di kotanya, sedangkan kebanyakan dari anggota yang lain berada di satu almamater dengan Genta, Julian, dan Dika. Lalu ada beberapa yang masih berada di menengah pertama seperti Awan dan Hasta.

Tapi yang menjadi pemandangan aneh bagi Genta adalah raut wajah kesal Biru. Sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi.

"Lo kenapa?" Tanya Genta.

Biru pun memilih duduk terlebih dahulu, dan menerima sekaleng minuman soda yang di berikan oleh Julian.

"Anak-anak yang semalem lawan kita, hampir aja ngepung Awan, untungnya tadi gue lewat persimpangan jalan yang sebelum lampu merah dan berhasil ngegagalin rencana mereka." Jelas Biru, yang sontak membuat yang lain ikut merasa kesal.

"Emang Hasta kemana, Wan? Biasanya kalian kan bareng?!" Tanya Dika.

"Si kampret bilang mau daftar ke tempat bimbel, jadi tadi langsung cabut dia." Jawab Awan dengan sedikit kesal.

Tadi malam mereka datang ke tempat balap liar seperti biasanya. Disana awalnya mereka hanya berniat untuk menonton saja dan menikmati malam. Akan tetapi, saat itu Biru tiba-tiba mendapat tantangan untuk turun langsung ke balapan tersebut, dan berakhir Genta yang maju dari perwakilan Biru.

Genta melawan salah satu perwakilan dari SMA Nusa, yang mana mereka memang sudah terkenal akan kelicikannya. Karena itu Genta memilih dirinya yang maju ke arena balapan.

Singkat cerita, lawan Genta terjatuh saat sudah mencapai putaran terakhir, membuat Genta memenangkan balapan tersebut. Akan tetapi pihak lawan malah mencoba berdebat dengan mengatakan jika Genta menang dengan cara yang curang.

Dari situlah situasi semakin memanas karena perdebatan antara dua kubu tersebut. Biru yang melihat situasi yang mulai tidak kondusif memilih menarik mundur teman-temannya dan menjauh dari arena balapan.

"Sialan, emangnya mereka mau ngapain? Lagian kita menang bukan pake taktik licik kayak yang sering mereka lakuin." Kesal Julian.

"Entahlah, kayaknya mereka emang sengaja buat nyulut api sama kita. Pokoknya untuk sementara ini, sebisa mungkin hindari berurusan lagi sama mereka." Ujar Biru.

Setelah itu Biru pun bangun dari sofa membuat Genta yang tak jauh darinya menyeritkan alis.

"Lo mau kemana?"

"Gue mau balik, gue tadi bilang ke Rayyan kalau enggak bakal lama disini."

Mendengar hal itu Genta pun ikut beranjak dari tempatnya.
"Kalau gitu biar gue anterin."

"Enggak perlu, gue bisa sendiri. Lo infoin aja sama anak yang lain suruh mereka hati-hati sama anak-anak Nusa."

Genta hendak menyela lagi, akan tetapi Biru lebih dahulu menghidupkan motor miliknya dan segera memacu kuda besinya itu menjauh dari basecamp.

"Semangat bro, kayaknya lo mesti berjuang lebih keras lagi." ejek Julian saat melihat Genta.

"Sialan lo." Balas Genta.


OoO


Sesampainya di rumah, Biru pun segera memarkirkan motornya di dalam garasi dan menyeritkan alisnya kala mendapati mobil ayahnya sudah terparkir rapi di dalam garasi.

Ketika masuk kedalam rumah, Biru disambut oleh Bibi yang selama ini bertugas mengurus rumah Biru.

"Ayah pulang, Bi?" Tanya Biru sambil berjalan menuju tangga karena kamarnya berada di lantai dua.

"Iya, Bapak baru pulang tadi siang." Balas sang Bibi.

Setelah basa-basi tadi, Biru pun segera naik dan masuk ke dalam kamarnya. Ia memillih segera meletakkan tas dan melepas sepatunya lalu setelahnya melempar tubuhnya keatas ranjang. Mungkin karena efek lelah, Biru dengan cepat mulai terlelap.

Tanpa tahu entah sudah berapa jam Biru tertidur, yang pasti di luar sudah mulai gelap.

Tringg...Tringg...Tringg

Suara ponsel Biru yang berdering itu berhasil membuat pemiliknya terusik. Dengan kondisi setengah sadar, ia pun meraba nakas dan mengambil ponselnya.

"Hawlo.."

Terdengar suara kekehan diseberang sana. Biru pun menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat nama si penelpon.

"Lo ganggu tidur gue!" Kesal Biru saat mendapati nama Rayyan disana.

"Ya gue mana tahu kalau lo tidur."  Ucap Rayyan yang hanya dibalas dehaman oleh Biru.

"Udah makan?" Tanya Rayyan.

"Belom."

"Mau makan di luar?" Tanya Rayyan lagi.

"Kayaknya enggak deh, soalnya pak tua ada di rumah." Kata Biru membuat Rayyan tertawa, karena Biru selalu seenaknya saat memberi julukan kepada ayahnya.

"Yaudah kalau gitu, gue tutup telponnya."

Ya seperti itulah, itu hanya secuil kebiasaan Rayyan yang selalu menanyakan keadaan Biru, atau setidaknya menanyakan hal kecil seperti apakah Biru telah makan atau belum.

"NAK CEPET TURUN, MAKAN! KALAU ENGGAK CEPET, AYAM GORENG MENTEGA KESUKAAN KAMU, AYAH HABISIN!!"

Suara menggelegar dari lantai satu itu sudah jelas ulah pak tua yang tadi Biru bilang ke Rayyan.

Biru pun mengubah posisi nya menjadi duduk dan menarik nafasnya terlebih dahulu sebelum kemudian menjawab sang ayah.

"BIRU MANDI DULU, AWAS AJA KALAU AYAM GORENG MENTEGANYA AYAH HABISIN. NANTI BIRU BAKAL PERGI DARI RUMAH!!"

Seperti inilah kondisi rumah yang biasa sepi seketika berubah menjadi lebih hidup dan berisik, karena penuh dengan teriakan pasangan ayah dan anak itu.





TBC

[ Y o u t h ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang