****
Sudah satu bulan berlalu sejak terakhir kali ia dan Bella bertemu, pun dengan kejadian di hotel waktu itu. Selama itu juga mereka belum lagi saling bertatap muka selain Jona yang melihat wanita itu wara wiri di stasiun tv dan majalah. Jona memilih menghindar dan tak lagi datang ke kelab malam agar ia tidak perlu bertemu dengan Bella.
Selama satu bulan itu banyak hal yang terjadi, salah satunya berita tentang Sean yang melakukan Konferensi Pers di depan awak media terkait gosip yang beredar belakangan ini. Sean menyangkal semua tuduhan yang ia buat bersama Bella, dan Jona akui sepupunya itu memang licik.
Sean menggunakan media untuk memperbaiki nama baiknya dan membawa nama sang istri di depan khalayak ramai. Sialnya itu berhasil menimbulkan banyak simpatik dari kalangan masyarakat, pun termasuk beberapa pemegang saham.
Sean kembali mendapatkan jabatannya lagi di perusahaan. Lelaki itu juga sedang merencanakan sesuatu untuk mengambil alih perusahaan. Sean mendatangi beberapa pemegang saham untuk memberikan suara mereka pada lelaki itu di rapat umum nanti.
Jona semakin kesal saja saat tahu. Rencananya dengan Bella ternyata belum berhasil, buktinya lelaki itu masih mendapat banyak simpatik dari semua orang. Lantas, bagaimana dengan kursi Direktur yang ia inginkan? Apa ia akan berhasil mendapatkan itu? Atau Sean yang akan kembali unggul darinya?
"Berengsek!" Jona membanting ponselnya ke atas ranjang lalu mengguyar rambutnya ke belakang.
Emosinya tidak terkendali. Kabar yang Ijal bawa barusan benar-benar menyulut amarahnya. Harus dengan cara apa lagi ia menjatuhkan sepupunya itu? Sementara tekanan dari Papa tak henti ia terima. Papa membuatnya merasa tidak berguna, bahkan beliau berhasil menjatuhkan rasa percaya dirinya.
Teringat apa yang Papa lakukan padanya saat masuk ke dalam kamar ini, beliau tiba-tiba saja menampar Jona dan memarahinya. Beliau menudingnya telah gagal menghancurkan Sean. Kenapa sih papanya terobsesi sekali dengan kekuasan? Bahkan Mama saja hanya bisa pasrah dengan perlakuan Papa.
"Bangsat!" Kepalan tangan itu terbentur tembok saat ia melampiaskan kekesalannya. Luka akibat benturan tak lagi terasa perih bagi Jona karena yang kini ia rasa adalah kemarahan. Bara api di dalam dadanya berkobar, rasanya ia ingin sekali membunuh Sean. "Sialan! Sean sialan!" makinya seraya mengumpat.
Tak berapa lama ponselnya berdering, nama Ijal tertera di layar. Ia bergerak ke sisi ranjang, mengambil benda tersebut dan mengangkat panggilannya.
"Bos ...." suara Ijal di seberang sana terdengar panik, yang sontak saja membuat dada Jona bergemuruh tak tenang.
Apa lagi?
Kabar buruk apa lagi yang harus ia dengar?
"Kenapa, Jal?" tanyanya setelah memijat pangkal hidungnya sejenak.
Ijal sempat berdehem sebelum suaranya kembali terdengar. "Bos, saya dapat kabar kalau Pak Sean juga sedang berusaha untuk bertemu dengan Pak Aldo."
Jona sontak membelalak. "Ha? Kamu bilang apa?"
"Tadi orang suruhan saya melihat Pak Sean di kediaman Pak Aldo, tapi untungnya Pak Aldo sedang tidak ada di tempat."
"Shit!" Jona memaki saat Ijal memperjelas ucapannya. "Sean keparat!"
Meski sepupunya itu tidak berhasil menemui Aldo, tetap saja Jona merasa kesal mendengar kabar itu.
Aldo adalah salah satu pemegang saham terbesar di Pradipta Group, Jona sudah berulang kali berusaha untuk menemui lelaki itu hanya untuk meminta bantuan suara di rapat umum nanti, tapi sayangnya Aldo merupakan orang yang sulit sekali ditemui. Hingga detik ini bahkan ia tidak bisa bertemu dengan sosok itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Merajut Asa
RomanceBella merasa terkhianati saat lelaki yang telah menjadi kekasihnya selama lima tahun memilih untuk melepaskannya dan kembali pada wanita yang telah sang ayah jodohkan. Rasa ingin membalaskan dendam sangat kuat, Bella ingin mereka hancur, Bella ingin...