8. Makhluk Tidak Berdosa

92 23 2
                                    

****

Berbaring miring di atas ranjang seraya mata menatap kosong keluar jendela, Bella tidak bisa berhenti menghela napasnya berulang-ulang. Wajah wanita itu tampak pucat, bulu matanya berkedip pelan dan sesekali ia terpejam demi menetralkan dentam di dada. Tangannya yang berada di atas perut tanpa sadar mengelus bagian itu dengan lembut.

Ia hamil. Kalimat itu yang terus terngiang di dalam kepala. Bella kira mimpi, karena tidak terlintas sekali pun di dalam kepalanya kalau ia akan menjadi seorang ibu. Bahkan saat bersama Sean dulu, Bella tidak pernah terpikirkan akan memiliki anak. Tapi semua nyata, apa yang ia hadapi ini adalah kenyataan.

Mungkin untuk sebagian wanita, kehamilan adalah anugerah, sesuatu yang sangat ditunggu. Namun bagaimana dengannya yang hamil tanpa seorang suami? Apa bayinya bisa disebut sebagai anugerah juga? Apa bayinya akan bahagia jika dilahirkan?

Ya ampun ....

Bella tidak tahu harus apa saat ini. Tentu ia tidak siap jika harus memiliki bayi, makhluk lemah yang gemar menangis itu pasti hanya akan menyusahkan hidupnya. Menambah beban masalahnya. Dunia sudah terlalu menyebalkan untuk ditempati, ia tidak mungkin membawa makluk yang tidak berdosa itu untuk ikut merasakan penderitaannya.

Bella tidak ingin menjadi seperti Ibu. Ia tidak ingin bayi itu melewati hari-hari seperti dirinya kecil dulu. Apa memang seharusnya ia melenyapkan bayi itu?

"Astaga!" Disa berseru panik, tubuhnya mondar mandir tidak jelas membuat Bella yang masih berbaring mendesah dengan mata berkedip lemah. "Gue gak habis pikir, Bel!"

Sejak tadi, wanita yang lebih tua dua tahun darinya itu tidak berhenti bergerak. Disa sibuk kesana kemari dengan wajah panik seraya tangan bertolak di pinggang dan bibir yang terlipat tipis. Sesekali ia memijat keningnya yang pening.

Disa benar-benar terkejut saat mendapati hasil positif pada ketiga alat tes kehamilan yang Bella gunakan tadi. Ia tahu artisnya bukan wanita suci, tapi Disa pikir Bella tidak akan sejauh itu hingga berani menampung benih laki-laki di dalam perutnya.

"Sekarang kita harus gimana?! Elo baru aja tanda tangan kontrak, Bel. Gak mungkin tiba-tiba kita batalin gitu aja!" Ia mengomel lagi dengan wajah menegang yang kentara. "Kalo Manajemen tau, lo bakalan langsung dicut sama mereka! Lo mau kerja apa?"

Bella tidak merespon apa pun, bahkan saat Disa mengatakan kalau karirnya akan hancur, Bella masih memasang wajah biasa-biasa saja sambil menarik napasnya dan menghembuskan itu pelan.

"Lo punya solusi?"

Tentu tidak. Jangankan memikirkan solusi, ia saja tidak tahu cara meredam mual yang terjadi padanya saat ini. Sungguh, apa hamil memang semenyebalkan ini?

"Biaya pinaltynya itu ratusan juta, Bel! Gue yakin manajemen akan lepas tangan, dan semua akan dilempar ke elo," omel wanita itu bersama wajah yang memerah. "Oke, kalo cuma bayar pinalty mungkin lo bisa, tapi gimana sama karir lo kalo media tahu lo hamil di luar nikah?" Ia mendesah berat. "Lo bakalan ancur, Bel. Lo ancur!"

Bella mengalihkan perhatiannya dari memandangi langit di luar sana, menjadi menatap tubuh Disa yang bergerak tak mau diam. "Lo bisa berhenti gak, Dis? Gue pusing lihat lo dari tadi mondar mandir gitu," keluh Bella yang masih tetap pada posisinya. Hanya melihat Disa saja ia sudah merasa mual.

Wanita itu berdecak. "Lo masih bisa ya bersikap santai di saat kayak gini?" Lalu menganga tak habis pikir. "Kontraknya dua tahun, Bel! Lo bakalan jadi Brand Ambassador produk pelangsing dengan tubuh lo yang berbadan dua itu!"

"Gue paham, tapi ngelihat lo terus mondar mandir kayak gitu malah bikin gue makin pusing. Gue mual, Dis."

Disa sontak berhenti, bersandar pada meja kaca yang ada di dalam kamar Bella. Dengan wajah panik, Disa lantas menggigit kuku jarinya seraya berpikir. "Kayaknya lo harus cerita sama Jona."

Merajut AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang