5. Peduli

99 20 0
                                    

****

Jona tahu dirinya sudah gila saat tiba-tiba saja ia sudah berdiri di depan pintu apartemen wanita itu. Jona sadar seharusnya ia tidak perlu melakukan ini, tapi hati kecilnya seolah membenarkan dengan alasan manusiawi. Ya, anggap saja ia melakukan ini agar tidak ada kabar kematian yang akan ia dengar nantinya melalui stasiun televisi.

Seorang Model terkenal meninggal karena bunuh diri setelah diputusi sang kekasih.

Ck! Pikiran konyol darimana itu?

Masa bodo lah, anggap saja ia sedang dalam misi menyelamatkan nyawa seseorang.

"Jona?" Pintu di depannya terbuka, memunculkan sosok yang sejak tadi ia cemaskan. "Elo? Ngapain?" tanya Bella menatapnya keheranan.

Jangankan wanita itu, ia sendiri pun merasa heran kenapa bisa seimpulsif ini.

Jona lantas memindai tubuh Bella, memastikan kalau wanita itu tidak menyakiti dirinya sendiri untuk percobaan bunuh diri. Semua tampak baik-baik saja, atau mungkin Bella belum sempat mengakhiri hidupnya karena Jona yang keburu datang?

"Mau apa ke apartemen gue?" Bella bersidekap, wajah yang tadi terlihat bingung berubah jutek. Jangan lupakan saat terakhir kali mereka bertemu, Jona meninggalkannya di kamar hotel sendirian setelah menidurinya—meski lelaki itu pergi atas permintaannya sendiri. Bella masih kesal karena itu. "Bukannya urusan kita udah selesai?"

Joan mendengkus dalam hati, melihat seperti apa respon Bella saat ini, Jona yakin kalau wanita itu tidak sedang dalam keadaan patah hati hingga membuatnya nyaris mengakhiri hidupnya sendiri.

Ck, percuma saja ia mengkhawatirkan wanita itu dan datang ke sini.

"Urusan kita emang udah selesai."

"Terus mau apa ketemu gue? Mau ngajakin kerja sama lagi?" Bella berdecih. "Sorry, gue gak mau!"

Bella tebak, pasti Jona ke sini karena tidak terima atas statment Sean dalam konferensi pers yang lelaki itu lakukan di depan awak media. Sejujurnya Sean tidak akan melakukan itu kalau saja sosok wanita yang digosipkan dengannya bukan seorang public figure. Selain membersihkan nama baiknya, Sean juga harus mengembalikan kepercayaan istri dan mertuanya.

"Gue gak akan mengulangi kesalahan yang sama, Bel," balas Jona dingin.

"Maksud lo tidur sama gue?" Bella mengejeknya dengan sebelah sudut bibir yang tertarik ke atas. "Kesalahan? Karena baru tahu gue sehebat itu di atas ranjang?"

Jona mengesah. Sungguh pembahasan yang paling ingin ia hindari adalah kejadian malam itu. Selain karena tidak seharusnya mereka berbuat sejauh itu, Jona juga takut kalau ia tidak bisa menahan hasrat untuk tidak mengulanginya saat sedang bersama dengan Bella. Karena Jona tahu senikmat apa tubuh mereka saat menyatu.

"Gue ke sini cuma mau mastiin kalo elo gak akan bukan mulut sama Sean tentang apa yang udah gue lakuin ke dia!"

Bella merengut. "Buat apa gue kasih tau Sean?"

"Siapa tau lo mau nusuk gue dari belakang, atau lo mau balikan sama dia dan ngejual nama gue."

"Udah gila kali lo!" Bella meradang, bibirnya terlipat sebal dengan mata melotot tajam. Kedua tangannya yang tadi terlipat di depan dada kini terurai. "Sekali pun gue mau balikan sama Sean, gue juga ogah bawa-bawa nama lo!"

Jona mengedik. "Mana gue tau?" sindirinya. "Gue gak bisa begitu aja percaya sama cewek licik."

"Kayak lo gak licik aja!" balas Bella sewot. Ia tahu dirinya bukan wanita baik-baik, tapi bukan berarti Jona jauh lebih baik darinya. "Kita itu sama, Jo!"

Merajut AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang