9. Rasa Yang Sama

317 23 4
                                    

"Perlu ayah temenin masuk?" Tawar Yudha, begitu dia dan Naina sudah tiba di parkiran kantor polisi.

Naina mengangguk. "Temenin buat ngisi data aja. Nggak papa, kan? Aku takut diliatin sama polisinya."

"Polisinya kan, nggak buta! Ya jelas ngeliatin lah! Ada-ada aja kamu, nih!"

"Iya tau, tapi, aku tetep takut tau! Trauma ayah! Kalo tiba-tiba aku digrebek lagi gimana?"

"Selama kamu nggak bikin kesalahan, nggak bakal digrebek!"

"Tapi, pas sama Jeano sebulan yang lalu, aku kena grebek!"

"Karena kamu barengan sama si sumber masalah! Udah, ayo masuk! Ngomong mulu! Ayah sibuk!" Yudha keluar terlebih dahulu dari mobilnya.

"Dih, sok sibuk, tapi duitnya udah lama nggak pernah mampir di rekening gue!" Cibir Naina, lalu menyusul Yudha keluar dari mobil.

Setelah mengisi data yang diperlukan, salah seorang polisi mengantar Naina masuk. "Mohon tunggu sebentar."

Naina hanya mengangguk sekilas. Kedua netranya memperhatikan sekeliling ruangan yang sangat tertutup, bahkan ada sekat antara si pengunjung dan tahanan. Entah apa alasannya, Naina tidak tau.

Tidak lama kemudian, seorang laki-laki yang Naina kenal datang dengan wajahnya yang tampak lelah. Itu Jeano!

"Waktunya hanya lima belas menit."

"Terima kasih, pak." balas Naina.

Satu bulan lamanya Naina baru berani menemui Jeano, laki-laki itu sudah banyak berubah. Tubuhnya begitu kurus, wajahnya pucat, laki-laki itu juga mempunyai kumis, walaupun tidak begitu tebal. Benar-benar sangat berbeda dengan Jeano, yang Naina kenal 1 bulan yang lalu.

Jeano tersenyum kecil melihat Naina yang menjenguknya. "Hai, kamu datang."

Naina hanya balas tersenyum. "Kamu makin kurus." komentarnya.

"Aku makan seadanya, dan rutin minum obat juga."

Selanjutnya, tidak ada percakapan diantara mereka. Naina tertunduk, merasa bingung harus mengatakan apa. Semua kalimat yang sudah ia siapkan dari rumah pun mendadak lenyap, setelah melihat penampilan Jeano sekarang.

"Maaf."

Kepala Naina mendongak.

"Aku minta maaf, karena aku nggak kayak dulu. Maaf, karena aku nggak sesuai ekspektasi kamu. Inilah aku yang sekarang. Sekali lagi, aku minta maaf, Naina ..." Suara Jeano begitu sarat akan penyesalan.

"Aku juga minta maaf, karena kamu mungkin masih ngerasa shock, dengan apa yang terjadi satu bulan yang lalu. Suatu hari nanti, aku harap kamu bisa ketemu sama cowok baik-baik, yang sehat, waras dan bisa meratukan kamu. Maaf, karena aku merusak ekspektasi kamu soal masa depan kita. Dan, maaf sekali lagi, karena impian kita dulu nggak bisa terwujud."

Naina meremat tangannya sendiri, mencoba menguatkan hatinya. Inilah pilihan yang sudah ia buat, setelah berpikir selama 1 bulan lamanya. "Jeano."

"Ya?"

"Ayo kita tetap berteman, setelah kamu bebas nanti. Lagipula, kita ini masih saudara, kan?"

Jeano terdiam sejenak, sebelum akhirnya tersenyum dan mengangguk. "Iya."

"Kalo gitu, aku boleh sering-sering jenguk kamu, kan?" Pinta Naina.

Jeano terkekeh kecil. "Jangan sering-sering, aku ini pengedar narkoba. Mereka nggak akan kasih aku akses buat berinteraksi sama dunia dan orang luar terlalu sering. Cuma seminggu sekali."

Naina tersenyum mendengar penuturan Jeano.




***




Biarkan aku menikmati hidupku sekarang, hingga nanti aku siap bertemu orang baru yang bisa membuatku lupa denganmu...
Biarlah semua berjalan apa adanya, dan berlalu dengan semestinya...



Us, Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang