5. Jatuh Cinta Lagi

263 23 8
                                        

Yudha memeluk Winda dari belakang, ketika wanita itu sedang menikmati pemandangan Switzerland dari jendela hotel. Tidak ada percakapan diantara keduanya. Hingga Winda merasa bahu kanannya memberat, karena kepala suaminya yang bersandar di atasnya.

Winda tersentak, ketika merasa basah pada bahunya. Spontan saja Winda berbalik dan memeluk Yudha. Mengusap-usap punggung suaminya, mencoba menenangkan laki-laki itu.

Sejak Yudha mengatakan ingin pergi berlibur, Winda tau ada yang salah dengan suaminya itu. Entah apa yang sedang dipikirkan suaminya itu, Winda tak ingin memaksa Yudha untuk bercerita. Bahkan, ini sudah memasuki hari ketiga mereka di Swiss. Dan hari ini, sepertinya Yudha sudah tidak kuat jika harus menahannya sendiri, hingga laki-laki itu menangis.

Tidak ada ucapan apapun yang keluar dari bibir Winda. Wanita itu hanya diam dan memeluk suaminya, berharap dengan begitu, bisa meringankan bebannya.

Yudha sendiri hanya mengeratkan pelukannya pada sang istri dan menangis di bahu Winda, menyembunyikan wajahnya. Entahlah, laki-laki itu hanya belum siap untuk bercerita kepada Winda. Dan beruntungnya, istrinya itu mengerti. Tidak menanyakan apapun perihal, kenapa dirinya menangis.

Setelah merasa lebih baik, Yudha melepaskan pelukannya. Winda hanya tersenyum tipis dan mengusap sisa air mata yang masih mengalir dari mata suaminya.

Yudha menangkap kedua tangan istrinya yang masih mengusap air matanya dan mengecupnya. "Aku mau cerita."

Senyum di bibir Winda mengembang. "Aku udah nunggu itu."

"Tapi, apapun yang bakal kamu denger nanti, tolong tetap bertahan sama aku."

Winda terpaku. Sepertinya, masalah yang dihadapi suaminya sangat serius, hingga laki-laki itu berkata demikian. Tangan Winda terulur menyentuh pipi Yudha. "Apapun itu, aku akan bertahan sampai akhir sama kamu. Kamu lupa sama janji pernikahan? Kita berjanji, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita. Terlepas dari statusmu, ketika aku udah pilih kamu, itu artinya aku percaya, kalo kita bisa hadapi semuanya sama-sama."

"Termasuk soal anak-anakku?"

"Anak-anak kita." Koreksi Winda. "Walaupun empat putriku nggak lahir dari rahimku, mereka juga anakku, kan?"

Yudha mengeratkan genggaman tangannya pada Winda.

"Jadi, ini soal Raina, Naina atau Tara? Xiena jelas nggak mungkin, karena kamu sendiri yang bilang, kalo udah lepas tanggungjawab dari dia, dan aku setuju soal itu."

Mata Yudha terpejam, laki-laki itu juga menarik napas panjang, sebelum menyebut satu nama. "Naina."




***




Naina menyipitkan matanya, ketika melihat punggung seseorang yang begitu familiar. Perlahan, gadis itu mendekati sosok itu dan menepuk pundak laki-laki yang membelakanginya. "Jeano?"

Jeano terkejut dan langsung menyembunyikan ponselnya di dalam jaket kulit, yang dipakainya. Laki-laki itu lalu berbalik, ketika Naina menepuk pundaknya.

"Ternyata bener. Ngapain di sini?" Tanya Naina.

"Em ... itu ..."

Naina menaikkan kedua alisnya, melihat Jeano yang tampak gelisah. Hingga gadis itu ikut memperhatikan sekitarnya, ketika Jeano juga melakukan hal yang sama.

"Eng... cuma mau jalan-jalan di sekitar sini aja. Kamu sendiri ngapain di sini?"

"Lagi kerja. Aku ada pemotretan di sekitar sini!"

Us, Again Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang