SUDAH sejak pagi buta Karina telah menginjakkan kedua kakinya di sekolah. Telinganya disumpal oleh earpod yang telah disambungkan ke handphonenya menggunakan bluetooth, alunan musik dari penyanyi Arctics Monkey mengalun merdu membuat Karina sesekali mengangguk-anggukan kepalanya.
Sekolah masih tampak sepi, walau sudah ada beberapa siswi yang datang. Alasan Karina sudah datang lebih pagi dari biasanya karena pagi ini dirinya diantar Papa dan Mamanya yang hendak berangkat kerja. Momen ini sangat jarang sekali Karina rasakan, apalagi tadi pagi Venna tiba-tiba sudah menyiapkan bekal sandwich untuk putri tercintanya itu, menambah spirit Karina di pagi hari ini.
Tak butuh waktu terlalu lama, Karina sudah sampai di kelas tersayangnya itu. Dia berjalan masuk ke dalam kelas dan dilihatnya ada beberapa temannya yang sudah datang lebih dulu daripada dirinya. Gadis itu menjatuhkan pantatnya pada kursi tempat biasa dia duduk, dan melepas ransel berwarna cream dikedua pundaknya. "Karin, lo udah ngerjain tugas sejarah wajib?"
Yang ditanya pun menoleh, kemudian dia melepaskan sebelah earpodnya. "Udah tapi baru setengah, hehe. Gue kurang ngerti sih dinomor terakhir itu maksudnya gimana, Ki." sahut Karina jujur. Lalu dia membuka tas ranselnya dan mengambil buku sejarah wajib untuk ditunjukkannya kepada Kintan.
Kintan adalah salah satu teman sekelas Karina yang tergolong pintar dan selalu mendapat ranking setiap pengambilan raport. Walaupun dia pintar, Kintan tak pelit untuk berbagi ilmu. "Ohh yang terakhir gue ngerjainnya tentang kontribusi yang pernah dilakuin sama tokoh-tokoh yang udah kita sebutin di nomor satu. Setau gue gitu, sih."
"Boleh liat punya lo ga?" tanya Karina.
Temannya itu mengangguk kemudian mengambil buku diatas mejanya dan memberikan pada Karina, yang langsung diterima senang hati oleh Karina. Tangan Karina membuka lembar terakhir buku sejarah wajib milik temannya itu, ia sibuk membaca jawaban yang Kintan kerjakan di nomor terakhir. "Ohh oke deh, thanks, ya, Ki."
"Lho ga lo foto?"
Karina menggeleng sembari tersenyum tipis. "Ngga usah, lagi mau mikir gue."
"Gaya lo," pungkas Kintan yang disahuti dengan cengiran oleh Karina.
Anak gadis itu kembali duduk dari bangkunya dan berniat mengerjakan satu nomor tugas sejarah yang belum dia kerjakan, lantaran belum mengerti. Earpod di sebelah telinganya kembali ia pasang sembari mengerjakan tugas sejarah. Alunan musik dan tugas, perpaduan yang sempurna.
Sembari mendengarkan musik, Karina meng-searching mengenai tugas sejarahnya itu. Setelah didapat kontribusi para tokoh-tokoh sejarah, Karina mencatatnya di buku.
"Anjay seorang Mauretta Karina nugas pagi-pagi," sapaan dari seseorang yang Karina hafal sekali suaranya.
"Iyalah, gue mah anak rajin. Apaan lo baru dateng lima belas menit sebelum bel." cibir Karina dengan kedua mata yang fokus menulis.
Shafira duduk dibangku sebelah sahabatnya, menaruh ponselnya diatas meja. "Anak rajin mah ngerjain PR di rumah bukan di sekolah," balas Shafira. "Btw ngerjain apaan lo nyet?"
"Sejarah," sahut Karina pendek.
"Ha? Emang ada tugas?" tanya Shafira dari mimik wajahnya terlihat kaget. Karina yang menyadari itu langsung tersenyum miring.
"Halah belom ngerjain, kan, lo."
Shafira menyengir. "Hehehe, lupa."
"Yaudah ntar liat punya gue, dikit lagi selesai."
Shafira mengacungkan jempol. "Gue ke kantin dulu, dah. Mau beli air mineral,"
"Eh nitip dong, Ra. Susu ultra caramel satu," ucap Karina yang disahuti 'oke' oleh Shafira, dan cewek itu melipir ke kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
MahardiKarina
Teen FictionLangit Adrian Mahardika. Cowok berparas diatas rata-rata dengan kepintarannya yang sudah tidak diragukan lagi sekaligus MABA universitas negeri di Yogyakarta. Mauretta Karina. Perempuan yang dipaksa masuk jurusan IPA, bodoh dalam pelajaran matematik...