1 - awal mula

341 259 751
                                    

Bodoh. Bodoh. Bodoh.

Entah karena alasan apa, anak laki-laki dengan rambut sedikit messy mengucapkan rentetan kalimat yang sangat bertolakbelakang dengan kamus dalam hidupnya.

Baiklah, perkenalan dia Langit Adrian Mahardika—cowok berperawakan tinggi yang tahun ini merupakan mahasiswa baru di Universitas negeri terkenal yang ada di Yogyakarta. Kulit kuning langsat sedikit kecoklatan, alis yang menukik tebal, dan kedua mata tajamnya mampu membuat lawan bicara tak berkutik jika menatapnya.

Hobi bermain basket namun tidak mampu mengurangi kadar kepintarannya dibidang akademis–perpaduan yang sangat amat sempurna.

"Nih, ketik ID LINE lo di sana." Gadis itu mengulurkan benda elektronik miliknya pada Langit yang langsung direspon dengan kerutan di dahi.

"Siapa lo nyuruh-nyuruh?"

"Wah lo ngajak gelut ye?!"

Langit memasang wajah datar andalannya, jemari tangan kanannya menggerakkan ujung sedotan yang diarahkan ke mulut dan menyeruput minuman caramel macchiato sebelum berucap. "Gue ga mau lo menyalahgunakan ID LINE gue,"

Gadis berambut kucir kuda itu tertawa garing. Lebih ke arah meremehkan tepatnya. "Lo artis bukan, selebgram bukan, gaya banget ngomong gitu."

"Who knows?"

Gadis itu memutar bola matanya. Lebih baik melanjutkan tugas matematikanya yang belum berhasil ia kerjakan satu nomor pun daripada berdebat dengan laki-laki sok kecakepan yang ada dihadapannya.

Emang cakep, sih.

Cuma....

Ah sudahlah.

Perempuan itu Mauretta Karina—yang lebih suka dipanggil Karina ataupun Karin. Bersekolah di salah satu sekolah swasta di Jakarta Selatan, SMA Garuda. Masuk jurusan IPA namun benci sekali matematika beserta mata pelajaran hitung-menghitung yang lainnya. Alasan ia masuk jurusan IPA, ya karena dipaksa oleh Venna–Sang ibu tercinta. Juga diiming-imingi akan dibelikan handphone iPhone keluaran terbaru yang harganya puluhan juta, siapa yang mampu menolaknya?

Kesal karena laki-laki dihadapannya tidak mau berbagi ilmu dengan dirinya, Karina membolak-balik lembar halaman buku tebal tersebut–mencoba mencari rumus-rumus yang tersedia. Tampangnya doang cool tapi pelitnya nauzubillah, hih!

"Masih kelas sepuluh gayanya sok jagoan," cibir Langit dengan suara yang pelan namun tak urung membuat perempuan itu tidak mendengarnya.

Dia gak budek, ya!

Karina yang semula pandangannya terfokus pada buku, kini beralih. Memandang cowok itu dengan kekesalan yang sudah memuncak, sangat ekspresif sekali–seperti biasanya. "Gue mau naik kelas sebelas asal lo mau tau!"

"Oh."

Sekadar information, Karina sedikit kesal jika lawan bicaranya hanya menjawab 'oh' seperti yang laki-laki itu lakukan barusan apalagi dengan suara yang terkesan disengaja. Untuk melampiaskan kekesalannya, anak perempuan itu menendang keras kaki Langit yang hanya dibalut celana training puma berwarna hitam.

Duk!

"Shit," Langit mengumpat. Ikut menatap gadis yang terang-terangan juga menatap ke arahnya. Berani sekali nyalinya, pikirnya. "Mau lo apa?"

"Ajarin tugas matematika gue please?"

Langit mengendurkan otot bahunya yang terasa sedikit tegang, dia menatap malas wanita keras kepala yang berada dihadapannya. "I'm busy person," balas laki-laki itu dengan singkat sebelum melirik jam dilayar ponselnya.

MahardiKarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang