8 - Langit marah?

128 77 194
                                    

DILIHATNYA Langit sedang membuka kitchen set kemudian menengok ke arah dirinya. "Nasi goreng apa spaghetti?"

"Nasi goreng!" sahut Karina tanpa berpikir panjang.

Dia penasaran apakah Langit benar-benar jago dalam bidang memasak atau tidak. Lagipula Karina pengin juga mencicipi masakan anak cowok itu, dan Karina pikir tidak ada salahnya dia memilih masakan yang menurutnya 'agak' susah dibanding dengan opsi kedua yang ditawarkan oleh Langit barusan.

Tanpa berbasa-basi Langit memulai kegiatan memasak nasi goreng yang akan menjadi makan malam lebih awalnya hari ini, karena sekarang waktu baru menunjukkan pukul setengah enam sore. Langit mengawalinya dengan mencuci cabai-cabai dan perbawangan dibawah air mengalir.

"Ada yang perlu gue bantuin ga?" Karina bertanya bertepatan dengan Langit selesai mencuci cabai-cabaian itu.

Langit menyahut. "Potongin keju sama sosis aja, ada di kulkas."

Karina mengangguk patuh dan segera mengambil bahan yang disuruh oleh Langit barusan. "Lo mau bikin nasgor sosis keju?"

Alis Langit tampak mengerut, walaupun Karina tidak sempat melihatnya. "Menurut lo?"

Gadis itu merenggut, kemudian menutup pintu kulkas dengan ditangannya memegang bungkusan sosis ayam dan keju batangan. Karina seharusnya mulai terbiasa dengan celetukan Langit yang seringkali tidak difilter itu, oh ya, tak lupa juga dengan ekspresi datar yang setiap saat menghiasi wajah gantengnya itu.

Eh?

Tadi dia bilang apa?

Ganteng?

"Pisau dong," ucap Karina yang mengandung unsur permintaan, dan Langit dengan cekatan mengambil pisau itu ditempat biasa.

Karina menerimanya dan mulai memotong sosis yang sudah dibuka plastik tipisnya menjadi beberapa potongan. "Ini kejunya mau dipotong juga?"

"Iya,"

"Kenapa ga pake keju mozza?" Karina bertanya sembari menoleh ke samping, memandangi Langit yang ingin mengulek cabai beserta bawang-bawangan.

"Lo suka?"

Karina mengangguk. "Biasa aja sih sebenernya, tapi kayaknya bakalan enak kalo lo masaknya bener."

"Yaudah, ambil kejunya." sahut Langit.

Dengan patuh Karina mengembalikan keju balok yang tadi sudah dia ambil ke tempat semula dan menggantikannya dengan keju mozzarella yang ternyata sengaja disimpan di kulkas oleh sang pemiliknya.

Karina sempat heran karena isi kulkas di rumah Langit ternyata sangat tersusun rapih, bahkan perihal kaleng soft drink saja laki-laki itu susun sesuai dengan mereknya. Tipikal yang sangat perfeksionis, pikirnya.

Bingung karena harus melakukan apa lagi untuk membantu cowok itu memasak, Karina menopang kepalanya menggunakan sebelah tangannya sambil memperhatikan Langit yang sedang sibuk mengulek cabai.

Ia baru sadar bahwa Langit sudah memakai apron, entah kapan anak laki-laki itu memakainya. Yang jelas Karina baru menyadarinya.

"Rumah lo sepi banget, lo ga ngerasa kesepian apa Lang?" Karina membuka suara. Kedua matanya masih fokus pada anak laki-laki yang memakai apron polos berwarna coklat susu itu.

"Udah biasa." sahut Langit singkat.

Ia mengangguk kepalanya hingga beberapa kali, pertanda mulai sedikit mengerti dengan keadaan keluarga Langit. "By the way kalo gue manggil lo langsung pake nama boleh ga? Ga sopan sih, gue maunya panggil lo Bang Ian."

MahardiKarinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang