Happy ReadingRenjun menyernyit saat ia menemukan sebuah kertas yang tampak masih baru tergeletak tak jauh dari tempatnya ia berdiri. Ia meletakkan kayu bakar yang sudah ia ikat ke tanah lalu mengambil kertas itu. Kertas yang ia pegang berwarna putih tulang dengan sedikit usang pada bagian tepinya. Tampaknya kertas ini masih baru namun terbawa angin sehingga sedikit rusak.
Renjun membaca kalimat yang tertulis di kertas itu. Tampak tulisan latin bertinta emas tertoreh di atas kertas itu. Dahi Renjun berkerut, ia segera melipat kertas itu lalu ia masukkan di saku jubahnya.
"Ibu! Ayo kita kembali, sudah mau hujan!" Teriakan melengking dari anaknya terdengar. Segera Renjun mengangkat kayu bakarnya dan menghampiri anaknya.
"Memangnya Lele tau tanda-tanda akan hujan?" Tanya Renjun sambil menggandeng tangan mungil anaknya.
"Kata ayah jika langit menjadi gelap itu akan hujan. " Jawab Chenle dengan semangat.
"Pintarnya! Mari kita pulang. " Ajak Renjun.
Renjun sedikit melunturkan senyumannya. Tadi pagi suaminya baru saja kembali ke kerajaan setelah dua malam menginap. Renjun selalu mengantar kepergian dan menyambut kedatangan suaminya dengan senang hati. Tetapi tidak kali ini, Renjun sedikit merasakan firasat aneh. Ia menatap Chenle yang masih berjalan riang sambil memakan buah persik yang ia bawa tadi dari rumah.
"Ibu, kapan ayah kembali lagi?"
Renjun menatap Chenle.
"Loh kan baru tadi pagi ayah kembali bekerja. "
"Lele hanya merasakan jika ayah akan pergi lama."
Renjun mengusap kepala anaknya. Chenle memang memiliki ikatan batin luar biasa dengan Jeno. Renjun tidak terkejut dengan hal itu. Pasti Chenle juga merasakan hal yang sama dengan dirinya.
"Ayah akan segera kembali sayang. Ayah sedang mencari makan untuk kita. " Jelas Renjun hati-hati. Ia tidak mau membuat Chenle berfikir macam-macam.
Sepasang ibu dan anak itu berjalan riang keluar dari hutan. Renjun menggendong seikat kayu di punggungnya sementara Chenle membawa keranjang buah yang tidak terlalu berat. Keduanya berjalan ke arah di mana tidak ada orang yang menuju ke sana. Karena keduanya memang bukan penduduk desa bukan juga penduduk kerajaan. Renjun dan Chenle hidup di sebuah bukit yang sama sekali tak ada manusia yang menjamah kecuali mereka.
Apakah Renjun tidak takut terdapat hewan buas di sekitar mereka? Tentu saja takut. Tapi semuanya sudah di atur oleh Jeno, suaminya. Renjun yakin jika ia dilindungi oleh Jeno. Terkadang Renjun juga rindu dengan tetangganya di desa. Mereka semua menerima keberadaan Renjun yang saat itu mengandung Chenle tanpa seorang ayah. Mereka tidak menaruh benci pada Renjun. Karena mereka semua tahu jika Renjun pernah menikah walau tidak tahu siapa orangnya.
"Lele tunggu di sini ya. Ibu akan menaruh kayu ini di dekat dapur. " Ucap Renjun saat mereka sudah sampai di rumah.
Chenle mengangguk lalu duduk manis sambil menunggu ibunya.
"Ayo cuci tangan dan kaki. Setelah itu Lele tidur siang ya. " Ucap Renjun lalu menggendong Chenle ke bilik air.
Jeno menatap tidak percaya istana di depannya. Ia baru saja sampai bersama Hendery dari rumah Renjun. Namun apa yang ia lihat sekarang? Istana itu dipenuhi bunga-bunga dan hiasan lainnya. Banyak orang berlalu lalang dan para prajurit pun juga berjajar rapi di tepi pelataran. Jeno masuk dan langsung di sambut bungkukan semua warga kerajaan.
"Hyung ada apa ini?" Tanya Jeno pada kakak sepupunya yang juga ada di sana.
Minhyung menarik tangan Jeno dari sana lalu membawanya ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada Haechan yang sedang menidurkan Jisung. Jeno bingung dengan semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because, I'm a King
FantasyRenjun berusaha memejamkan matanya. Melupakan kertas pamflet pemberitahuan dari kerajaan yang menampilkan nama suaminya dan nama seorang gadis. Renjun tahu. Dan ia ikhlas. Suaminya akan menikahi Permaisurinya. #5 noren (05/01/23) #4 noren (12/01/2...