Seorang pemuda manis menatap jalanan yang dipenuhi oleh banyak orang yang berlalu lalang. Mata cantiknya mengikuti setiap orang yang lewat dihadapannya. Ia kini tengah duduk di trotoar jalan tanpa perduli tatapan aneh dari beberapa orang yang melewatinya.
Pemuda manis itu terkejut saat ada seseorang yang tiba-tiba ikut duduk disampingnya. Ia menoleh dan mendapati seorang pemuda yang cukup tampan tengah tersenyum kearahnya.
"Boleh kutau siapa namamu?" tanya pemuda tampan itu.
Pemuda manis itu kembali menatap ke jalanan. "Aku itu siapa, aku itu apa, aku sendiri juga sedang mencari tau."
"Benarkah? Kalau begitu biar aku yang memperkenalkan diri. Namaku Hwang Hyunjin. Kau bisa memanggilku Hyunjin."
"Baiklah, Hyunjin."
Pemuda bernama Hyunjin itu ikut menatap jalanan. "Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Aku juga tidak tau."
Hyunjin menoleh. "Apa kau keberatan aku menemanimu disini?"
"Tidak. Ini tempat umum. Kau bebas duduk dimanapun kau suka."
Hyunjin mengangguk. "Kau sedang dalam suasana hati yang buruk ya?"
Pemuda manis itu menghela napasnya. "Aku hanya tidak ingin mendengar pertanyaan saat ini. Rasanya aku bosan sekali dengan segala pertanyaan."
"Kalau begitu gantian kau saja yang bertanya. Aku yang akan menjawabnya."
Pemuda manis itu menatap Hyunjin. "Kau tau siapa aku?"
"Tidak, karena kau tidak memperkenalkan dirimu padaku sebelum ini."
"Kalau begitu, aku ini apa? Apa alasan keberadaanku sebenarnya?"
Hyunjin tersenyum. "Kau adalah pemuda manis yang bisa membuatku ikut duduk disini dan mendengarkan pertanyaanmu. Keberadaanmu bisa mempunyai banyak alasan. Salah satunya adalah membuat hariku menyenangkan saat ini."
"Apa yang kulakukan sampai membuat harimu menyenangkan?"
"Aku sedang sangat bosan sejak tadi. Begitu aku melihatmu dan mengajakmu bicara, rasanya menyenangkan untukku."
"Kau pasti sering membuat orang lain salah paham dengan ucapanmu."
"Kenapa begitu?"
"Kau tidak boleh bertanya."
Hyunjin terkekeh. "Baiklah, baiklah. Aku hanya akan menjawab sekarang."
Pemuda manis itu menatap jalanan lagi. "Bolehkan aku mengatakan isi kepalaku padamu?"
"Tentu. Mungkin itu bisa membuatmu lebih baik. Lagipula kita tidak saling kenal. Kau tidak perlu khawatir aku akan membocorkannya pada orang yang kau kenal."
"Benar juga sih. Tapi kalau kau memang mau membocorkannya juga tidak masalah untukku." Pemuda manis itu menghela napasnya. "Aku sangat lelah. Lelah dengan semua hal di sekelilingku. Orang-orang yang kupercaya, menyakitiku. Orang-orang yang kusayangi, meninggalkanku. Keluarga yang kumiliki, hanya ingin memanfaatkanku. Aku benar-benar lelah."
Hyunjin mendengarkan keluhan pemuda manis itu dengan serius.
"Sudah beberapa hari aku tidak tidur dengan baik. Insomnia yang kumiliki makin menjadi. Mungkin itu karena aku terus saja memikirkan hal-hal yang tidak bisa kutemukan jawabannya." lanjutnya.
"Kalau begitu jangan kau pikirkan. Kau bisa mengabaikan hal-hal yang bisa mengganggumu."
"Kalau aku bisa juga sudah kulakukan." ujarnya. "Sayangnya pikiran itu sudah menumpuk dan menjadi dinding yang sangat tinggi. Dan saat melihat dinding itu, rasanya menakutkan dan juga menyakitkan."
Hyunjin kembali hanya mendengarkan tanpa memberi komentar. Sepertinya pemuda manis di hadapannya ini butuh orang yang mau mendengar keluh kesahnya.
"Kadang pikiran itu berubah menjadi suara. Suara-suara itu benar-benar menggangguku. Aku ingin melarikan diri dan bersembunyi. Tapi akhirnya aku malah tersesat tanpa tujuan. Apa lagi yang harus kulakukan sekarang?"
"Kau... sebenarnya hanya butuh orang yang bisa kau percaya."
Pemuda manis itu menatap Hyunjin. "Aku sudah berusaha mencarinya. Orang itu tidak pernah ada."
"Kalau begitu, kau harus mulai dengan percaya pada dirimu sendiri. Tanpa itu, tidak akan ada satu orangpun di dunai ini yang bisa kau percaya."
"Itupun sedang kucoba. Tapi rasanya juga melelahkan. Jadi aku menyerah dengan itu."
Hyunjin mengangguk. "Tidak masalah sih kalau kau memang sudah menyerah. Yang penting kau tidak merasa rendah diri pada dirimu sendiri."
Pemuda manis itu menatap Hyunjin dengan bingung.
Hyunjin tersenyum. "Setiap orang punya nilai dirinya masing-masing. Dan nilai itu ditentukan oleh diri kita sendiri. Kalau kau menilai dirimu berharga, maka kau itu berharga. Begitu pula kebalikannya. Makanya kau tidak boleh merasa rendah diri. Itu sama saja kau tidak menghargai dirimu sendiri. Setiap orang itu berharga."
"Kau itu siapa sebenarnya?"
"Aku Hwang Hyunjin. Bukankah aku sudah memperkenalkan diriku?"
Pemuda manis itu terkekeh. "Ya, kau sudah melakukannya. Tapi bukan itu yang aku maksud."
Hyunjin ikut terkekeh. "Kenapa memangnya? Sudah mulai tertarik padaku?"
"Kau ini punya kebiasaan menggoda orang asing yang kau temui di jalanan?"
"Eyy, tentu saja tidak. Aku hanya melakukan itu padamu saja."
Pemuda manis itu kembali terkekeh.
"Kau mau kutemani mencari jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan yang mengganggumu?" tanya Hyunjin.
"Hidupku itu sulit. Apa kau sanggup ikut denganku?"
"Aku yakin aku sanggup."
"Percaya dirimu tinggi sekali, ya."
Hyunjin terkekeh. "Aku serius. Sebenarnya sejak awal melihatmu tadi, aku sudah sangat tertarik padamu. Makanya aku nekat mengajakmu bicara."
"Wah, wah, terus terang sekali."
"Jadi, bagaimana tawaranku?"
"Boleh saja. Tapi, kau harus memulainya dengan perlahan."
Hyunjin tersenyum lebar. "Kalau begitu, boleh aku tau siapa namamu?"
Pemuda manis itu ikut tersenyum. "Felix. Lee Felix.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
[ HyunLix ] - I Am Who
Short StoryBeberapa cerita pendek tentang Hyunjin dan Felix dari lagu-lagu yang ada di album I Am Who.