Mixtape #2

201 25 1
                                    

Even Shadow Needs Light to Exist

Even Shadow Needs Light to Exist

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyunjin menatap langit sore yang mulai gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyunjin menatap langit sore yang mulai gelap. Sejak tadi langit memang sedang gelap karena mendung, dan kini langit mulai makin gelap karena sebentar lagi malam akan tiba.

Hyunjin tersenyum. Ia mengingat kembali hari itu. Hari dimana ia bertemu dengan seseorang yang sangat berharga untuknya. Hari dimana ia merasa ia sudah terjatuh sangat dalam pada kegelapan, lalu dia datang dan memberi cahaya yang begitu terang padanya.

"Hyunjin."

Hyunjin mengalihkan pandangannya dari langit. Ia tersenyum saat melihat seorang pemuda manis tengah berlari ke arahnya.

"Sudah lama menunggu?" tanya pemuda manis itu saat sudah ada di sebelah Hyunjin.

"Tidak kok. Kau tidak perlu berlari begitu, kan?" Hyunjin mengusap keringat yang ada di dahi pemuda manis itu.

Pemuda manis itu mengeluarkan cengirannya. "Aku tidak sabar ingin bertemu denganmu. Aku merindukanmu."

"Aww, Felix manisku sudah merindukanku lagi?"

Pemuda manis bernama Felix itu langsung memeluk Hyunjin. "Sangat rindu. Memangnya kau tidak rindu padaku?"

"Mana mungkin aku tidak merindukanmu?" Hyunjin balas memeluk Felix. "Ayo masuk ke dalam. Sepertinya hujan akan turun sebentar lagi."

Felix mengangguk. Ia melepaskan pelukannya pada Hyunjin dan sebagai gantinya, ia memeluk sebelah lengan Hyunjin, dan tangan Hyunjin yang satunya menarik koper yang pemuda manis itu bawa.

Mereka pun berjalan berdampingan menuju ke dalam rumah yang sudah mereka tempati bersama setahun belakangan ini.

Felix langsung berlari menuju kamar mereka, begitu Hyunjin membuka pintu rumah itu. Menunggu Hyunjin yang tengah mengunci kembali pintu itu, datang padanya.

"Bagaimana kabar keluargamu?" Hyunjin yang baru datang langsung merebahkan dirinya di samping Felix yang sudah berbaring di atas tempat tidur.

"Baik tentu saja." Felix kembali masuk ke dalam pelukan Hyunjin. "Mereka merindukan menantu mereka ini."

Hyunjin terkekeh. "Aku akan mencoba mengatur jadwalku supaya kita bisa kesana bersama dalam waktu dekat ini."

"Kau tidak nakal selama aku pergi, kan?"

"Mana mungkin aku bisa berbuat nakal kalau yang ada di pikiranku cuma Felix manisku ini, hum?"

Felix terkekeh. "Aku percaya padamu."

Hyunjin tersenyum. "Oh iya, Lix. Tadi saat menunggumu, aku mengingat sesuatu."

"Apa itu?"

"Saat pertama kita bertemu. Saat itu juga langit sedang mendung, bukan?"

Felix mencoba menggali lagi ingatannya. "Ah, aku ingat. Waktu itu kau hampir saja melompat dari atas jembatan, kan?"

"Hm, kau benar. Entah apa yang terjadi kalau saat itu kau tidak datang kesana."

"Kau akan melompat, dan aku tidak akan punya pasangan setampan dirimu."

Hyunjin menarik hidung Felix. "Mudah sekali bicaranya."

Felix terkekeh. "Tapi nyatanya kan tidak. Kau ada disini dan sedang memelukku."

Hyunjin memeluk Felix dengan erat. "Makanya aku sangat mencintaimu. Aku tidak akan pernah melepaskan mu apapun yang terjadi."

Felix kembali terkekeh. Ia menyamankan dirinya dalam pelukan Hyunjin. "Aku tidak menyangka orang sepertimu punya masalah. Saat itu, kau adalah idaman semua orang. Kau tampan, pintar, baik juga ramah. Semua orang merasa kau adalah orang paling sempurna."

"Aku tau itu. Karena sejak awal aku memang membuat diriku terlihat sempurna. Aku tidak ingin ada satu orang pun yang tau bagaimana hidupku sebenarnya."

"Kenapa memangnya?"

"Karena aku tidak ingin dikasihani. Kau bisa lihat sendiri bagaimana aku hidup saat itu. Aku benar-benar hidup seperti bayangan dalam kegelapan."

Felix tersenyum. "Kau sendiri yang memilih hidup dalam bayangan itu. Kalau sejak awal kau membiarkan orang lain tau kalau kau kesulitan, pasti sudah ada banyak tangan yang terulur menarikmu keluar dari kegelapan itu."

"Kalau begitu aku tidak menyesal membiarkan diriku yang dulu hidup lama dalam kegelapan."

"Kenapa begitu?"

"Karena dengan begitu, aku bisa dipertemukan denganmu."

Felix terkekeh. "Hwang Hyunjin dan mulut manisnya."

Hyunjin ikut terkekeh. "Mengingat lagi masa itu entah mengapa sama sekali tidak menggangguku. Rasanya itu cuma salah satu mimpi buruk yang pernah kualami. Padahal saat itu aku benar-benar sudah putus asa. Berpikir kalau tidak akan ada masa depan untukku."

"Hm, aku melihatnya. Matamu saat itu benar-benar yakin untuk mengakhiri semuanya."

"Kau bisa melihatnya?"

Felix mengangguk. "Aku juga entah kenapa punya keberanian sebesar itu untuk menghentikanmu. Melihat matamu saat itu, aku merasa sangat ketakutan. Aku takut kau benar-benar pergi. Padahal aku juga tidak terlalu mengenalmu saat itu."

Hyunjin tersenyum. "Aku ingat saat kau berteriak padaku. Memintaku untuk tidak menyerah pada apapun masalah yang kuhadapi. Kau juga bahkan memintaku untuk membagi masalah itu padamu kalau itu terasa berat. Berkata kalau semua waktu yang sulit akan segera berlalu, jadi aku harus terus bertahan dan membuang semua rasa khawatirku."

"Kau mengingat semua itu?"

"Tentu saja. Kata-kata itulah yang membuatku bisa bertahan."

"Astaga, itu memalukan kalau kuingat lagi." Felix menyembunyikan wajahnya di dada Hyunjin. "Padahal aku juga punya segudang masalah yang harus kuhadapi saat itu."

Hyunjin terkekeh. "Dan kita bisa melewati semua masalah itu dengan baik, bukan?"

Felix mengangguk.

Hyunjin mengelus rambut Felix. "Kau tau, Lix, bahkan bayangan pun membutuhkan cahaya agar ia bisa terlihat. Dan bagiku, kaulah cahaya itu. Kau yang menarikku dari kegelapan yang terus menyelimutiku."

Felix memunculkan kembali wajahnya. "Tapi aku tidak mau kau jadi bayangan."

"Tapi aku akan tetap jadi bayanganmu. Menempelimu seumur hidupku." Hyunjin tersenyum lalu menciumi wajah Felix dengan gemas dan membuat pemuda manis itu tertawa riang.

"Kalau begitu aku juga tidak keberatan kau menempeliku seumur hidup." balas Felix disusul kecupan singkat di bibir Hyunjin.

"Kita memang sudah bersumpah untuk bersama seumur hidup kita." Hyunjin menggosokkan hidungnya dengan hidung Felix.

"Apa kau tidak akan menyesal?"

"Tidak akan pernah. Aku terlalu mencintaimu untuk menyesalinya. Apa kau menyesal?"

"Mana mungkin? Aku bahkan terlalu menggilaimu untuk menyesalinya."

Hyunjin terkekeh. Ia memang tidak akan bisa menang melawan si manis ini. Si manis yang merupakan cahaya hidupnya. Kalau dinilai gila, Hyunjin bahkan lebih menggilai Felix. Cintanya selalu bertambah seiring berjalannya waktu. Dan dia harap, Felix tidak akan pernah bosan dengan semua cintanya itu.

END

[ HyunLix ] - I Am WhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang