M.I.A

188 27 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Felix memperhatikan Hyunjin yang tengah tersenyum pada orang-orang di sekitarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Felix memperhatikan Hyunjin yang tengah tersenyum pada orang-orang di sekitarnya. Menatap wajah tersenyum itu dengan seksama.

'Senyum itu terlihat aneh.'

Hyunjin menengok ke arah Felix. Ia kemudian berpamitan pada orang-orang di sekitarnya, lalu berjalan menuju Felix yang masih menatapnya.

"Sejak kapan kau disini?" tanya Hyunjin saat sudah ada di depan Felix.

"Cukup lama untuk melihat kalau kekasihku sedang tebar pesona pada para gadis."

Hyunjin terkekeh. "Apa kau sedang cemburu sekarang?"

"Sayangnya tidak. Senyummu terlihat aneh, apa kau tau itu?"

"Begitukah? Para gadis itu terlihat menyukainya."

"Tsk."

Hyunjin kembali terkekeh, kemudian mengambil lengan Felix untuk ia genggam. "Aku sangat merindukanmu."

Felix menatap Hyunjin yang tengah tersenyum padanya. Senyuman itu, berbeda. Meskipun Hyunjin tersenyum, Felix bisa melihat bahwa itu bukan senyum Hyunjin yang biasanya. Senyuman itu begitu canggung.

"Aku yang harusnya bilang begitu." balas Felix.

"Maafkan aku. Sejak aku ditunjuk menjadi ketua angkatan, banyak sekali yang harus aku lakukan."

"Hm, kau bahkan meninggalkan kencan kita karena tiba-tiba para alumni datang ke sekolah."

"Kau masih kesal dengan itu? Maaf, ya? Aku benar-benar tidak bisa menolaknya saat itu."

"Tidak masalah. Aku mengerti posisimu."

"Ayo kita ganti kencan kita saat itu akhir pekan ini. Aku akan menyiapkan kencan yang indah untukmu."

Felix menghela napasnya. Entah mengapa ada yang aneh di hatinya saat ini. Orang yang ada di hadapannya ini benar adalah Hwang Hyunjin, kekasihnya. Tapi ada sesuatu yang berbeda tentangnya.

"Hyunjin." panggil Felix.

"Ya?"

"Aku benar-benar merindukanmu."

"Aku tau. Aku juga merindukanmu, Lix."

"Apa kau harus menjadi ketua angkatan kita?"

"Aku tidak bisa menolak mereka, Lix. Ini permintaan dari para senior kita."

"Kalau begitu, mari kita pikirkan lagi hubungan kita."

Hyunjin terkejut dengan ucapan Felix. Ia menarik lengan Felix yang ia genggam untuk ikut berjalan bersamanya. "Ayo bicarakan ini di tempat lain."

Felix pasrah saja saat Hyunjin menarik tangannya menuju ke atap gedung sekolah mereka. Memperhatikan bagaimana ekspresi Hyunjin yang mulai menggelap.

Hyunjin menghentikan langkahnya saat mereka sudah di atap sekolah. Membalikkan tubuhnya untuk menatap Felix. "Apa maksud peekataanmu itu? Apa kau mau hubungan kita berakhir? Kau tidak menyukaiku lagi?"

"Aku menyukaimu. Sangat menyukaimu, Hyunjin."

"Lalu kenapa?"

"Apa kau sadar kau sudah sangat banyak berubah sejak kau ditunjuk sebagai ketua?"

"Berubah bagaimana, Lix? Jadi tidak punya waktu denganmu? Aku minta maaf tentang itu. Tapi kau tau sendiri bagaimana sibuknya aku belakangan ini."

Felix menggelengkan kepalanya. "Bukan itu, Hyunjin."

"Lalu apa?"

"Saat ini, aku bahkan tidak merasa sedang berbicara dengan Hwang Hyunjin kekasihku." Felix menatap ke arah lain. "Aku tidak tau sejak kapan kau berubah seperti ini. Tapi belakangan ini aku merasa aneh tiap ada di dekatmu. Kau selalu berpura-pura tersenyum, bahkan saat bersamaku."

Hyunjin terdiam. Ia tidak menjawab. Lebih tepatnya ia tidak tau harus menjawab apa.

"Aku merindukanmu, Jin. Merindukan Hwang Hyunjin ku yang selalu tersenyum tulus padaku. Yang selalu memberiku tawa lepas yang juga membuatku ikut bahagia. Aku sangat merindukannya, Jin."

"Aku masih sama, Lix. Aku masih Hyunjin mu yang dulu."

Felix menggelengkan kepalanya. "Kau tidak bisa membohongiku, Jin. Aku tau juga kau lelah dengan keadaanmu sekarang. Kau tidak perlu memaksa dirimu melakukan hal yang tidak kau mau, Jin."

"Aku baik-baik saja, Lix. Aku bisa melakukannya. Karena itu, kumohon jangan tinggalkan aku sendiri. Aku tidak ingin berpisah darimu."

"Kau bahkan lebih mementingkan para senior itu daripada aku, apa gunanya aku ada bersamamu?"

"Aku janji aku tidak akan melakukannya lagi. Aku akan menempatkanmu jadi prioritasku, Lix."

Felix tidak membalas ucapan Hyunjin. Ia menatap Hyunjin yang tengah menatap Felix dengan tatapan yang sangat menyedihkan.

'Jangan melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku tidak suka melihatmu ketakutan begitu, Hyunjin.'

"Lix, aku mohon padamu. Aku akan melakukan apapun yang kau mau. Katakan padaku apa yang kau inginkan." ujar Hyunjin.

"Berhenti jadi ketua angkatan. Berikan jabatan itu pada orang lain."

"Kau tidak suka aku menjadi ketua? Aku jadi orang yang dikenal banyak orang dengan menjadi ketua. Bukankah itu hal bisa kau banggakan?"

"Aku tidak butuh kebanggaan seperti itu, Jin. Aku hanya mau dirimu. Aku hanya butuh Hwang Hyunjin ku. Kumohon. Aku hanya ingin Hyunjin ku kembali padaku."

Hyunjin menghela napasnya. Ia tidak tega melihat Felix memohon seperti itu. Tapi ia juga tidak tau harus berbuat apa. Ia setuju untuk menjadi ketua angkatan karena ia ingin Felix bisa bangga padanya. Ia ingin melakukan yang terbaik agar Felix tidak berpaling darinya.

Tapi, nyatanya ia malah membuat Felix sedih.

"Apa kau benar-benar mau aku berhenti, Lix?" tanya Hyunjin.

Felix menatap Hyunjin, kemudian mengangguk pelan. "Apa kau bisa melakukannya?"

Hyunjin menghela napasnya. "Akan kuusahakan. Aku akan mendiskusikan nya dengan yang lain."

Felix menatap Hyunjin dengan mata yang sedikit berair. "Kau tidak apa-apa melakukannya?"

Hyunjin tersenyum sambil mengelus pipi Felix. "Aku setuju jadi ketua agar kekasih manisku ini punya hal yang bisa ia banggakan dariku. Kalau akhirnya aku malah menyakitinya, apa lagi yang harus aku pertahankan?"

Felix ikut tersenyum. "Akhirnya aku melihat lagi senyum indahmu itu, Jin."

"Maafkan aku, ya? Aku tidak sadar kalau aku berubah selama ini. Kau pasti kesepian."

Felix mengangguk. Ia memeluk Hyunjin dengan erat. "Tidak masalah. Asal kau kembali jadi Hyunjin yang sangat kusayangi. Kau pasti lebih kesepian daripada aku."

"Terima kasih, Lix. Aku memang sangat kesepian. Hanya kau yang menyadari itu. Aku merasa sangat beruntung kau memilihku menjadi kekasihmu."

Felix terkekeh. "Kau sudah melewati hari-hari yang berat. Istirahatlah."

Hyunjin tersenyum dan menyamankan pelukannya pada Felix. Merasa benar-benar beruntung karena punya seseorang yang bisa mengerti dirinya. Yang mampu menuntunnya kembali saat ia tengah tersesat sendirian.


END

[ HyunLix ] - I Am WhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang