9

1.3K 152 1
                                    

haechan tau semuanya tidak akan semudah yang haechan bayangkan. kendati ia sendiri sudah menduga kemungkinan buruknya. tetapi tetap saja haechan masih tidak menyana enyak bakal semarah ini padanya.

setelah kejadian dimana renjun berakhir diusir oleh enyak, renjun benar-benar mendiamkannya. haechan tau, renjun pasti sangat marah dan kecewa. tentu saja, renjun mungkin lebih kecewa dibandingkan dia.

haechan masih ingat ketika ia berlari untuk menahan lelaki itu agar tidak pergi, haechan masih ingat seraut wajah yang dilemparkan renjun padanya, berikut gumpalan air mata yang tertahan di maniknya. dan pada akhirnya, renjun terluka. mereka terluka.

tidak ada yang bisa mereka perbuat, selain harus menyadari bahwa takdir bahagia tidak berpihak pada mereka, bahwa pada akhirnya mereka hanyalah sepasang rasa yang tidak direstui oleh semesta.

haechan baru menyesal, sebab pada akhirnya, hadirnya di hidup renjun hanya memberi luka dan kecewa. rasa bersalah acap kali memenuhi rongga dadanya, yang semakin hari kian menyesak lantaran renjun yang tak kunjung memberinya kabar.

setelah menghitung detik secara rancu, haechan memberanikan diri untuk buka suara. kendati ia sendiri tau, jawaban enyak akan tetap sama.

dan pada akhirnya, haechan memang tidak akan pernah bisa egois, karena seberapapun ia menginginkan renjun, haechan tetap tidak pernah bisa melawan keinginan dari seorang wanita yang lebih dulu mengisi hatinya, mengisi hidupnya.

maka, di bawah langit kamar dan sekawan cicak, haechan membunyikan chord pertama pada ujung bilah dawai gitarnya, lalu mulailah ia bersenandung dengan suaranya yang lembut nan merdu, membaitkan melodi duka tentang asa dan sang pelipur lara yang dirindu.

"cahilahhh galau bet gua liat-liat ni anak muda."

haechan lantas menghentikan permainan gitar dan nyanyiannya. segera ia kirimkan tatapan datar ke arah sang abang, yang udah datang tak diundang malah main nyelonong masuk aja.

"lagi pengen sendiri, bang."

mark hanya tergelak, "sadboy bener lu, chan."

haechan mendelik malas pada mark yang mengambil duduk di sampingnya, "kalau mau ngeledek entaran aja lah bang, lagi gak mood dengerin gua."

"tapi ya chan, daripada ngeledek lu, gua lebih salut ama lu." ucap mark yang bikin dahi yang muda mengerut.

"karena gua gak nyangka aja modelan buaya darat kek elu bisa juga nyeriusin anak orang. cinta banget ya lu ama renjana?"

"hah? renjana saha bang?"

"lah, itu bukannya nama cewek yang lu kenalin ke enyak?"

haechan mengusap wajahnya kasar. begini nih kalau ngadepin mark yang emang suka ketinggalan berita.

"tau ah, bang. males gua ngomong ama lu."

dan mark hanya menatap haechan dengan mata bulatnya yang mengerjap polos.



🫐🫐🫐



"sayang, aku minta maaf."

itu mungkin sudah terlambat bagi haechan untuk mendatangi renjun dalam keadaan basah kuyup.

sudah bermenit-menit ia berdiri dengan tubuh menggigil dan bibir pucat, di bawah langit malam yang tak henti-hentinya menikamnya dengan bilah-bilah hujan, berikut suara gemuruh yang disusul petir menyalak silih berganti.

kemudian haechan bisa temukan presensi renjun di bawah payung kuning bergambar winnie the pooh, dan tatapan yang diberikan renjun padanya mampu mengalahkan dinginnya udara malam ini.

"sayang, kalaupun kita gak direstui, kita bisa kawin lari."

"haechan." itu terdengar seperti bentakan untuk menyadarkan haechan.

haechan terperangah, dadanya bergemuruh kala mendapati segumpal air menggenang di pelupuk mata renjun, yang kemudian lelaki itu mendekat ke arahnya untuk memayunginya.

"gak usah bodoh kamu."

dia meraih tangan haechan yang dingin untuk berganti menggenggam gagang besi payung, sebelum akhirnya tangannya yang bebas menggosok matanya yang berair.

"kamu pikir kalau kita kawin lari, kita bisa bahagia setelahnya?" suara renjun bergetar.

haechan terpekur menatap renjun yang kini menitikkan air mata. tangannya lantas mencengkram kuat pada pegangan payung, sebelum akhirnya silabelnya terucap dengan cepat, "tapi, kita bahagia kalau kita bersama."

renjun menabok dada haechan sampai kedengeran bunyi DEG yang kenceng banget, yang sebenarnya renjun tidak sengaja memukulnya terlalu keras, sampai haechan yang tadinya shock semakin shock saja dibuatnya. tapi, hanya saja renjun sudah kelewat emosi. "dasar bodoh!"

kendati rasanya renjun ingin sekali mencabik-cabik tubuh haechan lalu membuang dagingnya ke mulut ikan piranha. tapi tetap saja, rasa sesak kian memenuhi rongga dadanya kala bersitatap dengan netra haechan yang bahkan tidak bisa ia lihat dengan jelas sebab pandangannya yang memburam oleh bendungan air di matanya.

napasnya tercekat, sehingga silabel yang ingin ia ucapkan hanya tersangkut di ujung tenggorokan, dan akhirnya renjun menangis dibalik punggung tangannya yang menutupi pandangan.

—bahkan rasa sesak itu kian merambat kala ia merasakan dingin yang menyentuh pipinya.

haechan, lelaki itu, lelaki yang seumur hidupnya tidak pernah ambil pusing ketika hubungannya sudah di ujung tanduk. tapi sekarang ia merasa begitu takut.

haechan ingin sekali mendekap tubuh renjun, membawanya pada peluk yang tak lagi hangat, dan menghujaminya dengan kecupan rindu. sekarang bahkan ia mati-matian menahannya saat tangannya lebih dulu menyapa pipi renjun yang basah dan kemarahan.

"sayang, aku gak bakal kemana-mana." haechan melembutkan air muka, kendati suaranya terdengar bergetar.

"seharusnya aku yang bilang gitu." sungut renjun, setelah menepis tangan haechan dan mengusap kasar air matanya sendiri.

kemudian dengan sesenggukan renjun menambahkan, "aku gak akan kemana-mana, aku akan nungguin kamu, aku akan tunggu asal kamu janji bakal kembali."

haechan tersenyum dalam luka.

"tentu saja. aku janji."




























haechan berharap, sangat berharap, agar ekspektasinya tidak akan selalu berakhir sebatas ekspektasi. sebab jika demikian, kenyataan akan terlampau pahit untuk mereka cecap.










tbc.

padahal mau dibikin short fanfic eh malah nambah lagi ni satu konflik🥲

blueberry skies | hyuckrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang