Bel istirahat berbunyi dan sudah pasti itu jadi hal yang di tunggu murid murid di sekolah, di saat semua mulai berhamburan, hanya chika dan oniel yang masih duduk di bangku mereka.
"Enggak ke kantin?" tanya chika.
"Emang lo mau ke kantin?" bukannya menjawab, oniel justru malah bertanya balik pada chika, chika hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan oniel.
"Yaudah gue jaga gak akan ke kantin"
Chika semakin mengerutkan keningnya karena bingung dengan sahabatnya itu.
"Gue mau jaga lo dari si cungkring itu"tegas oniel tapi sikapnya justru mengundang tawa chika.
"Kok lo ketawa sih?" tanya oniel.
"Posesif" cibir chika.
"Yaudah gue panggil vion nih buat jaga lo"ucap oniel dan berpura pura hendak pergi dan langsung di tahan oleh chika.
" ehh, jangan"
Tiba tiba suara gaduh yang berasal dari perut oniel terdengar keras di telinga mereka berdua, oniel langsung terdiam begitu pun juga dengan chika tapi beberapa detik kemudian chika tertawa sedangkan oniel menutup wajah nya karena malu.
"Ya ampun niell" tawa chika.
"Akhirnya gue liat lo ketawa lagi"ucap oniel, ia menatap chika.
"Kayak gini lebih enak kan?"
Chika mengangguk, ia menyandarkan kepalanya di kursi dan menatap langit langit kelas, persis seperti yang di lakukan oniel sekarang.
"Janji ya, tetap jadi chika yang kayak gini,jangan berubah lagi"
Chika melirik sekilas ke arah oniel yang masih menatap langit langit kelas, lalu tersenyum.
Chika mengangkat kelingkingnya, oniel sempat menoleh pada chika sebelum akhirnya mereka menatap kembali langit langit itu.
***
"Sampai kapan kamu terus menahannya?"
Suara tegas itu terdengar lantang di sebuah ruangan yang terasa mencekam saat ini.
Pramudya hanya memijat keningnya, ia sangat pusing menghadapi mertuanya ini.
"Chika sekarang kelas tiga pah, tunggu lah dulu sampai dia lulus"
"Tidak bisa! Bagaimana bisa kamu mengurusnya setelah kamu memilih merawat anak itu dari istri kedua mu itu!cukup putri ku saja, jangan kamu membuat cucu ku juga menderita"
Pramudya hanya diam, ia lelah untuk mencoba menyakinkan mertuanya itu.
"Kau lupa dengan perjanjian itu? Saat aku melarang anak itu kau rawat dan meminta mu untuk memilih, kau lebih memilih anak itu dan menyetujui chika ikut dengan ku, dan di saat itu juga aku yakin cucuku tak akan bisa hidup tenang dengan seorang ayah yang rela menukar putrinya dengan orang lain!"
"Christy anak aku juga pa" ucap pramudya dengan nada yang bergetar, ada perasaan sakit di hatinya saat ini.
"Saat kalian memaksa aku menerima perjodohan itu, ada hati yang harus aku korbankan, maaf pah, ini juga buah dari keegoisan kalian, sejak awal aku tidak mencintai mentari, dan kebencian ku semakin besar ketika ia membunuh wanita yang aku cintai"
Hancur sudah perasaan chika saat ini, satu fakta lagi yang chika temui, ia jadi mengerti kenapa ayahnya sering mengabaikan dirinya atau bersikap beda antara dirinya dan christy, sejak pulang sekolah tadi ia tak sengaja mendengar percakapan ayahnya dan kakeknya itu, air mata chika memang jatuh, tapi tatapannya kembali dingin, saat ini yang ia rasakan adalah menjadi seorang anak yang tak pernah di harapkan kehadirannya.
"Aku akan ikut kakek"
Pramudya tersentak kaget, ia jelas melihat putrinya mendekat kearahnya dengan tatapan menyakitkan, ia merutuki kebodohannya nya, sejujurnya ia tak ingin menyakiti chika karna bagaimana pun chika tetap darah dagingnya.
Pramudya merasa di jebak saat ini, apalagi mertua nya hanya tersenyum menang.
"Sayang dengerin ayah.."
"Bukannya ini yang ayah mau?"
"Chika.."
Pramudya terdiam saat chika menepis tangannya dan menangis, lagi lagi ia merasa telah menyakiti putrinya.
"Kita ngobrol dulu yuk, kita bicarakan ini berdua"pramudya mengusap kasar air matanya, ia masih berusaha untuk memperbaiki kesalahannya, sakit hatinya melihat chika menangis seperti ini dan itu karna kesalahan dirinya.
"Engga yah, aku gak akan jadi anak pembangkang lagi"
"Engga sayang.."
"Aku gak akan jadi beban ayah lagi"
Chika berbalik menatap kakeknya. "Kasih aku waktu tiga hari, setelah itu aku ikut kakek"
"Sayang tolong jangan dulu ambil keputusan yang salah"
"Salah? Ini kan yang ayah mau? Harusnya ini jadi keputusan yang tepat untuk ayah dan..."
Chika menghentikan ucapannya, ia menatap ayahnya dengan penuh luka di dalam dirinya.
"Dan anak kesayangan ayah itu"lirih chika, ia sudah tak kuat, hatinya teramat sakit saat ini.
"Nak tunggu dulu"
Pramudya mencoba mengejar chika yang berlari keluar namun mertuanya itu menahannya.
"Jangan mengejarnya, kamu sudah kalah dan jangan membuat chika berubah pikiran, kamu tau kan akibatnya apa"
***
Chika langsung masuk kedalam mobil dan pergi, berada di rumah justru semakin membuatnya stres, saat ini ia benar benar merasa menjadi anak yang lahir dari kesalahan, padahal ia tak bisa memilih untuk lahir dari siapa tapi keadaan yang membuatnya terasa seperti dampak buruk dari masa lalu orang tuanya.
"Aaaarrggkhhh!!!...."
Chika berteriak dan memukul stir mobilnya, ia meluapkan semua kekesalahannya saat ini
"Gue benci situasi kayak gini, gue benci!!"
Chika terisak, sudah cukup ia pendam semua kesedihannya selama ini.
"Christy.., kenapa kamu lahir dari orang yang aku benci"
Chika menyandarkan tubuhnya, ia benaf benar merasa lelah, matanya yang terus menangis ia biarkan begitu saja, samar samar ia melihat vion dari arah berlawanan yang sedang menaiki motor.
Chika memilih keluar dari mobil dan itu di sadari oleh vion yang juga langsung menepikan motornya dan menghampiri chika, ia takut terjadi sesuatu sama chika.
"Chik, kamu kenapa? Mobil kamu mongok?" tanya vion.
Brukk..
Tanpa basa basi chika langsung memeluk vion dan kembali menangis, chika pun tak mengerti dengan apa yang di lakukannya, yang ia butuhkan saat ini adalah seseorang yang bisa menemaninya.
"Hey, kamu kenapa?"tanya vion, ia sangat khawatir dengan chika.
"Gue cape"
Hanya kalimat itu yang di ucapkan chika di sela tangisnya.
"Yaudah gak papa, tapi jangan di sini, kita ke taman aja, mobil kamu di simpan di sini aja ya"
Saat ini chika dan vion tengah terdiam di bangku taman, sejak tiara memeluknya, tak lagi kata yang chika ucapkan dan vion masih setia menunggu chika.
"Makasih vi"
Vion menoleh dan tersenyum, baginya menjadi seseorang yang ada saat chika membutuhkannya adalah hal yang luar bisa.
"Kalau ada apa apa jangan sungkam chik, aku pasti selalu ada buat kamu"
Di luar dugaan vion, chika menoleh dan tersenyum, senyuman yang mampu membuat vion terpukau.
Kringg kringg kringg
11 juli 23