6. TAK TERDUGA

23 3 0
                                    

Malam berganti pagi, matahari mulai nampak.

Surya itu ikut bergegas tak mau kesiangan dan membiarkan para penghuni bumi asyik terlelap dikasur yang empuk.

Kemeja putih panjang yang dilipat sampai siku, celana abu panjang, sepatu hitam putih dan atribut khas anak SMA itu melekat dibadan remaja tanggung yang sudah bersiap pergi ke sekolah.

Berhubung jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh, Elzan lebih sering berjalan kaki dari pada naik angkutan umum. Terkecuali jika ia terlambat, dan kejadian itu sungguh langka terjadi.

Si tampan nan kalem itu termasuk kaum yang menjunjung tinggi kedisiplinan, termasuk dalam hal waktu. Ia akan bergegas bangun dan bersiap, karena jika terlambat bangun dan melakukan semua persiapan dengan tergesa kadang membuat moodnya kurang baik seharian.

Ia akan pergi ke sekolah, dan sibuk dengan bermacam kegiatan. Mengikuti rapat osis, dan berbagai ekskul sepulang sekolah.

Walaupun terkesan pendiam, ia termasuk siswa aktif yang banyak menghabiskan waktu di sekolah. Berbanding terbalik dengan kakaknya yang anti sosial. Sekolah pulang-sekolah pulang dan hanya ikut ekskul pramuka, itupun karena diwajibkan sekolah. Kalau tidak, mungkin kakaknya itu tidak akan repot-repot berpartisipasi.

"Elzaaan!!!"

Belum sampai kakinya menginjak area luar pagar rumah, gadis berisik dengan rambut dikuncir satu itu berlari kecil ke arahnya, lengkap dengan sepotong roti bekas gigitan ditangan kanannya.

Pria rapi itu melenggang acuh, membiarkan gadis berisik menyeimbangkan langkah mereka yang timpang.

.

"Hhh...habisin dulu rotinya." Ujarnya, tidak suka melihat Aira yang kerepotan dengan roti ditangannya itu.

Si berisik itu pasti terlambat bangun dan belum sempat sarapan di meja makan, fikirnya.

Aira menurut, gadis energik itu mengabsen sekeliling, yang alangkah kebetulannya ada kursi kayu tua tepat di samping tempat mereka berhenti.

"Elzan udah sarapan?" Tanyanya yang sudah mendudukan diri.

Elzan menanggapi dengan mengangguk kecil.

.

.

.

"Teteh berangkat dulu ya mah..." Dira menyalim lengan ibunya yang anteng dengan kegiatan dapur itu.

Rita menyambut uluran lengan putri sulungnya, sementara sebelah tangannya yang lain mengusap-ngusap pelan kepala anak gadisnya itu.

"Hati-hati, jangan ngebut bawa motornya!" Ujarnya, beranjak mengantarkan sulungnya itu ke depan teras seperti biasa.

"Siap maah!"

"Bekel makannya udah dibawa?" Tanya Rita, mengamati tas punggung kecil yang dipakai Dira.

"Udah mamah sayang, makasih yaa..." Dira memeluk singkat ibunya yang sangat telaten itu.

Sejak masa taman kanak-kanak, ibunya menanamkan kebiasaan untuk membawa bekal dari rumah. Takut anak-anaknya jajan sembarangan dalam keadaan perut kosong.

"Yaudah aku berangkat ya mah!" Dira beranjak meraih helm yang sudah tergantung di motor matic hitam yang sudah menemaninya beberapa tahun terakhir itu.

"Miauuu"

Aksi memakai helm itu tertunda saat makhluk berbulu lebat berlari dan menyeruduk kakinya yang terbalut celana hitam panjang.

"Aduduuh...lupa nih belum pamit!" Dira berjongkok, mengusap-ngusap kucing dengan mata hitam lucu itu.

Rita berdecak pelan melihat pemandangan didepannya. Si gembil itu selalu berburu perhatian setiap orang rumah. Membuatnya yang awalnya tidak terlalu suka dengan makhluk berbulu halus itu menjadi penggemar berat.

RAHADIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang