7. SUATU HARI

11 1 0
                                    

"Kamu jangan grasak-grusuk gitu doong, aku jadi takut!" Dira meringis, dua hari berlalu semenjak Jimmy ditemukan tersesat keruangannya, dan nampak siap dilepas pagi ini.

Segera setelah memberi makan seperti biasa, ia memberanikan diri membuka sedikit demi sedikit jalan masuk tempat Jimmy berada. Ditunggu beberapa saat, tidak ada itikad baik untuk melepaskan diri dari si burung.

Dira menghela nafas dalam, bingung kenapa Jimmy enggan dengan kebebasan didepan mata.

Berusaha memutar akal, ia pergi dan kembali dengan sepasang anti static gloves yang melindungi kedua tangannya. Dengan tak percaya diri tangannya masuk mengendap kedalam kurungan besi itu. Tapi defense instinct dari makhluk alam liar itu bekerja. Bergerak menghindar takut, berusaha terbang menjauh dari jangkauan tangan yang berusaha meraihnya.

"Jimmy tenang yaa...aku ga jahat ko, serius!" Gadis penakut itu mencoba peruntungan dengan kompromi, walau hampir bisa dipastikan bahwa Jimmy sama sekali tak mengerti.

Tangannya yang sudah dilapisi sarung tangan anti static tebal itu kembali masuk ke celah pintu besi, disambut gerakan panik dari vertebrata itu. Dira ikut panik, takut-takut tangannya terpatuk atau semacamnya.

"Jimmy jangan takut atuuhhh...aku jadi ikut takut!" Dira berakhir menyesal, seharusnya ia menuruti Dika untuk membawa bala bantuan kesini, bukan malah menantang diri sendiri.

Semalam, entah ilham dari mana, untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan notif dari pria itu muncul diluar jam kerja.
Walaupun sedikit mengecewakan karena hanya menanyakan keadaan Jimmy, tapi cukup membuat serangga serasa berterbangan diperutnya.

Sudah masuk taraf jatuh cinta, kah?

Hmmm...

.

Dira berusaha memutar akal, kemudian sebuah lampu pijar kuning serasa bersinar di atas kepalanya kala ia menemukan sebuah ide.

"AHA!"

Ia berlari kecil ke arah belakang gedung, menuju tempat penyimpanan pakan dan kembali dengan segenggam beras ditangannya. Dengan harapan bisa digunakan sebagai pancingan untuk melancarkan usaha terakhirnya.

"Sini..sini..." Dira mencicit, menghindari membuat Jimmy semakin takut dan menghiraukan umpan ditangannya. Dan, kemenangan semakin dekat, burung berbulu hitam itu perlahan mulai mendekat ke arah tangannya, mencuri-curi kepercayaan lewat lirikan mata kecil pada mamalia besar didepannya.

"Nah iya!" Pekiknya tertahan saat paruh Jimmy mulai mematuk beras ditangannya. Ia bersorak dalam hati, menanti momen keberhasilannya yang akan ia banggakan pada pengawas jangkung itu nanti.

"Baru tau kalau megang burung itu ada potensi kena arus listrik!"

Suara akrab itu memecah euporia kemenangan yang hendak diraihnya. Dira menoleh ke asal suara dan menemukan pria tinggi menjulang tepat dibelakangnya. Wajahnya mendongak pada langit dengan kapasitas cahaya yang belum terlalu terik itu.

"Kamu? ko disini?" Tembak Dira terheran, bukankah diluar senin dan kamis pria itu tidak akan eksis disini?

"Emang gaboleh?" Tanya Dika, lengkap dengan wajah songongnya. Pria jangkung itu mulai melancarkan intrik-intrik menyebalkannya pada Dira.

Dira mengerling malas, "Males!" Ujarnya. 

Dika terkekeh renyah, tidak ada yang lebih menyenangkan disini daripada melihat wajah kesal Dira. Ia beranjak mendekat dan ikut berjongkok didekat Dira.

"Aku mau ngawas ke daerah Cicalengka hari ini, tapi mampir dulu kesini mau liat Jimmy!" Ujarnya dengan santai.

Dira mengangguk kecil, ber oh ria dalam hati. Seistimewa itu kah Jimmy untuk Rahadika?

RAHADIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang