[ 7 ] Pamit

113 23 28
                                    

Bulan setengah menyeruak dari awan gelap yang menggumpal, menerangi dua jiwa kesepian dengan cahaya keemasan yang terang. Saat ini mereka sedang berdiri di tengah jembatan; berdekatan, melihat bayangan hitam yang terpantul melalui permukaan air yang berkilau. Lelaki itu sedikit mencium wangi bunga yang lembut padahal tidak ada tanaman di sepanjang tepi anak sungai. Aroma khas yang mengingatkannya pada suatu kejadian samar. Tidak yakin bagaimana asal usulnya tetapi kenangan itu jelas ada walaupun hanya setipis kertas.

Taeyeon menatap lekat wajah wanita di sampingnya. Bibir merah yang mengkilap dan kulit secerah buah persik. Beruntung kakaknya mendapatkan pasangan yang sangat cantik sehingga dia bertanya-tanya seberapa banyak kecantikan yang akan diwariskan kepada keturunan mereka. Itu pasti bayi perempuan tercantik di dunia. Tidak ada kepastian tentang jenis kelamin dari bayi yang dikandung tetapi lelaki itu menyimpan firasat kuat.

“Putri Sooyeon akan mendapat masalah jika membelaku di hadapan Permaisuri.” Taeyeon ingin mengucapkan terima kasih tapi kekhawatirannya terhadap hukuman yang mungkin saja bisa dijatuhkan kepada Putri Mahkota menjadi hal utama yang harus disampaikan.

“Permaisuri memang terlihat keras tetapi sesungguhnya dia mempunyai perasaan yang lembut. Bagaimana perkembangan di luar istana?”

“Tidak banyak perubahan. Para pejabat menumpuk kekayaan sedangkan rakyat semakin terpuruk. Ada yang salah dengan sistem pajak yang dijalankan pemerintah kota tetapi aku tidak mau ikut campur.”

“Mungkin setelah kamu menikah nanti Raja akan memintamu mengambil bagian di pemerintahan. Jadi, apakah sekarang sudah menemukan gadis yang menarik perhatianmu?” tanya Putri Sooyeon tidak bisa menahan rasa penasaran. Lagi pula pernikahan bukan hal yang mengejutkan melihat usia mereka yang hanya terpaut satu bulan.

“Ah, itu.. Aku tidak tahu,” jawabnya malu-malu. Dengan daun telinga yang bersemu merah, Taeyeon mengalihkan pandangan pada ribuan bintang di atas langit.

“Sungguh?” ejeknya diselingi tawa ringan.

Walaupun gurauan Putri Mahkota sedikit kaku namun harus diakui bahwa wanita itu cukup menyenangkan untuk diajak bicara. Setidaknya godaan tersebut bisa membuat sang pangeran mati-matian menahan perasaan malu. Dia tidak ingin tertangkap basah sedang membayangkan bulan kembar yang melengkung indah ketika tersenyum di balik puncak gunung.

Suatu saat nanti pernikahan anak-anak Raja bersama putri keluarga bangsawan kelak pasti terjadi dan tertulis di catatan buku silsilah kecuali takdir mengenaskan datang sebelum upacara penghormatan kepada langit dan bumi. Itulah mengapa Taeyeon sangat giat berlatih ilmu bela diri dibandingkan segala pengetahuan yang terkubur di dalam perpustakaan. Tidak tertarik dengan kekuasaan; tugas berat tersebut dibebankan kepada kakaknya sebagai putra pertama, lelaki berkulit pucat hanya ingin melindungi apa yang menjadi miliknya.

Taeyeon berkata sejujurnya, “aku tidak tahu apa-apa tentang wanita.”

“Punya kriteria tertentu?”

“Hm, kurasa tidak. Tapi aku senang kalau seberuntung kakakku yang mempunyai pasangan cantik.”

Entah disadari atau tidak, lelaki itu baru saja melemparkan pujian yang membuat wanita di sebelahnya salah tingkah. Rona kemerahan di pipinya terselamatkan oleh kegelapan redup. Andai saja bintik-bintik terang di atas langit dapat bersuara, dia akan mendengar gemuruh tawa yang mengolok-olok.

Ketika mereka sepakat untuk mengakhiri malam, saling mencondongkan tubuh sebagai penghormatan terakhir sebelum berputar dan berjalan ke sisi berlawanan, Putri Sooyeon berhenti sejenak di ujung jembatan. Dengan sedikit menolehkan kepala ke samping kanan, dia mengantar kepergian punggung Pangeran Taeyeon melalui sudut mata. Sepertinya dia akan mengenang satu malam ini yang penuh kehangatan.

The crown has fallenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang