Agus mau tak mau harus bekerja di tempat yang sangat tidak dia inginkan, kotor, melelahkan dan yang pasti penghasilannya pun tak seberapa tapi ia tak punya pilihan, ia harus mencari pinjaman dan yang jadi jaminan adalah dia harus bekerja di tempat itu, bengkel motor yang tidak seberapa besarnya, milik teman sekantornya dulu sebelum ia diberhentikan karena adanya restrukturisasi dalam perusahaan tempatnya bekerja."Beneran kamu mau kerja di tempat kayak gini Gus?"
"Aku nggak punya pilihan, istriku sakit dan aku butuh uang, aku berterima kasih kamu mau meminjamkannya padaku, karena selama lima hari ke depan ia masih di rumah sakit."
"Lagian kok kamu bawa ke rumah sakit yang mahal, sampai harus cari pinjaman." Budi teman Agus terheran-heran.
"Aku juga nggak tahu Bud, temannya yang bawa ke rumah sakit itu, tiba-tiba nelepon aku dan bilang kalau istriku sudah masuk rumah sakit."
"Lah aneh kamu ini, istri sendiri kok bisa nggak tahu, lagian Liana istrimu kan kerja di kantor kok bisa dia sampai keguguran, pasti dia kecapean."
Dan Agus seperti orang bingung karena yang ia akui istrinya adalah Ranti.
"Ya nggak tabu Bud."
.
.
.Bram terkejut saat ia baru saja duduk di sofa ruang tamu, tiba-tiba Ayu dan Adel sudah menghambur, berebut lari ke dalam pelukannya, lebih-lebih Ayu, anak kedua Liana yang sangat jarang terlihat mau bercakap-cakap kini mau tersenyum padanya.
"Om Bram, jalan-jalan yuk." Tiba-tiba saja Adel yang sudah melepaskan pelukannya duduk di dekatnya, Bram mengangkat Ayu agar duduk di dekatnya juga.
"Ayo nggak papa, mau ke mana?"
"Ayuuu, Adeeel, ayo waktunya belajar, besok saja kalau mau jalan-jalan, bareng mama."
Wajah Adel dan Ayu seketika terlihat cemberut. Dan Bram bangkit.
"Ayo, jalan-jalan bentar sama Om yuk, tapi janji, setelah ini belajar, ok?"
"Ok Ooom!"Adel berteriak dengan keras dan mereka berlarian menuju ke belakang mencari Bi Asih, agar membantu mereka mencari jaket dan berganti menggunakan baju yang layak untuk jalan-jalan.
"Mas ..."
"Sebentar saja, kasihan, mereka lama tak merasakan kaya gini kan? Apa kamu mau ikut?"
"Nggak, biar aku nunggu di sini."
Bram menghela nafas.
"Aku tahu, kamu nggak enak pastinya karena berkas-berkas perceraian kamu juga baru aku uruskan."
"Bukan karena itu juga, tapi ya karena aku lelah, baru pulang kantor."
Dan tak lama Ayu juga Adel muncul, keduanya terlihat riang saat digandeng oleh Bram saat menuju mobil.
"Nggak ikut Non?"
Liana menoleh dan Bi Asih berdiri tak jauh dari tempat ia berdiri.
"Nggak Bi, nggak enak aja, meski Mas Bram sepupuku kan banyak orang nggak tahu, aku memutuskan berpisah dari Mas Agus dan masih dalam taraf proses meski kata Mas Bram bisa cepat kalo Mas Agus yang mendapat panggilan tapi gak ada respon ya tetap aja aku nggak enak ke luar sama laki-laki manapun sebelum aku dinyatakan sah tanpa ikatan, setelah sah tanpa ikatan pun kata teman yang mengalami tetep aja nggak enak, status janda akan tetap jadi hal negatif dalam masyarakat Bi."
"Ya tergantung kitanya aja Non, kalo saya yakin Non nggak akan dapat masalah dengan status janda."
"Kok Bibi yakin amat?"
Bi Asih tersenyum, sebelum berlalu ia sempat berucap.
"Ya karena saya tahu kalo yang tadi ke luar sama anak-anak Non Liana akan langsung melamar Non jadi istri."
"Ih Bibi."
Liana menarik lengan Bi Asih.
"Saya nggak bohong Non, setelah Den Bram putus sama Non karena orang tua Non kan yang mati-matian nggak setuju, Den Bram kayak patah hati banget makanya sampe sekarang dia nggak nikah-nikah, nungguin Non itu, Non juga kok ya dapat pengganti Den Bram yang kayak gitu."
"Namanya cinta Bi."
"Hmmm, bener kata orang tua ya Non?"
"Iya, makan itu cinta, dan beneran terjadi, malah ini jadi tragis Bi, yang jadi wanita lainnya malah adikku sendiri."
.
.
.Seminggu berlalu ...
"Kita di sini lagi?"
Ranti terlihat kesal, seandainya bisa ia ingin pergi ke tempat lain yang lebih nyaman.
"Sudahlah Sayang, ini tempat terbaik bagi kita, istirahat aja kamu, aku mau balik ke bengkel dulu ya, masih ada beberapa motor yang harus aku selesaikan."
Dan mata Ranti terbelalak.
"Apa? Kamu kerja di bengkel? Nggak banget!"
Wajah Agus berubah keruh, ingin rasanya ia maki Ranti tapi lidahnya kelu.
"Justru dari tempat itu kamu bisa terawat dengan baik, aku ngutang ke temanku yang punya bengkel itu, harusnya kamu bersyukur kamu bisa pulih lebih cepat karena laki-laki yang bikin anak kita tak berbentuk, nggak bertanggung jawab dengan kesakitan kamu, kamu lemah, kamu sakit ya gara-gara laki-laki laknat itu."
Ranti tak banyak bicara lagi, ia segera berganti baju dan merebahkan diri. Ia mendengar Agus pamit tapi tak ia hiraukan.
"Aku nggak mau hidup sama laki-laki kere ini lagi, tapi setidaknya aku masih ada tempat untuk berteduh untuk sementara selagi aku belum punya alternatif tempat lain." Ranti meraih ponselnya, ia mencoba mencari nama Gandi lagi, baginya laki-laki itu tempatnya untuk mencari uang tapi kali ini ia urungkan untuk menelepon Gandi.
"Aku harus bisa nyari uang, aku nggak mungkin bisa hidup dengan cara kayak gini, serba kekurangan dan mengenaskan."
Dan tiba-tiba saja Ranti menjentikkan jarinya.
"Ah ya aku ingat pernah diajak Gandi ke sebuah club, di sana tempat untuk mencari uang dengan mudah dan aku ngga mau kecolongan hamil lagi, ntar sore aku mau ke luar duluan sebelum Agus datang, entah mau ke mana yang jelas ke luar dulu dari sini jam sebelas dua belas malem baru deh ke club."
Ranti bangkit, ia mencari baju yang masih sempat ia selamatkan tapi semuanya tak ada yang sesuai.
"Ah nggak layak pakai dan nggak seksi, gimana ini? Ah iya aku mau ke kosan Cicil aja, dia kan kerja gituan juga, siapa tahu mau minjemin dulu sebelum aku bisa beli dari uang hasil jerih payah."
Ranti mengangguk-angguk mengingat teman kuliahnya yang hidup tak kekurangan uang hasil dari menjajakan tubuhnya pada laki-laki tak jelas.
.
.
."Rantiii! Rantiii!"
Agus meletakkan dua nasi bungkus di lantai, ia mencari Ranti ke luar kamar dan tak menemukannya di mana-mana.
"Ke mana tuh anak? Masa iya dia ke rumah laki-laki itu lagi? Apa dia cari mati?"
Agus merogoh ponsel dari sakunya dan mencari nomor Ranti, berkali-kali ia telepon tapi tak ada respon.
"Semoga dia nggak jadi wanita bodoh dengan kembali pada laki-laki itu, jika benar maka aku tak segan untuk memukulnya, terlalu banyak yang aku korbankan, masa dia nggak mikir semua kelelahanku?"
🔥🔥🔥
13 Januari 2023 (15.53)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangis Terakhir (Tak Ada Lagi Lara Karena Cinta)
Ficción GeneralCover by @Lsaywong Sudah Terbit Pengkhianatan yang dilakukan Agus dan Ranti, suami dan adik kandungnya membuat Liana harus pergi dengan membawa dua buah hatinya yang sudah mengerti apa itu arti perpisahan. Hingga beberapa waktu kemudian mereka, Lian...