BSJ02

28 12 17
                                    

Hello, aku kembali. Kangen nggak? ᕦ( ͡° ͜ʖ ͡°)ᕤ
Selamat membaca, ya, dukung juga aku dengan vote dan komen. Typo tandai yaaa.

🥭🥭🥭🥭

"Mencintai seseorang yang salah saja seindah ini, apalagi mencintai orang yang memang benar mencintaimu."

ʕ´•ᴥ•'ʔ 1007

"Gue pemilik toko kue ini, kenapa?" Adnan menjawab dengan songong. Bukannya tidak sopan, salah sendiri mengganggunya saat sedang patah hati. Semua akan salah dan membuatnya emosi.

"Di mimpimu! Ini toko punya mami gue, mana bisa lo ambil." Tasya menggelengkan kepala dengan cepat.

"Mami lo siapa? Harusnya jadi anak jangan mudah ditipu, mungkin aja mami lo itu nggak punya toko, hanya membual biar anaknya yang cantik jelita ini nggak ragu untuk beli barang branded. Dasar anak nggak tahu diuntung!" Keluar sudah bahasa gaul khas anak muda milik Adnan yang sudah lama ia simpan jauh dilubuk hati yang paling dalam.

"Rista, gue capek. Dia siapa sih?" Tasya duduk di kursi yang tersedia, ia juga mengambil air mineral yang disodorkan Rista untuknya.

"Nan, lo itu kenapa sih? Dari tadi sensian mulu, jaga dong perasaan orang, jangan ngomong sembarangan." Rista berbicara sedikit lembut pada Adnan.

Lelaki itu terdiam lalu menghela napas berat. "Terserah kalian." Adnan berlalu dari hadapan mereka dan keluar dari toko.

"Dia siapa? Namanya Kenan? Kok lo manggil dia Nan? Oh, ya. Santai aja kali, biarin dia mau ngomong apa, gue lagi capek batin soalnya."

"Dia Adnan, anaknya—"

"Oh, mami gue di mana?" Belum selesai Rista berbicara, Tasya sudah memotong dan itu membuat Rista mengigit bibir, antara gemas dan kesal.

"Lo telpon aja, mungkin masih di rumah. Oh, ya. Kapan lo sampe di Jakarta? Bokap nyokap lo ngasih izin buat balik?" Rista bertanya penuh kebingungan.

"Gue gagal nikah, Ris. Sakit banget rasanya."

★★★

"Siapa sih dia? Nggak jelas, banget. Sumpah!" Adnan bergumam kesal. Ia masih saja kesal atas apa yang terjadi di tokonya. "Ada aja yang buat moodku rusak hari ini."

Adnan duduk sendiri di kursi cafe, ia memilih tempat duduk dekat dengan dinding, jadi ia bisa melihat tokonya yang ada di seberang sana. Ya, dinding cafe ini sama dengan tokonya, kaca transparan.

Lelaki itu menghirup dalam aroma kopi yang menguar. Damai rasanya, emosinya sudah hilang terbang bersamaan dengan aroma kopi.

Adnan telah menghabiskan segelas kopi, ia melirik jam yang melingkar di tangannya. Jarum jam menunjukkan angka ke dua belas, itu artinya sudah memasuki istirahat siang. Adnan mengurungkan niatnya kembali ke toko, jadi dirinya memesan makanan dan makan siang di cafe.

Biasanya saat makan siang, ia akan kembali ke rumah dan makan masakan sang ibu, tetapi kali ini ia ingin mencoba hal baru. Mencari pengganti Tisya mungkin?

Adnan tersenyum getir dan susah payah menelan makanannya saat mengingat Tisya. Gadis yang dia cintai selama ini. Sudah selama ini ternyata ia mencintai sendirian. Sakitnya sampai kena mental! Oh, tetapi tidak untuk Adnan.

"Oi, Bos. Lo kagak pulang?" Teguran yang diberikan seorang lelaki dengan potongan rambut cepak itu membuat Adnan tersedak. Dengan cepat lelaki itu menyodorkan air minum pada bosnya.

"Apasih lo? Datang datang langsung ngangetin aja." Adnan berbicara dengan ketus.

Seseorang tolong jelaskan padanya. Kenapa hari ini bosnya sangat sensitif? Biasanya juga sangat suka bercanda. "Gue datang baik-baik lho, Bos! Lo aja yang kagetan!" Lelaki itu tak terima disalahkan.

"Teh gelas, dengar. Di mana-mana karyawan kalo ketemu bos itu pakek bahasa baku, lah ini langsung ngangetin!"

"Lah, kan lo sendiri yang minta semua karyawan biar nggak formal sama lo? Dan lagi, apaan teh gelas? Gue dah bilang nggak suka itu panggilan, nama gue Rio, Bos. Rio!" Lelaki bernama Rio itu jadi kesal sendiri.

"Udahlah, gue mau balik ke toko. Silakan pesan makanan, tapi jangan lama-lama lo, awas aja!" Adnan memasukan dompetnya ke dalam saku dan melirik Rio sinis.

"Dih, ngatur. Sape lo?"

"Kamu nanyea?"

"Duh, Bos. Lo ketularan siape?!"

★★★

Adnan melirik kanan dan kiri sebelum menyebrang. Ia bersenandung di teriknya matahari tengah hari. Memang sedikit berbeda. Berjalan dengan tangan ia masukan di saku.

Sesampai di depan toko, ia mendengar isak tangis dari dalam. Dahinya mengernyit tanda bingung. "Suara siapa itu?" Kakinya melangkah masuk, mulutnya langsung tertutup rapat dengan mata yang menatap jengah ke sumber suara.

"Dia lagi, kirain udah pergi," ujar Adnan pelan sembari mendekat.

Ia menatap tak suka perempuan yang sedang menangis di pelukan ibunya. "Ibu?" Adnan menyentuh bahu sang ibu.

Shafira menoleh, ia menempelkan telunjuk pada bibirnya—memberikan isyarat agar Adnan diam.

Adnan mengangguk kaku. Ia mengambil kursi rotan dan duduk di sebelah Shafira.

"Dia jahat banget, Mi. Sumpah, Tasya benci dia!" Tangis Tasya semakin menjadi, membuat Adnan mendengus sinis, lebay sekali pikirnya.

Adnan memperhatikan keakraban Shafira dan Tasya, ada hubungan apa mereka? Adnan bertanya-tanya.

"Undangan udah kesebar luas, Mi. Juga semua udah siap, tinggal nunggu hari H, eh dia malah selingkuh, sakit banget, 'kan? Mereka juga nggak percaya sama aku, mereka bilang aku cuma bikin malu keluarga." Tasya menghapus air matanya dengan wajah tertekuk masam.

"Udah dramanya?" tanya Adnan dengan malas.

"Adnan!" Shafira menatap tajam ke arah anaknya.

Tasya mengernyit. "Lo lagi, lo lagi!" Telunjuk perempuan itu mengarah pada Adnan.

"Nah, ini Mi yang aku omongin tadi, dia yang ngaku kalo toko ini punya dia." Tasya berdiri dan bersedekap dada.

Shafira yang mendengar itu hanya bisa menghela napas dan memijat pelipisnya. "Dia Adnan Farizal, anak satu-satunya mami, ya otomatis toko ini punya dia, 'kan?" Shafira menjelaskan dengan detail.

Tasya membulatkan matanya. "Serius, Mi? Aku baru dua tahun lho pindah ke Singapura, kok, Mami dah punya anak segede dia?! Dulu Mami bilang nggak punya anak." Perempuan itu menarik tangan Shafira dan merengek.

Adnan hanya menatap malas ke arah dua perempuan beda usia yang berada di depannya. "Gue anak kandung Ibu Shafira, mau apa lo? Lo yang siapa? Ngaku ngaku jadi anak dari ibu gue." Adnan menoyor pelan kening Tasya.

Tasya merengut. "Gue Tasya Anandini Rajendra, anaknya Mami Shafira yang paling cantik. Titik!" Ia menyodorkan tangannya dengan tidak ikhlas.

"Anak angkat kali ya? Atau cuma lo yang nganggep ibu gue jadi nyokap? Nggak usah kenalan, udah tahu nama gue, 'kan?" Adnan melengos songong.

Tasya mengepalkan tangannya. "Adnan, lo kok songong banget?!" teriakan Tasya melengking, membuat telinga yang mendengar menjadi sakit.

"Dasar cowok songong. Di mana-mana cowok lihat gue nggak bisa nolak, lah lo? Diajak kenalan dengan percuma kok nolak? Awas aja lo ya!"

"Sudah, cukup! Pusing ibu lihat kalian." Shafira berjalan menjauh dengan memegang kepalanya.

=^._.^= ∫

Nah, gimana?
Saran cast dong:(

Nggk jumpa, soalnya kurang update dalam dunia seleb🤣

Bukan Salah Jodoh (On-going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang