🐣BSJ11

4 3 2
                                    

Lemes, nggak ada yang nyuruh up ataupun vote🤧

Sepi sekali ini cerita, kapan banyaknya? 🧐

Dua tiga anak ayam, kenapa kau sangat tampan? 😑

Fotonya mana ya? Kok nggak iso kirim fotooo.

🐣🐣    🐣🐣🐣

Selamat membaca 🤍

"Sesuatu yang berawal dari paksaan atau terpaksa tidak akan berakhir dengan baik."

͡° ͜ʖ ͡–

"Gue pulang, Sya, soalnya nggak baik laki sama perempuan berduaan, nanti yang ketiganya saiton." Adnan pamit untuk kembali mengingat keadaan Tasya yang cukup baik.

"Nggak ada setan, Nan, orang lo sendiri yang—"

"Yang apa? Setannya gitu?" Adnan menyela dengan kesal membuat wajah murung Tasya mejadi sedikit ceria.

"Gue nggak bilang gitu, ya! Lo yang asumsi sendiri kayak gitu," ujar Tasya di sela tawanya.

"Udahlah, males gue." Adnan berlalu pergi dengan wajah tertekuk kesal, tetapi tanpa Tasya sadari lelaki yang telah menjauh itu menampilkan senyuman manis miliknya.

Adnan benci mengakui, tetapi ia tak bisa menyangkal bahwa senyuman ini tercipta oleh perempuan itu, Tasya.

Baru beberapa hari mereka bertemu, tetapi Tasya sudah membawa pengaruh baik dalam hidupannya, akhir-akhir ini ia sudah tidak terlalu memikirkan tentang sahabatnya yang telah menikah.

Adnan yang awalnya susah konsentrasi karena memikirkan Tisya kini sudah teralihkan oleh Tasya yang sering kali mengajaknya adu mulut dan bertengkar karena hal sepele. Walau begitu, ia tidak ingin mengakui semua itu.

Ternyata, perempuan yang awalnya ia kira hanya bisa menyebalkan dan menyusahkan ternyata bisa membawa pengaruh baik dalam hidupnya. Tidak disangka mereka akan sedekat dan seakrab ini.

★★★

Sebulan sudah terlewati, keakraban Adnan dan Tasya sepertinya sudah ada tingkatan, mereka sudah jarang cekcok, sudah tampak seperti teman yang sesungguhnya.

Mereka yang biasanya bertengkar setiap waktu kini sudah berubah menjadi dua kali sehari. Sedikit ada kemajuan, 'kan? Sepertinya iya daripada harus mendengar mereka ribut tiap jam.

Seperti siang ini, mereka sedang sibuk dengan catatan belanja yang diserahkan Shafira pada mereka, karena hari ini weekend dan akhirnya mereka menyetujui untuk berbelanja bulanan berdua.

Mereka tampak santai dengan sesekali cekcok dikarenakan Tasya salah memasukkan barang dan tidak sesuai daftar belanjaan.

"Please, Nan. Mami nulisnya dada, lho." Tasya bersikukuh berdalih pada catatan belanja.

"Nggak ada, ibu cuma nulis ayam dua pack," jawab Adnan tidak ingin mengalah. Ia memasukkan dua pack paha ayam dalam troli belanjaan.

"Dadaaa, Adnan! Lo nurut aja kenapa, sih? Susah bener! Bukannya lo juga sukanya dada?" Tasya kembali mengeluarkan apa yang Adnan masukan dan mengembalikan pada tempatnya, ia mengomel persis seperti ibu yang memarahi anaknya yang bandel.

"Sejak kapan gue suka dada, Sya?" Adnan berujar heran. Ia tidak merasa dirinya suka ayam bagian dada.

"Dulu lo suka, apalagi gue bikin—"

"Sya, gue Adnan bukan Chiko mantan lo." Adnan akhirnya mengerti, ia menghela napas dan menatap lembut ke arah Tasya. "Kenapa? Lo keinget sama orang itu?"

"Gue pagi tadi nggak sengaja ketemu beberapa album foto kami berdua di dalam koper, di foto itu kayaknya gue bahagia banget," jawab Tasya pelan penuh penyesalan. "Maaf, Nan. Gue nggak maksud nyamain lo sama Chiko."

Bukan Salah Jodoh (On-going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang