🍓BSJ10

5 3 0
                                    

Gimana, gimna? 😌


















Hello, apa kabaaar?
Jangan lupa baca sampe akhir dan vote, ya? Mau komen juga alhamdulillah 😍

Seru nggak, sih, ini cerita?
Mau ganti judul, Kira-kira apa yaaa? 🤧

Jangan lupa banyak minum air putih dan vitamin ya, cuaca kadang tidak menentu.

Aku ada rekomendasi vitamin, nih, VITAMIN CINTA 😭

🍓🍓🍓 Tandai typo ya?

"Kau tidak akan sadar akan perasaanmu jika gengsi terlalu menguasai diri."

o(〃^▽^〃)o

"Sekali lagi makasih, Ya, Do?" Adnan mengantarkan temannya ke depan pintu apartemen setelah selesai memeriksa keadaan Tasya.

"Santai aja, elah. Kayak sama siapa aja lo, Nan." Dokter yang bernama Nando menjawab. "Eh, lo belum jawab pertanyaan gue, siapa tuh cewek cantik?"

"Temen doang, emang kenapa?" jawab Adnan sembari memicing menatap temannya.

"Temen apa temen?" Nando berujar tengil.

"Temen doang, elah! Dia anak angkat ibu, masa lo nggak tahu? Selama gue di Swiss dia yang jadi anak ibu, astaga." Kali ini Adnan menjawab dengan nada kesal.

Nando tertawa. "Jadi dia yang namanya Tasya? Gue nggak terlalu kenal, sih, soalnya gue jarang main ke toko, sibuk di rumah sakit gue, biasalah, pewaris tidak tunggal."

"Jomlo kagak tuh? Bolehlah ya, buat gue?" Nando berujar dengan maksud menggoda. Ya kali Adnan tidak menyukai gadis secantik itu? Pikirnya.

"Lo makin gaje aja, Do. Pulang sana, huuus!" Adnan mengibaskan tangan dan menutup pintu dengan keras membuat Nando tertawa terbahak-bahak dibuatnya.

Adnan menarik napas panjang, kemudian berjalan menuju dapur, mencari bahan masakan dan mulai eksekusi. Malam ini ia akan membuat sup daging, mengingat tensi Tasya rendah saat periksa, jadi ia akan membuat makanan yang terdapat daging di dalamnya.

Selangi menunggu sup matang, Adnan menelepon Shafira guna mengabarkan keadaan, ia takut ibunya itu tidak bisa tidur karena khwatir.

"Ibu nggak usah khawatir, ya? Nanti kalo semua udah oke aku pulang, kok. Tidur aja duluan, aku mungkin agak maleman pulangnya, Bu." Adnan menjelaskan yang diterima baik oleh Shafira.

Lelaki itu meletakan ponselnya dan mengaduk sup yang sedang mendidih di dalam panci. Ia merenung, kenapa dirinya melakukan ini semua? Entahlah, tanpa bisa ditahan ia melakukan semua ini.

Mungkin membalas budi Tasya yang menenangkannya saat patah hati?

★★★

"Adnan?" Tasya yang baru beberapa menit sadar dari pingsan terkejut melihat Adnan yang masuk ke dalam kamarnya dengan nampan berisi makan dan minum di tangannya.

Baru tadi Tasya bersedih karena tidak ada yang peduli padanya, dirinya kira dunia telah hancur, tetapi ternyata Adnan datang menolongnya.

"Gue kira lo nggak datang, Nan. Makasih udah nolongin gue," ujar Tasya pelan. Perempuan itu bersandar, ia memainkan jarinya—mengalihkan dari rasa gugup.

Adnan tersenyum singkat, untuk saat ini dirinya tidak ingin menjadi mengesalkan. "Makan dulu, ya, Sya? Gue masak sup daging sama bikinin lo susu. Maaf, ya, udah makek dapur lo tanpa izin," ujarnya sembari meletakan nampan di atas nakas.

"Santai aja, Nan. Makasih ya, lo kenapa baik sama gue?" Tasya tersenyum.

Melihat perempuan itu tersenyum membuat Adnan menjadi salah tingkah. Kenapa sangat manis? Setelah membuang pikiran yang absurd itu, Adnan berdeham dan mengembalikan tampang cool-nya.

"Nggak tahu, semua ngalir gitu aja. Lagian, salah kalo gue nolongin lo? Gue juga nggak ngerasa kesusahan," jawab Adnan santai.

"Makan sendiri bisa, lo?" Mendapat anggukan dari Tasya membuat Adnan mengerti, ia mendekatkan mangkuk sup pada Tasya. "Gue mau beresin kekacauan ini dulu, lo makan aja."

"Makasih, Nan."

"Jangan pernah sungkan sama gue. Eh, di mana sapu sama vakum?"

Perlahan pintu kamar tertutup, bayangan tubuh Adnan pun sudah tidak nampak, kembali Tasya menaruh sup miliknya, ia merenung akan nasib yang diberikan Tuhan padanya.

Andai tadi Adnan tidak datang, mungkin dirinya sudah ....

Sudahlah, ia bahkan tidak mampu untuk membayangkan hal itu. Satu hal yang ia benci, lelaki itu datang dan ingin membawanya kembali. Papanya bahkan membiarkan ini semua, mustahil jika Rajendra tidak mengetahui hal ini.

Tasya menutupi wajahnya dengan telapak tangan, ia terisak pelan. "Ma, Tasya takut." Hidup bersama dengan lelaki seperti mantannya itu sangatlah menyiksa batin, mungkin jika mereka menikah ia tidak akan tahu lagi apa itu kebahagiaan.

Cukup beberapa tahun ini untuknya tersiksa berhubungan dengan lelaki seperti itu, tidak lagi, dirinya lelah.

"Tasya cuma mau hidup bahagia, Ma. Setidaknya biarkan Tasya milih pasangan hidup sendiri." Perempuan itu masih menangis dengan memanggil mamanya.

Ia lelah menuruti semua keinginan orang-orang. Ia jadi ini, jadi itu, dan jangan seperti ini dan itu.

Perjodohan yang mau tak mau dirinya terima hanyalah semata agar perusahaan orang tuanya tetap berjaya, bukankah di sini ia seperti dijual?

Ia akan menerima jika lelaki yang dijodohkan tidak berulah seperti mantannya. Chiko, lelaki itu telah banyak meninggalkan luka, selama dua tahun ia bertahan, tetapi apa yang ia dapatkan?

Sudah lama dirinya ingin kabur, tetapi baru sekarang ia punya celah, bahkan sampai ke Indonesia pun dirinya terus dikejar. Kapan semua ini usai?

Ia punya adik dan kakak perempuan, tetapi kenapa hanya dirinya yang terus dituntut? Bukannya iri, tetapi kenyataan, ia selalu tidak dianggap ada dan sekalinya dianggap ia dituntut menjadi ini dan itu.

Bukannya tidak menerima akan takdir, tetapi ia lelaj, ingin rasanya berjalan tanpa beban. Ia disalahkan dan dijodohkan, alasannya adalah karena ia tidak menjadi pembisnis seperti apa yang diinginkan Rajendra.

Bukan tidak mau, tetapi ia sangat lemah dalam perusahaan, bukannya memiliki restoran juga usaha besar? Ia juga pembisnis, bedanya tidak menuruni bisnis keluarga.

"Sya, what's wrong with you?"¹

Adnan datang dengan wajah khawatir. Tasya menghapus air matanya lalu menggeleng. "I'm fine."²

Adnan meletakan sapu dan vakum yang tadi ia ambil. "What is the problem?³ Lo bisa cerita ke gue, Sya, gue siap dengerin keluh kesah lo." Adnan mendekat, ia meraih sup yang didiamkan oleh Tasya, menaruhnya kembali ke nakas dan menyodorkan segelas susu pada perempuan itu.

"Thanks, Nan." Tasya menerima yang disodorkan Adnan, ia meminumnya sedikit karena ia tidak terlalu suka susu plain tanpa rasa.

"Gue nggak maksa lo buat cerita, tapi gue siap kapan pun kalo lo mau cerita, karena terkadang membagi cerita itu bisa membuat hati sedikit tenang, Sya."

Adnan tersenyum tipis. "Gue mau beresin ini dulu, setelahnya gue pulang, nggak papa, 'kan? Tapi tenang, ponsel gue selalu siaga, kok."

"Nan, lo kok baik?" Tasyaberujar dengan nada gemetar menahan tangis.

"Dih, cengeng lo mah!"

Sudah, sepertinya sifat tengil Adnan kembali lagi dan berhasil membuat Tasya kesal.

√√√√

¹ Ada apa denganmu?
² Aku baik kok
³ Ada masalah apa?

Dah selesai bacanya? Gimana? Seru? Feel, nggak? Komen dong🤧
Kritik diterima dengan baik kok🍎

Dadah, kalian, jumpa esok lagi. Entah esoknya kapan😁

Bukan Salah Jodoh (On-going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang