Coba dekatkan telingamu tepat ke dadaku, coba dengarkan sejenak, nikmati segala emosinya, nada-nada tak menentu, dari rapuh, jatuh, hingga bangkit lagi. Coba lebih teliti lagi dalam mendengarkan, apakah temponya seirama, atau tidak beraturan? Sepertinya tidak seirama, karena penyeimbangnya jauh di jakarta. Memandangi langit yang sama setiap waktu, berharap agar kita terasa dekat meski jauhnya jarak memisahkan, namun ternyata percuma, terlalu imaji untuk menganggapnya nyata. Sejujurnya bahagia itu sederhana karena kamu jauh lebih dekat dari kelihatannya, kamu ada disini, tepat didalam hati.
Sekarang aku beri kamu satu peraturan, tolong di cermati baik-baik. Jangan pernah larang aku untuk mencintaimu sampai kapanpun, sudah itu saja. Aku harap, kamu bisa mengerti dan menerima peraturan itu dengan lapang dada. Lembayung ibu kota menghantarkan ke sebuah dimensi, dikala pertama kali aku menatap matamu setelah status kita menyatu. Diam-diam perlahan merekah dan memberontak, maaf jika aku lancang, sepertinya aku jatuh cinta lagi denganmu, wanita yang sama, wanita yang sudah aku dapatkan, wanita yang selalu membuatku bangga dengan segala egonya. Kamu manja, tapi kamu juga istimewa, kamu boleh menyebutnya berlebihan, namun begitulah rasanya.
Pagi menjelang kala matahari menyingsing bulan yang sedang mengurung sepi ditengah gelap. Bertahanlah dengan ego kita, jangan ego masing-masing. Kamu dan aku punya dunia kita masing-masing, tapi kita punya dunia kita sendiri, kamu bebas menyebutnya, kali ini aku ingin menyebutnya jika kita adalah manusia yang sedang belajar untuk memanusiakan manusia dengan cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Sajak Kehilangan
PoetryKumpulan sajak perjuangan dalam segala rasa yang diagungkan