Matahari mulai menyingsing, berganti hari kemudian mengurung sepi. Langkahku berhenti seakan ada yang tertinggal, apakah itu kamu? Oh bukan. Asumsi tentang cinta, terlalu berambisius untuk menganggapnya ada, lukisan surya ditengah malam sudah mewakili jika rasa tak akan pernah pudar meski terlahir sama, datanglah untuk kembali, jika itu inginmu, namun percayalah jika inginmu bukanlah inginku. Jadilah pusat ditengah semesta, kita tak lagi sama, kita hanyalah manusia yang terjebak di sebuah cerita, tanpa adanya sebuah cinta.
Hari-hari yang kini kamu jalani, bukan lagi tentang rasa, bukan lagi tentang luka. Penyesalan karena terlanjur berharap, mungkin saja ini hanya langkah awalmu untuk menuju kedewasaan, dari tetesan air mata yang perlahan mampu merangkai bingkai kenangan. Waktu terus berlalu, letakkan mahkotamu, usaplah air matamu, dan bersandarlah di pundaknya. Walau dia bukanlah aku, meski tak lagi sama, percayalah, jika dulu kita hanya manusia yang terjebak dalam rasa kesepian. Begitu juga dengan kamu dan dia sekarang
Lihatlah, kamu masih bisa tersenyum tanpaku. Coba lihat sekali lagi, tolong jangan lihat wajahmu, tapi pejamkanlah matamu dan rasakan apakah kamu masih mencitaiku? Jika iya, mejauhlah, jika sudah tidak, berarti kamu berhasil untuk menjadi pemenangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puisi Sajak Kehilangan
PoésieKumpulan sajak perjuangan dalam segala rasa yang diagungkan