"Hayan, kau ikut dengan Kak Mara," ujar Jeanno setelah mereka menemukan jalan keluar dari masalah ini. Yaitu dengan berpencar membentuk kelompok. Jika terjebak, setidaknya tidak terjebak sendirian.
Segera Haechan menolak. "Kenapa harus aku?!"
"Karena kau tidak pintar. Sebelum kita keluar dari terowongan ini, takutnya kau lebih dulu menghancurkannya karena marah."
Haechan mendecih. "Aku tidak mau. Kau saja yang pergi dengan Kakakmu itu."
"Tidak bisa," balas Jeanno menggeleng. "Terowongan gelap ini akan terang benderang oleh cahaya dari wajah kami yang bersinar jika aku dan Kak Mara berjalan bersama," lanjutnya penuh percaya diri.
Haechan merasa mual. Dia ingin muntah!
Jeanno terkekeh. Diusaknya pucuk kepala Haechan hingga berantakan dan berkata, "Dengarkan apa kata Kakakmu ini."
Haechan beneran muntah, mendengarnya.
Kakak katanya?
Apa Jeanno tidak tahu kalau Haechan itu sudah berusia 23 tahun?!
Seharusnya Jeanno lah yang memanggilnya kakak. Haechan bahkan sudah berada diusia lelaki yang berhak menikah.
"Aku pergi bersama Jainver dan Rexon saja. Jika bersamamu, aku tak percaya aku bisa melihat jalan keluarnya."
Lagi-lagi Jeanno terkekeh. "Iya, seharusnya begitu. Kalau kau ikut denganku, sudah dipastikan kau akan kutinggal ditengah-tengah terowongan."
Mereka masuk secara berkelompok. Jeanno bersama Mara lebih dulu berjalan memasuki terowongan, disusul oleh Jainver, Rexon dan Haechan yang meremat kedua ujung pakaian mereka.
"Tadi diremat, sekarang diremat. Entar apa lagi yang kau remat, Hayan?" sarkas Jainver mengeluh.
"Jangan berisik!" Rexon memperingatkan. "Ayah bilang, suara keras bisa semakin menjebak seseorang yang berada didalam terowongan ini."
Keduanya langsung terdiam. Dengan pencahayaan yang minim, mereka berjalan bersama, melewati belasan lubang-lubang untuk sampai di pintu keluar.
Haechan berbisik, "Berapa lama lagi kita sampai?"
"Ini saja kita masih terjebak," kata Jainver.
Haechan mendengus. Mereka berjalan bersama dengan Rexon sebagai pemimpin jalan. "Ikuti aku," ujarnya menarik lengan Jainver untuk dekat dengannya.
Jainver menggenggam tangan Haechan. Membawa lelaki itu untuk mendekat pada Rexon. "Jangan lepas tanganmu, Hayan."
"Aku tahu." Ucapan Haechan tak sesuai dengan yang ia lakukan. Saat ini dia sedang berusaha melonggarkan genggaman tangan Jainver pada tangannya.
Ini agak ambigu dipikirannya.
Tak pernah dipikirkan olehnya jika hari ini dia sedang berpegangan tangan dengan seorang lelaki juga. Apalagi bunyi 'ping' yang terdengar jelas ditelinganya.
Bajingan!
Pembaca sialan! Pembaca gila! Dan sekarang mereka maruk (serakah), menginginkan dirinya berjodoh dengan laki-laki lain selain Mara!
Tidak Jeanno, tidak Mara dan sekarang Jainver.
Setelahnya mungkin Rexon atau mungkin juga Raja Jaeffrey!
Pelipis Haechan berkedut, saat memikirkannya.
Pegangan tangan pada Jainver terlepas. Dalam kegelapan disekitarnya, tak ada suara napas dari seseorang didekatnya.
"Jainver?" panggil Haechan kebingungan, meraba-raba dinding disampingnya.
Tak ada jawaban dari Jainver.
KAMU SEDANG MEMBACA
I BECAME THE ANTAGONIST IN MY OWN NOVEL || Lee Haechan
Fanfiction[ Slow Up ] || Fantasy Fiction Haechan Harem Markhyuck Nomin Guanren Summary; Lee Haechan, seorang penulis novel fantasi yang baru-baru ini terkenal dengan judul bukunya '𝐋é 𝐌𝐚𝐫𝐚'. Novel yang menceritakan tentang hubungan seorang Pangeran tamp...