Semua orang masih terduduk menyantap makan malam. Jainver sudah kembali ketempat duduknya semula. Tapi Mara justru hanya terlihat diam ditempat. Seolah-olah dia sedang memikirkan sesuatu. Jeanno menepuk bahu sang kakak. "Ada apa, Kak?"
"Hayan."
"Kak Mara ingin menemuinya?" Jeanno sangat peka akan kakaknya itu. Mara mengangguk, membuat Jeanno terkekeh kecil. "Kalau begitu temui saja. Dia mungkin sudah tertidur."
Mara mengangguk, beranjak bangkit dari kursinya. Yurvant melihatnya bingung. Mengapa Pangeran Begraven itu harus susah-susah memikirkan nasib dari orang yang sudah menghinanya. Hanya Mara sendiri yang mengerti pikirannya sendiri.
Mara berdiri tepat didepan pintu kamar Haechan. Dia ragu untuk sesaat sebelum tangannya akhirnya memegang gagang pintu untuk membuka. Tampak Haechan yang sedang terbaring miring diatas tempat tidur dengan pakaian yang berantakan.
Mara mendekat, duduk disamping Haechan dengan mata yang tak henti-hentinya memandang wajah Haechan yang sedang tertidur. Tangannya perlahan terulur, mengusap lembut pipi Haechan. Entah apa yang sedang dia pikirkan.
Merasakan sesuatu yang lembut menyentuh pipinya, Haechan melenguh. Perlahan membuka mata, mengerjap kearah Mara. Kedua mata mereka saling bertemu. Haechan tiba-tiba saja mengerucutkan bibir kesal pada Mara.
"Huh! Kenapa kau disini," gerutunya terduduk dengan wajah sebal.
Mara kembali mengulurkan tangan pada dahi Haechan. Namun tangannya langsung ditangkap oleh lelaki tan itu. "Ini buruk," kata Haechan melihat telapak tangan Mara yang kasar. "Tanganmu sangat kasar untuk seorang Pangeran."
Pangeran Begraven itu dibuat bingung. Saat ini tangannya sedang dipegang lembut oleh orang yang selalu memaki dirinya. Haechan bahkan sekarang sedang membandingkan kedua tangan mereka. Menyatukan kedua telapak tangan itu untuk melihat perbedaan ukurannya.
"Kau.. tidak benci?" Mara menatap Haechan serius.
Lagi-lagi Haechan mengerucutkan bibirnya lucu. "Siapa yang membencimu. Aku iri!" katanya. Ada nada kesal didalam ucapannya. Dia kembali bergumam, "Aku menciptakan karaktermu untuk tidak berakhir sempurna seperti ini. Aku tidak suka sesuatu yang sempurna. Bagaimana bisa kau berakhir sempurna seperti ini. Aku pasti gila saat menulis dirimu."
Untuk kali pertama, Mara mengerutkan kening. "Menulis?"
Haechan mengangguk berkali-kali. "Lihat dirimu," ujarnya menunjuk diri Mara. "Kau sempurna. Bahkan wajahmu..." Atensinya teralih pada bibir merekah milik Mara. Manik mata Mara yang menatap dirinya. Dan ceruk leher Mara yang terbuka.
Tubuh Haechan perlahan maju dengan tangan yang perlahan terulur, mengusap lembut wajah Mara yang dia akui sangat tampan itu. Dielusnya rahang Mara hingga ibu jarinya berhenti tepat didepan bibir Mara yang menyala. "Ah... Bahkan bibirmu ini sempurna. Lembut dan semerah darah. Sangat cantik. Sangat menggoda. Kira-kira seperti apa rasanya?"
Mata Mara melebar cepat, kala sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Haechan mencium dirinya tiba-tiba. Menempelkan kedua bibir mereka dengan Haechan yang menghisap lembut bibir Mara. Ratusan bunyi 'ping' kembali terdengar ditelinga Haechan. Tapi dirinya abai, dengan masih mencium Mara.
"Hmmpp," Lelaki tan itu kembali melenguh. Menghisap bibir bawah Mara kemudian menarik diri. Matanya yang sayu menatap dalam mata Mara. "Manis."
Mara terpaku. Haechan kembali mengulurkan tangan, mengelus rahang Mara. Turun ke lehernya dan menggosok leher Mara kecil. Dia mengulum bibir ragu, seolah-olah sedang menimang sesuatu. Pikirannya kalut sekarang. Dia kehilangan kesadaran. Menggigit bagian leher didekat bahu Mara tiba-tiba. Pangeran Begraven itu meringis kecil. Wajah Haechan berada tepat pada lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I BECAME THE ANTAGONIST IN MY OWN NOVEL || Lee Haechan
Fanfiction[ Slow Up ] || Fantasy Fiction Haechan Harem Markhyuck Nomin Guanren Summary; Lee Haechan, seorang penulis novel fantasi yang baru-baru ini terkenal dengan judul bukunya '𝐋é 𝐌𝐚𝐫𝐚'. Novel yang menceritakan tentang hubungan seorang Pangeran tamp...