Maya mendorong tubuh Masumi menjauh, kedua alisnya terangkat tinggi. Seketika tangannya mencengkeram kedua lengan suaminya.
"Kau tidak suka ? Lupakan saja apa yang aku katakan ! Aku.."
"Tapi kau sudah mengatakannya, sayang.", ujar Masumi lembut. "Dan aku tahu sejujurnya itulah yang kau inginkan. Tempatmu memang di sana. Aku lah yang sudah merenggutmu dengan tidak adil dari duniamu."
"Tapi..."
"Dengarkan aku dulu, Maya. Tenanglah...bukankah sudah kukatakan aku akan menjalaninya bersamamu ?", Masumi mengusap air mata yang mulai merebak di pelupuk mata istrinya
"Tapi...berpisah.."
"Kita hanya berpisah rumah. Aku sudah memikirkan ini. Karena itu aku tidak langsung menemuimu setelah pertunjukanmu kemarin. Menurutku lebih baik kalau orang tidak tahu tentang pernikahan kita. Setidaknya sampai kau berhasil mendapat pengakuan atas kerja kerasmu.", Masumi menarik Maya bersandar kembali di dadanya. "Kalau orang tahu siapa suamimu...mereka akan bilang kau memanfaatkan pengaruh perusahaan atau apalah untuk memuluskan jalanmu. Dan aku yakin kau tidak menginginkan itu."
"Yah...itu...", Maya meremas jemarinya
"Bagaimanapun aku ini berpengalaman mengorbitkan banyak artis besar...sampai sekarang.", Masumi tertawa kecil. " Jadi kupikir ini lebih baik. Aku tau akan sulit. Tapi ini pengorbanan yang harus kita lakukan."
"Tapi...", Maya berbisik ragu
"Tak perlu kau jawab sekarang. Aku hanya punya sedikit waktu denganmu. Besok aku sudah harus berangkat lagi."
Maya mendongak, sekilas sorot mata sedihnya membuat Masumi terenyuh. Jemari pria itu menangkup wajah mungil istrinya.
"Aku sering meninggalkanmu sendirian akhir-akhir ini. Aku takut aku tidak ada di sisimu saat kau membutuhkanku."
Maya memejamkan matanya, menikmati lembutnya cinta Masumi kepadanya. Ia menyurukkan wajahnya ke dalam pelukan Masumi.
"Aku tidak ingin bicara apa-apa lagi....juga tidak ingin memikirkan apa-apa lagi malam ini.", bisiknya parau
Tanpa membantah, Masumi menyelipkan lengannya di bawah lutut Maya dan menggendongnya. Istrinya masih saja mungil dan begitu ringan. Kadang Masumi lupa betapa kuatnya wanita yang ada di pelukannya itu karena di matanya, Maya layak untuk dilindungi setiap saat.
Masumi mengerjapkan matanya saat alarm di samping tempat tidur menyalak dengan keras. Tak perlu waktu lama baginya untuk mengumpulkan segenap energinya dan sadar sepenuhnya. Masumi terbiasa bangun lebih pagi daripada Maya, karena itu seperti biasa ia bangkit dengan perlahan, agar tak membangunkan istrinya. Tapi alisnya segera bertaut saat melihat sisi sebelah tempat tidurnya sudah kosong. Istrinya tak ada di sana. Masumi bergegas mencari pakaiannya yang berserakan, berharap senyum Maya akan menyambutnya saat ia membuka pintu kamar. Tapi hanya kesunyian yang menyapanya. Refleks pria itu menyambar ponselnya dan menekan nomor yang dihapalnya di luar kepala. Sekali...dua kali...tiga kali.....entah sudah deringan keberapa....ia hampir putus asa menunggu...panggilan itu terputus tanpa ada jawaban. Tak memperdulikan pakaiannya yang berantakan, Masumi bergegas keluar sambil tak henti-hentinya berusaha menghubungi Maya.
Entah sudah berapa lama ia berlari, mencari Maya di sekeliling hotel. Ketakutan mencengkeramnya dan saat ia sudah tidak berharap lagi panggilan teleponnya akan terbalas, tiba-tiba terdengar suara di seberang sana.
"Masumi ?"
"Maya !! Kau dimana ?!! Katakan kau dimana !! Aku akan segera menjemputmu !!"
"Eh...maaf....aku lupa waktu...tadinya aku bermaksud.."
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Be Forever
Fanfiction"Yang membuatku bahagia adalah berada di sisimu...." Setidaknya itu yang dulu Maya dan Masumi pikirkan saat mereka menikah. Tapi kini....mereka mulai meragukannya... A Sequel of "Never Say Goodbye"