Maya menyandarkan kepalanya, berusaha mengatur napasnya. Sesekali isakannya masih terdengar. Beberapa menit berlalu, Hijiri membiarkan Maya menenangkan dirinya. Kini wanita itu tampak lebih tenang, meskipun pandangannya masih menerawang jauh.
"Nyonya..", Hijiri menegur Maya sehalus mungkin
"Ya ?", Maya berpaling menatap pria itu, matanya sembab oleh air mata, hidungnya pun memerah, tapi dia jauh lebih tenang
"Kita hampir tiba di rumah sakit. Tadi Tuan berpesan agar anda menelponnya segera. Tapi tadi anda begitu terguncang..jadi.."
"Kau bertemu Masumi ?!", Maya menegakkan tubuhnya, dia bahkan tak terpikir tentang suaminya
Hijiri mengangguk dan tersenyum masam, "Maafkan saya, Nyonya. Sayalah yang mencegah tuan Masumi menemani anda. Sesungguhnya dia ingin berada di samping anda saat ini."
Kedua mata Maya mengerjap, benaknya mencoba mencerna keadaan yang baru saja terjadi. Dia menghela napas panjang.
"Kurasa....kau melakukan itu untuk menolongnya kan ?"
"Menolong anda berdua, Nyonya..Tapi sayangnya kali ini anda harus berkorban demi tuan."
"Aku mengerti Hijiri. Kami tak menduga situasi ini. Lagipula...bagaimana kalau dia pingsan lagi di depan para wartawan ? Masumi pasti jadi lebih tertekan karena kondisinya."
"Karena itu...segeralah hubungi dia. Dia pasti sangat kuatir."
Maya tersenyum tipis seraya menjangkau ponsel di tasnya. Ia tak perlu menunggu lama sampai panggilannya bersambut. Ia bisa mendengar suara Masumi yang resah di ujung sana.
"Maya...kau tidak apa-apa ?"
"Yaah...kurasa."
"Maaf...maaf...aku tidak bisa..."
"Tidak apa-apa.", sergah Maya sebelum Masumi menyesali diri lebih jauh lagi. "Aku sudah hampir sampai di rumah sakit. Kau dimana ?"
"Aku sedang mencari hotel sekarang."
"Uhm...lalu...bagaimana ini, Masumi ?"
"Kita pikirkan nanti. Sekarang kau harus menyiapkan diri untuk pemakaman bu Mayuko. Terutama...menghadapi tamu yang akan hadir. Teman-temanmu...persatuan drama nasional...jadi...persiapkanlah dirimu."
"A...Aku harus jawab apa..", tiba-tiba Maya menjadi gugup saat menyadari apa yang harus dihadapinya
"Yaah....lebih baik kau tidak perlu menyinggung tentang kecelakaan itu dan juga pernikahan kita. Sementara ini...aku tak ingin memancing perhatian keluarga Takamiya."
"Begitu..."
"Kau bisa menginap di hotel. Kita bertemu setelah semua urusan pemakaman selesai."
"Baiklah."
"Sampai jumpa, Maya. Telpon aku kapan saja."
"Ya, aku mengerti."
"Maya...", Masumi menghela napas panjang, "Maaf...Maaf aku tidak disana. Aku sudah menyuruh Hijiri menemanimu..."
"Tidak...Tidak perlu. Aku bisa sendiri. Kehadiran Hijiri bisa menimbulkan banyak pertanyaan bukan ?"
"Tapi..."
"Tak apa, Masumi. Sungguh. Lagipula...seperti katamu...aku pasti akan bertemu teman-temanku."
"Baiklah. Hati-hati, Maya.."
Maya menjawab singkat sebelum mengakhiri pembicaraan itu.
***
Lelah...penat...entah rasa apa lagi yang menghantamnya bersama-sama. Maya hanya bisa tertunduk di samping peti mati itu. Sedari tadi kepalanya tertunduk, enggan menatap mata para tamu yang mulai berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir pada mendiang Mayuko Chigusa. Saat ini dia menulikan telinganya. Dia tahu banyak orang berbisik-bisik. Sudah pasti...mereka semua mempertanyakan dirinya. Keberadaannya..kelayakannya..bahkan Maya yakin nama Masumi pun ikut disebut-sebut. Tidak...saat ini ia tak ingin mendengar semua itu. Tangannya mengepal erat. Hatinya tak pernah sekalut ini. Masumi...Masumi...nama itu terngiang terus di benaknya. Kenapa...kenapa gurunya memberikan wasiat seperti itu ? Maya tentu tak dapat menyalahkan gurunya. Bagaimanapun ia tak sempat bercerita tentang dirinya dan Masumi. Perlahan matanya mulai basah. Tentu gurunya pun tak tahu kalau Maya saat ini tak dapat menandingi Ayumi. Tanpa latihan fisik, tanpa penambahan ilmu apapun...bagaimana bisa ia menandingi Ayumi ? Maya tidak lagi bisa menegakkan kepalanya sebagai pewaris bidadari merah. Ia tak layak. Hatinya sudah melepaskan dunia pelangi itu demi orang yang dicintainya. Maya saat ini tidak lagi punya keinginan untuk merengkuh cahaya panggung itu. Lalu bagaimana bisa...bagaimana bisa ia harus menanggung beban ini seumur hidupnya ?
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Be Forever
Fanfiction"Yang membuatku bahagia adalah berada di sisimu...." Setidaknya itu yang dulu Maya dan Masumi pikirkan saat mereka menikah. Tapi kini....mereka mulai meragukannya... A Sequel of "Never Say Goodbye"