...
Hijiri berdiri tegap di sisi pria itu. Entah apapun jabatan dan statusnya, di hadapan pria itu selama-lamanya dia menganggapnya sang junjungan. Mulutnya terkunci rapat selagi matanya menatap pria itu membalik lembar demi lembar laporan di mejanya."Hmn.Kita benar-benar terpojok."
Hijiri hanya bergumam, mengkonfirmasi pendapat lawan bicaranya.
"Bagaimana hasil pertemuanmu dengannya kemarin, Hijiri? "
"Maafkan saya, Tuan. Tapi sepertinya saya tidak berhasil menarik perhatiannya."
"Begitukah."
"Jadi... Apakah... Tuan yang akan menemuinya setelah ini ? "
Kini giliran lawan bicaranya yang bergumam dan mengangguk pelan.
Hijiri menghela napas, "Kepulangan Tuan ke Jepang jadi tertunda lagi. "
Terdengar dengusan dan tawa sinis dari pria yang satunya lagi. Ia bangkit dari kursi kerjanya. Kedua tangannya terkepal erat di dalam saku celananya saat ia memandang gemerlapnya Hongkong di malam hari.
"Memangnya apa yang bisa kulakukan kalau aku pulang ke Jepang, Hijiri? Tak bisa menunjukkan wajah, tak bisa berdiri di sampingnya, bahkan kekuasaanku sekarang tak berdaya menyentuhnya."
Hijiri merasakan keterpurukan yang amat sangat dalam kata-kata pria itu.
"Anda tahu Nyonya Maya tidak memerlukan hal-hal semacam itu. ", bisiknya pelan
" Benarkah, Hijiri? Aah, tapi mungkin saja itu benar. Karena aku mulai merasakan ia lepas dari genggamanku."
Kali ini seulas senyum getir muncul di bibir pria itu. Ia menundukkan kepalanya.
"Mungkin pernikahan kami adalah sebuah kesalahan. ", desahnya pelan. "Mungkin aku harus melepaskan rantai ini dari kakinya, membiarkannya terbang sekali lagi. "
Pria itu memejamkan matanya.
Dulu... Ia adalah orang yang begitu percaya diri. Ia terbiasa hidup di bawah pandangan mata banyak orang dan toh dia bisa tetap berdiri di puncak demgan semua kepercayaan dirinya. Tapi sekarang... Ia mengingat pembicaraan terakhir mereka... Entah beberapa hari... Bahkan mungkin beberapa minggu yang lalu..
"Jangan pulang!! "
Ia tersentak
"Jangan mendekatiku! Aku bisa melakukannya tanpamu"
Ia melihatnya... Keringatnya menetes di seluruh tubuhnya. Wajahnya menunjukkan kelelahan tapi juga rasa sakit. Wanita itu tersungkur di lantai. Kedua tangannya terkepal erat. Ia bisa melihat bahunya berguncang saat ia melihat wanita itu mengangkat kepalanya... Menatapnya tajam...
"Aku akan melakukannya tanpamu.", katanya penuh tekad
Ia kehilangan kata-kata. Jemarinya gemetar saat menyentuh layar telepon genggamnya.. Ingin menghapus air mata dari wajah kecintaannya itu.
" Maya ! Kau tidak apa-apa ?!! "
Tidak... Itu bukan seruannya. Sedari tadi mulutnya terkunci. Sambungan internasional itu mendadak terputus. Dan dalam sedetik, telepon genggam itu melayang, menghantam dinding dan pecah berantakan.
Ia terengah menahan murka.
"Kau... Tak menginginkanku... Tapi membiarkannya menyentuhmu dengan bebas. ", desisnya... " Maya... Koji... Kalian.. "
Selama beberapa menit berikutnya, hanya terdengar suara barang dipecahkan dan teriakan mengerikan bagai binatang buas yang terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Be Forever
Fiksi Penggemar"Yang membuatku bahagia adalah berada di sisimu...." Setidaknya itu yang dulu Maya dan Masumi pikirkan saat mereka menikah. Tapi kini....mereka mulai meragukannya... A Sequel of "Never Say Goodbye"