Seandainya Maya tidak kenal siapa gadis di depannya itu, tentulah ia berpikir sama seperti semua orang di ruangan itu. Ayumi ingin memulai kembali pertarungan untuk memperebutkan Bidadari Merah. Tentu saja, itu sangat wajar. Tapi Maya cukup mengenal Ayumi untuk tahu kemarahannya bukan sekedar ambisi semata. Ia pernah melihat Ayumi yang begitu terpuruk, merasa iri pada Maya. Ayumi yang tak pernah mau memakai nama besar orang tuanya untuk meraih ambisinya. Sama seperti dirinya, Ayumi adalah seseorang yang bekerja keras demi posisinya. Karena itulah kini Maya merasa gentar.
“A..Apa maksudmu, Ayumi ?”
“Kau bilang kau pewaris Bidadari Merah ?! Apa yang kau lakukan untuk Bidadari Merah ?!!”, sembur gadis itu gusar. “Kau tidak bisa menipuku, Maya ! Kau menghilang begitu saja ! Aku tidak tahu apa alasannya. Tapi kalau selama kau menghilang ternyata kau tidak berlatih sama sekali, aku tidak bisa memaafkanmu !!”
“Ayumi !”, sergah Koji menengahi keduanya. “Jangan bicara keterlaluan.”
“Sakurakoji. Buka matamu. Maya Kitajima yang kukenal selalu berlatih hingga lupa waktu. Tapi Maya Kitajima yang ada di panggung kemarin...”, Ayumi menatap tajam pada saingannya, “Suaranya bergetar, dia melangkah dengan sedikit menyeret kakinya di akhir babak...aku bisa melihatnya, Maya. Kau kelelahan.”, tukas gadis itu tajam
Maya bisa mendengar seluruh isi ruangan itu menahan napas. Bahkan Sakurakoji pun tak mampu membantah. Mereka semua tahu, Maya hampir tak mampu berjalan setelah pentas itu. Sungguh luar biasa memang pengamatan seorang Ayumi Himekawa.
“Aku benar kan ?”, Ayumi menatap angkuh pada Maya, “Aku tidak bisa memaafkanmu yang tidak berlatih selama bertahun-tahun ini. Kau tidak pantas menjadi Bidadari Merah lagi. Kalau kau memang sudah meninggalkan panggungmu, serahkan Bidadari Merah padaku !”
“Ayumi ! Jangan keterlaluan !”, Koji berusaha membela Maya
“Koji ! Jangan..”, cegah Maya dengan suara lirihnya...sejenak hatinya bimbang...
“Kau tahu dimana harus mencariku, Maya. Aku menunggu keputusanmu.”, Ayumi melemparkan tatapan tajamnya sebelum ia melangkah pergi, menyisakan keheningan di ruangan itu dan juga kegelisahan di hati Maya.
Maya terpekur di kamarnya yang kini terasa begitu lengang. Kegelisahan yang sedari tadi ditahannya kini terasa mengaduk-aduk isi perutnya. Ia berusaha meredakannya dengan segelas air dingin. Tapi hatinya tak juga kunjung tenang. Sakurakoji berusaha untuk tidak bertanya apa-apa. Tapi sinar matanya jelas penuh rasa ingin tahu. Seluruh anggota teater berbisik-bisik sepanjang latihan. Dan sungguh, Maya tidak ingin membantah semuanya, karena ialah yang paling tahu kalau semua perkataan Ayumi sungguh benar adanya. Kebimbangan menyergap ke relung hatinya yang terdalam. Masih layakkah dia memegang hak pementasan bidadari merah ? Tadi dia sempat mencari tahu apa saja yang telah dilakukan Ayumi selama 5 tahun ini. Tentu saja, bertolak belakang dengannya, Ayumi meraih banyak kesempatan untuk belajar, mendalami bukan hanya seni peran, tapi juga seni tari, dan segudang teknik lainnya. Gadis itu bahkan sempat belajar hingga ke eropa dan amerika. Maya sama sekali tak terkejut saat melihat sederet prestasi yang telah diukir gadis itu.
Maya mendesah, melekatkan gelas berisi air dingin itu ke dahinya. Sejuta pertanyaan yang berputar di benaknya. Saat ini semuanya bagaikan benang yang terikat, tersimpul, tanpa dia tahu dimana ujungnya. Darimana dia harus mulai untuk mengejar ketertinggalannya ? Lebih dari itu, apakah ia bisa melakukannya ? Ia pernah berada di atas, dan kecemburuan seorang wanita menghajarnya hingga hancur ke dasar. Hatinya tersakiti...hati orang yang paling dicintainya pun terluka...kengerian itu masih menghantui benaknya. Tahun-tahun yang dilewatinya sendiri. Tahun-tahun yang dihabiskan Masumi dengan sepi. Hati kecilnya ingin membela diri. Tentu saja mereka tidak tahu. Tidak tahu bagaimana rasanya tiba-tiba harus terikat di kursi roda. Rasa sakit yang menderanya saat berusaha menggerakkan kakinya. Lusinan operasi yang harus dilaluinya sampai dia hapal setiap sudut rumah sakit. Maya mendesah. Tapi nyatanya dia lah yang menjauh dari dunia pelangi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Be Forever
Fanfiction"Yang membuatku bahagia adalah berada di sisimu...." Setidaknya itu yang dulu Maya dan Masumi pikirkan saat mereka menikah. Tapi kini....mereka mulai meragukannya... A Sequel of "Never Say Goodbye"