Masumi tersentak, bahkan terduduk. Dengingan keras menyergap indera pendengarannya dan membuatnya refleks menutup kedua telinganya dengan tangan. Beberapa perawat berlarian masuk dan diikuti seorang dokter. Masumi tampak kebingungan.
"Maya...Dimana istriku ?!! Dimana istriku ?!!! Mayaa !!! Maya !!!!"
Masumi tak mendapat jawaban apapun, beberapa perawat menahan tubuhnya agar kembali berbaring. Tapi itu sama sekali tak menghilangkan wajah Maya yang berlinang air mata dari benaknya. Masumi berteriak tanpa kendali, bahkan mulai memberontak. Masumi menepis tangan dokter yang hendak memasukkan jarum suntik ke lengannya. Tak perduli bagaimana pun perawat dan dokter menenangkannya, Masumi tak berhenti berontak.
"Lepaskan aku !! Aku harus mencari istriku !! Maya !!!"
Tepat di saat para dokter dan perawat hampir putus asa, seseorang berlari masuk, menerobos kerumunan itu dan dengan sigap menggenggam tangan Masumi.
"Aku disini ! Masumi, aku disini !!"
Wajah mungil itu tampak lelah, tapi mengangkat semua kekuatiran dari pundak Masumi.
"Maya...kau baik-baik saja ? Kau tidak terluka ?"
Wanita itu menggeleng seraya tersenyum lembut. Tangannya mengusap lengan Masumi penuh kasih.
"Aku tadi hanya pergi menemui dokter. Istirahatlah."
"Apa yang terjadi padaku ?"
"Kita bicarakan nanti. Sekarang kau harus istirahat."
Masumi merasa tenang saat melihat tatapan teduh istrinya, karena ia tahu mata itu tak pernah berbohong padanya. Perlahan ia kembali terlelap.
Maya merapatkan selimut yang membungkus tubuhnya. Matanya tak lepas dari sosok Masumi yang terbaring di ranjang rumah sakit. Tak pernah...tak pernah satu kalipun sepanjang perkenalan mereka, Masumi tampak begitu rapuh. Maya menghela napasnya. Ia masih bisa merasakan ketakutan yang merongrongnya tanpa henti sejak Masumi jatuh pingsan di hadapannya. Untunglah mereka tak mengalami kecelakaan dan Maya berhasil menenangkan dirinya sendiri, memanggil ambulans tepat waktu. Tapi perkataan dokter padanya tak mau berhenti mengusiknya.
"Nyonya Fujimura ?", pria berjas putih itu berjalan mendekati Maya yang masih duduk di samping ranjang Masumi
"Dokter. Bagaimana keadaannya ?"
"Mari kita bicara di luar."
Maya mengikuti dokter itu dengan patuh.
"Apa yang terjadi pada suami saya ?"
"Kami juga sedang mencari tahu. Apakah anda tahu gejala apa yang muncul sebelum suami anda pingsan ?"
"Ehm...dia berkeringat dingin, sepertinya sulit bernapas, dan dia terus memegangi dadanya."
"Begitukah ? Apakah suami anda punya riwayat serangan jantung ?"
"Serangan jantung ? Ti...Tidak. Maksud saya....dia selalu terlihat sehat."
"Bagaimana gaya hidupnya ? Apakah ia perokok ?"
Maya mengangguk
"Alkohol ?"
"Beberapa tahun ini ia tidak terlalu sering minum. Maksud saya....hanya sekedar bir...semacam itu."
"Tidak pernah ada gangguan pada pola tidurnya ?"
Maya terdiam. Selama mereka tinggal di Inggris, hampir setiap hari Masumi tidur larut malam...bahkan hingga subuh, demi mengurus pekerjaannya di Jepang. Hatinya mencelos saat memikirkan kemungkinan kalau suaminya kelelahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Will Be Forever
Fanfiction"Yang membuatku bahagia adalah berada di sisimu...." Setidaknya itu yang dulu Maya dan Masumi pikirkan saat mereka menikah. Tapi kini....mereka mulai meragukannya... A Sequel of "Never Say Goodbye"