11

3.5K 436 62
                                    

[Name] membuka matanya. Nafasnya tersendat, air mata bercucuran dari kedua kelopak matanya. Wajah pucat itu tampak dipenuhi kepanikan.

Sadar jika itu adalah ruangan yang dia kenal-ruang pertemuan dengan para lower moon, saksi pertarungannya- [Name] merasa sedikit lega.

Namun dia belum benar-benar bisa bernafas lega sebelum menemukan Muzan. [Name] lantas berdiri, bersyukur, kakinya menapak saat ini.

Dengan langkah tergesa-gesa [Name] berlari, menyusuri rumah dengan desain aneh itu.

Di salah satu sudut, [Name] melihat ada Nakime yang diam sembari memegang biwa nya.

"Nakime! Dimana Muzan? Dimana dia?" Suara [Name] terdengar bergetar dengan dipenuhi nada ketakutan.

Nakime sebenarnya merasa sangat terkejut saat mendengar [Name] yang memanggil nama tuannya tanpa embel embel tuan. Terlebih [Name] tidak langsung terkena kutukan panggilan nama itu.

"Jawab aku! Dimana Muzan?"

Melihat [Name] yang terlihat sangat kacau Nakime tak memiliki pilihan lain selain memetik biwa, mengantarkan [Name] ke tempat tuannya berada.

Sejak pertarungan [Name] dengan tuannya Nakime sudah tau jika [Name] bukanlah oni biasa. Namun dia tak menyangka jika [Name] seluar biasa ini.

Dengan kekuatan Nakime, [Name] tiba-tiba berada di laboratorium tempat Muzan melakukan semua eksperimennya.

Muzan tak memberikan reaksi saat [Name] tiba-tiba muncul di hadapannya. Pria itu masih fokus membuat ramuan yang entahlah untuk apa.

Air mata kembali luruh di pelupuk [Name], tangisan sedih dan bahagia. Sedih karena teringat dengan potongan fragmen itu dan bahagia karena Muzan masih berada di depannya.

"Sudah kuduga kau masih bisa bertahan"

Suara berat menginterupsi, menghentikan isakan-isakan pelan yang keluar dari mulut [Name]. Kepalanya mendongak, menatap Muzan yang masih fokus dengan ramuannya.

"Kali ini apalagi yang akan kau katakan?"

Ini aneh. Suara Muzan terdengar santai, mengintimidasi namun tidak semenakutkan itu. [Name] bahkan bisa menatap wajahnya tanpa dipenuhi rasa takut. Tapi tetap saja, kharisma yang dipancarkan pria dihadapannya masih membuat [Name] tunduk.

"Dapat bertahan bahkan setelah aku menyuntikkan begitu banyak darah padamu" Kekehan kasar terdengar, menjeda kalimat yang diucapkan Muzan "Sekarang kau sudah seberapa kuat [Name]?"

[Name] menggeleng ribut, ekspresinya dipenuhi kepanikan, "T-tidak! A-aku tidak sekuat yang and-"

Dalam sekejap, Muzan sudah memegang kedua pipi [Name] dengan sebelah tangan. Urat-urat tampak menonjol diwajah raja iblis itu, menandakan semarah apa dia sekarang.

"Berani mengabaikan perintah ku, melawan dan merendahkan ku, lalu dengan beraninya meremehkan ku. [Name], kau tau aku tak pernah menyukai seorang pembangkang ada disekitarku"

Air mata kembali luruh dari kelopak indah itu, [Name] terisak. Salahnya, memang salahnya. Seharusnya dia menjalankan tugasnya, berusaha mengendalikan pikirannya dan lebih memperhatikan sikapnya. Bukan mengecewakan sang tuan dan membuat mimpinya menjadi semakin jauh untuk digapai.

"Kau mengatakan akan menjadi batu loncatan ku, mengetahui akhir hidup ku, dan bersanding dengan ku. Tapi yang kau lakukan justru terlihat seperti kau yang akan membunuhku"

Jeda sebentar, Muzan menatap mata yang menunduk dengan air mata bercucuran itu. Gadis di hadapannya terlihat tak berdaya, tapi seolah ada hewan buas yang siap menerkam nya kapan saja di dalam tubuhnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, Master! | Muzan x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang