32: Save me

64 7 1
                                        

Bunyi mesin-mesin penopang hidup terdengar begitu jelas di ruangan yang tak terlalu besar. Aktivitas di sini rata-rata terbilang cepat dan tidak bersuara sehingga kondisi ruangan sangat kondusif. Sesekali bunyi monitor jantung atau patient monitor yang berbunyi nyaring membuat pergerakan manusia di dalam ruangan berubah menjadi lebih gesit. Mesin berbunyi berarti ada nyawa yang sedang dipertaruhkan.

Jae mengusap keringat yang mengalir di pelipis. Tiga menit ia berdiri di atas pasien dan terus memompa dada. Garis datar yang tercetak di dalam monitor perlahan berubah bergelombang. Aktivitas jantung belum stabil tapi cukup membuat staf medis di tempat menghela napas lega.

"Laporkan terus tanda vital pasien padaku."

Jae membuka maskernya kasar kemudian mengisi sesuatu di kertas.

"Kalau ada masalah dan aku tidak menjawab, langsung hubungi Dokter Hwang Daeho. Dia yang akan menindaklanjutinya."

Menjaga pasien tetap bernapas setelah operasi adalah hal tersulit kedua yang harus dilakukan setelah operasi. Jae melepas masker dan sarung tangan lateks yang melekat. Berbicara sebentar dengan perawat yang bertugas mengenai kondisi pasien kemudian keluar dari ICU.

Hari ini ia akan pulang lebih cepat. Selain sudah selesai dengan jam praktik dan tidak ada operasi, hari ini adalah hari di mana ia dihubungi secara ketus oleh pemilik bengkel, memintanya untuk cepat datang atau kalau tidak akan dikenakan denda. Ya, mobilnya masih menginap di sana. Sejujurnya Jae sendiri lupa belum mengambil gaji berjalannya di bengkel sejak insiden. Baru hari ini ia punya waktu untuk pergi.

Setelah memakai mantelnya, Jae berjalan menuju lobi. Badai salju sudah tenang dan kini tampak butiran halus turun dari langit. Hawa dingin juga menusuk kulit. Jae mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Daeho, halte bus mana yang paling dekat rumah sakit?"

"Halte bus? Di belakang rumah sakit ada satu."

"Bukannya di depan juga ada halte?"

"Halte itu sedang diperbaiki. Atapnya roboh karena badai salju kemarin. Dokter ingin pergi?"

"Ya, ada urusan. Aku bilang ke perawat ICU untuk menghubungimu kalau pasien tadi pagi ada masalah. Nyalakan ponselmu, Daeho. Kalau ponselmu mati, pasien juga mati," katanya tajam.

Suara dehaman canggung di seberang sana mengakhiri panggilan. Angin dingin berhembus pelan. Rambut yang tak terlindungi oleh apa pun sedikit berkibar. Udara dingin menusuk dan harus jalan ke belakang rumah sakit. sangat tidak beruntung.

Sesampainya di halte, tampaklah kumpulan manusia dengan jenis pakaian yang berbeda. Di antara kumpulan itu Jae tidak sadar ada satu orang yang terus memperhatikannya.

"Jaehyung?"

Jae menoleh dan mendapati tetangganya tengah berdiri tepat di sampingnya. Jae bertanya-tanya seberapa sempit dunia ini sampai harus bertemu dengan tetangganya lagi.

"Wah benar! Seoul kecil sekali sampai kita bisa bertemu di sini!"

"Aku tidak tahu kau menunggu bus di halte ini juga."

"Kau lihat gedung itu? Itu tempatku bekerja. Sebagai pengajar musik privat. Aku spesialis di biola."

Jae melihat arah tunjukkan tetangganya. Ia tidak cukup familiar dengan lingkungan belakang rumah sakit sehingga baru tahu ada gedung tiga lantai yang ditempati para pengajar musik. Jae melihat tas yang menyerupai bentuk biola di punggung Yiseul, menebak kalau perempuan ini baru selesai mengajar.

Days Gone By (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang