*
*
*
*
*Pagi ini Alana menatap kosong ruangan, tatapan matanya kosong seperti tidak ada kehidupan. Dia benci dengan takdirnya, takdir yang begitu kejam untuk perempuan seperti Alana.
Alani menatap putrinya dengan tatapan sendu. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu. " Alana, diluar ada Vana sama Satria, kamu mau kan nemuin mereka ?" Tanya sang bunda yang dibalas anggukan pelan oleh Alana.
Pintu terbuka menampilkan Vana dan juga Satria. Vana langsung memeluk Alana, dengan senang hati Alana membalas pelukannya.
"Alana, gua kangen banget sama lo. Lo tau nggak sih, nggak ada lo disekolah bikin gua kesepian." Ucap Vana tiada henti.
" Kan masih ada Rora Na, lo bisa main sama dia." Jawab Alana. Vana mengerucutkan bibirnya.
" Dia selalu bikin gua darah tinggi, hampir setiap hari pasti ngajak gua ke mall alasannya disuruh nyokapnya lah atau apalah, tapi ujung - ujungnya gua yang bayar, emang dia tu nggak ada akhlak." Ucap Vana dengan nada sedikit kesal.
Alana tersenyum membuat mereka yang melihatnya terdiam, Vana yang menjadi alasan Alana tersenyum ia merasa bangga, karena curhatan yang tak bermutu itu bisa membuat Alana tersenyum.
" Bunda, Alana mau bicara berdua sama Satria." Ijin Alana pada bundanya.
" Iya, biar bunda sama Vana yang keluar, ayo Vana." Ucap sang bunda sembari mengajak Vana untuk keluar.
" Sat, gua mau keluar dari ASIVER." Ucap Alana membuat Satria kaget.
" Lo nggak lagi bercanda kan ?" Tanya Satria untuk memastikan. " Gua nggak bercanda, keputusan gua udah bulat." Jawab Alana tanpa melihat wajah Satria.
" Apa alasan lo mau keluar dari ASIVER ?" Pertanyaan Satria membuat Alana menunduk.
" Gua rusak, dan gua nggak pantes buat jadi ketua." Jawab Alana yang sudah meneteskan air matanya. Satria diam, jika ini sudah menyangkut tentang kejadian Alana kemarin, ia tak bisa berbuat apa-apa.
" Alana, dengerin gua, lo nggak rusak dan nggak akan pernah rusak. Lo bakal tetep jadi ketua ASIVER." Alana tau Satria pasti akan menolak keputusannya.
" Sat, plis gua mohon, gua nggak sanggup, kehidupan gua saat udah nggak secerah dulu." Jawab Alana.
Satria tak menjawab dia pergi begitu saja meninggalkan Alana yang pipinya sudah berderai air mata. Alana rasanya tak sanggup untuk hidup lagi, ia yakin tak ada laki-laki yang mau dengannya.
" Gal, aku memang kecewa sama kamu, tapi rasa kecewa ku untuk diri aku sendiri jauh lebih besar." Ucap Alana lirih.
Malam ini Alana ditinggal sendiri, ayah dan bundanya sedang berada dirumah untuk istirahat, itu pun atas permintaan Alana. Karena Alana bosan berada di ruangannya, ia memutuskan untuk pergi ke taman.
Langit malam begitu gelap sepertinya hujan akan turun sebentar lagi. Angin malam yang sangat dingin membuat Alana memeluk tubuhnya sendiri, ia kedinginan.
Alana kaget ketika ada yang memasangkan jaket ke tubuhnya. Ia menoleh ke belakang, seketika Alana kaget.
" Apa kabar ?" Tanya Gala.Alana tak menjawab pertanyaan dari Gala, ketika ia hendak pergi, " Maaf." Permintaan maaf Gala membuat ia mengurungkan niatnya untuk pergi.
Alana berbalik menatap Gala, " Gala, jangan pernah ketemu apalagi ngobrol sama aku, aku nggak mau nyakitin hati tunangan mu." Jawaban Alana terdengar aneh di telinga Gala, tak biasanya Alana menggunakan aku - kamu padanya.
" Maaf Na, gua nggak bermaksud nyakitin lo." Ucap Gala.
" Gua pikir, emang kayaknya kita nggak ditakdirkan untuk bersama." Lanjut Gala." Kamu bener Gal, kita emang nggak ditakdirkan untuk bersama karena aku bukan Alana yang dulu, Alana yang belum hancur." Jawab Alana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Pergi
Roman pour Adolescents"Gua pernah bilang sama lo jangan pernah lo deket apalagi ngobrol sama Gala." Kata Alana marah. " Aku nggak pernah dekat sama Gala dia sendiri yang deketin aku." Sangkal Erica. Dengan amarah yang sudah meledak Alana menjambak surai hitam milik Eric...