Happy reading.
▬▬ι══════════════ι▬▬Satria Pramanda, putra tunggal salah satu keluarga kaya di Jakarta. Dia memiliki seorang istri dan tiga orang putra dari hasil pernikahannya.
Si sulung bernama Dirga Pramanda. Dia berusia 10 tahun. Si tengah, Bima Pramanda berusia sekitar 8 tahun dan Si bungsu, Arjuna Pramanda masih berusia lima tahun. Dia sangat menyanyangi ketiga putranya, terutama Si bungsu.
Hanya saja, akhir- akhir dia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Dia seperti melupakan sesuatu. Namun, dia tidak tahu apa itu. Dia merasakan seolah- olahraga separuh jiwanya tertinggal di suatu tempat.
"Lo melamun lagi? " Pertanyaan seseorang membuyarkan pikiran Satria. Dia sedikit terkejut dengan kehadiran sahabatnya ini. Dia melirik sekilas, lalu menatap kedepan layar laptop.
Ray Kinsey, satu- satunya sahabat satria. Dia selalu berada disampingmu satria. Mereka sudah berteman sejak masa SMA. Pertama kali yang menawarkan pertemanan adalah Ray. Dia mendekati satria karena melihat lelaki itu suka menyendiri. Namun, tidak pernah sekalipun ada yang membully lelaki tersebut.
"Apa yang Lo pikirin? " tanya Ray.
Satria berhenti mengetik. Dia melirik sekilas. Dia mengusap rambutnya kebelakang sambil membuang kasar napasnya.
"Entahlah. Kepala gue pusing memikirkannya. Gue merasa ada yang terlupakan, tapi gue nggak tahu apa itu, " jawabnya gusar.
Ray diam. Sama halnya dengan satria, dia juga ikut berpikir. ' Apa mungkin....?' Ray mencoba mengingat sesuatu. Sayangnya, otaknya mendadak buntu. Dia berdecak kesal karena tidak bisa mengingat dengan jelas.
Tiba-tiba pikiran ray tertuju pada sebuah botol minuman yang selalu dibawa oleh satria. Satria jarang sekali membawa minuman ke tempat kerjanya. Setelah menikah dengan Raisa, Satria tak pernah lupa membawa botol itu.
' Ah, nggak mungkin. Masa iya, dia melakukan itu. Kalau benar, tapi untuk apa? ' tanyanya dalam hati. Dia melirik satria yang sedang serius mengerjakan sesuatu di laptop.
Dering ponsel Ray membuat lelaki berdarah campuran Korea dan Indonesia itu kaget. Satria ikut menoleh sebenrae , lalu kembali fokus ke laptop.
📞Jin calling
Ray mengernyit. Tidak biasanya orang ini meneleponnya. Dia berpikir untuk mengangkatnya, tetapi rasa malas menggoroti akalnya.
"Kenapa tidak diangkat? " tanya Satria tanpa menoleh.
"Malas, " jawabnya singkat.
Lagi-lagi sering ponselnya berbunyi. Sepertinya Si penelepon tidak menyerah. Ray menarik napasnya dan menatap tak berminat pada ponselnya.
"Angkat sajalah. Siapa tahu penting, " ujar Satria.
Ray berdecak. Dia menekan tombol di layar dan menaruh ponsel di telinga.
"Halo, " ucapnya malas.
"Kenapa tidak diangkat? Apa kau sudah bosan hidup? " tanya suara di seberang.
Ray merotasikan matanya. Suara berat yang terdengar sangat dingin itu tidak membuatnya takut sama sekali.
"Ada apa? Kalau tidak penting, kututup, " ucapnya mengancam.