004

2.4K 166 0
                                    

Happy reading.
❀•°•═════ஓ๑♡๑ஓ═════•°•❀


Jackson Kinsey, putra bungsu keluarga Kinsey. Dia lahir di London. Namun, dibesarkan di Jakarta. Dari kecil, dia dititipkan oleh keluarganya pada pamannya yang hidup seorang diri.

Meski berpisah dari keluarga, Jack— sapaan akrabnya— tetap berkomunikasi dengan keluarganya. Terutama sepupunya, Ray Kinsey.

Pagi itu, sebelum berangkat ke sekolah Jack berjalan- jalan sebentar. Dia mengayuh sepedanya sambil bersiul ria. Dia menyapa beberapa orang yang dikenalnya. Tidak sengaja pandangannya terkunci pada sebuah rumah kosong.

Jack berhenti sebentar. Entah mengapa hatinya menyuruh untuk pergi ke sana. Dia menggeleng, lalu mengayuh sepedanya kembali.

"Jack! " Teman- teman sepermainan Jack langsung berkerubung ketika Jack memarkirkan sepeda di belakang sekolah.

"Yuk, main! " ajak salah satu dari mereka.

"Nanti saja. Kita masuk ke kelas dulu, " kata Jack menimpali. Mereka mengangguk dengan terpaksa. Karena Jack adalah ketuanya, mereka tidak dapat membantah. Padahal Jack tidak pernah menganggap dirinya sebagai ketua.

Pulang sekolah, Jack memikirkan rumah kosong itu. Dia akan mampir ke sana setelah makan siang nanti.

"Mau kemana? " Tiba-tiba pamannya sudah berdiri di belakangnya. Jack spontan kaget. Dia cengengesan tidak jelas di hadapan paman Temmy.

"Rumah teman, Uncle, " jawabnya.

"Oh. Hati-hati di jalan, " pesan Paman Temmy. Dia kembali masuk ke dalam. Seketika Jack cengo. Dia mengendikkan bahu tak acuh.

Kemudian anak itu mengayuh sepedanya meninggalkan pekarangan rumah. Tujuannya adalah rumah kosong itu.

Dia menaruh sepedanya di dekat pohon. Dia melangkah dengan hati- hati dengan pandangan was- was. Seketika langkahnya terhenti melihat sesosok makhluk mungil tergeletak tidak berdaya di bangku itu. Dia mendekati anak itu dan mengelus pipi gembul itu. Gerimis ikut menyaksikan pemandangan tersebut.

'Dingin.... ' ucap batinnya. Untung saja dia mengenakan jaket tebal saat mau kesini. Dia lalu mendekap anak itu dengan erat. Sepertinya dia memutuskan untuk membawa anak ini kerumahnya. Dia yakin paman temmy tidak keberatan dengan hal ini.

Dengan gerakan pelan, Jack menggendong anak itu di depan. Dia menyelimuti badan anak itu dengan jaketnya. Jack membawa anak itu pergi dengan sepedanya meninggalkan rumah kosong tersebut. Hujan yang semakin lebat tidak membuatnya berhenti. Dia justru mengayuh sepedanya dengan cepat. Dia tidak ingin anak dalam pelukannya sakit. Pertama kalinya dia peduli pada orang lain. Mungkin dia sendiri tidak menyadarinya.

Setiba di rumah, Jack berteriak memanggil paman temmy. Pria itu tentu saja keluar. Dia khawatir pada keponakannya. Seumur - umur, dia belum mendengar keponakannya berteriak memanggilnya. Nadanya juga terdengar seperti orang panik bercampur khawatir.

"Ada apa, Jack? Kau kenapa? " tanyanya dengan napas terengah- engah. Asal tahu saja, dia baru saja berlari dari lantai 3 sampai ke sini. Saking paniknya, dia sampai lupa kalau rumahnya memiliki lift.

"Uncle, help me! " pinta Jack.

"What?" Dia mengernyitkan dahinya. Sepasang matanya menatap anak yang digendong oleh Jack. Sepertinya Jack sedang kesusahan. Pria itu berkedip sebentar. Dia memandang keponakannya dengan teliti. Setaunya, Jack tidak pernah terlihat seperti ini. Apa anak ini terbentur oleh sesuatu atau mendapat hidayah di jalanan? .

"Uncle! " teriak Jack kesal.

Paman Temmy terkejut. Dia mengerjapkan matanya dengan raut polos yang menyebalkan. Jack berdecak melihatnya. Rasanya dia ingin melempar pria ini ke benua Antartika.

"Lama, " ucapnya ketus. Dia menggendong anak itu dengan sekuat tenaga. Paman Temmy yang baru sadar sesudah Jack masuk ke dalam. Dia buru- buru menyusuli Jack.

"Aduh, lupa lagi. " Dia mengetuk kepalanya. " Hei, sini sebentar! " panggilmya pada salah seorang pelayan. Maklum orang kaya, jadi sah- sah saja dia memiliki beberapa orang pelayan.

"Ada apa, Tuan besar? " tanya pelayan itu dengan senyum ramahnya.

"Tolong letakkan sepeda itu di garasi, ya, " perintahnya.

"Sekarang, Tuan besar? " tanya pelayan itu ragu.

"Nggak, tahun depan! " teriak Temmy kesal. Dia sudah masuk ke dalam lift. Sedangkan pelayan itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Ng, tadi tuan bilang apa, ya? " gumamnya bingung.

Sementara itu, Jack sibuk mengurusi calon adiknya. Temmy mengamati kejadian langka itu dari depan pintu. Dia tidak menyia- nyiakan kesempatan ini dengan merekam semua yang dilakukan oleh Jack. Diam-diam dia tersenyum licik. Jemarinya bergerak lincah mengirim sebuah video berdurasi pendek kepada seseorang. Dia yakin pria tua itu pasti kejang- kejang disana saat melihat kiriman video ini.

"Uncle, " panggil Jack.

"Astaga! "pekik Temmy. Hampir saja dia melempar ponsel mahalnya ini.

Jack menatap temmy heran. Dia cuma memanggilnya pelan, dan kenapa reaksi pamannya berlebihan? Dia memicing dengan tatapan curiga.

" Ada apa, keponakanku tercinta? " tanyanya dengan nada manja membuat Jack ingin muntah.

"Uncle, bisa—".Suaranya berhenti saat mendengar gumaman anak itu. Jack langsung menghampiri anak itu.

"Hei, apa kau baik- baik saja? " tanya Jack cemas. Disatu sisi, dia senang anak yang ditolongnya sudah siuman.

"Ibu..., " sebut anak itu.

"...??? "

Tbc.




Panji || Little BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang