Happy reading.
┈┈┈┈․° ☣ °․┈┈┈┈"Ibu! Ibu dimana? " Anak kecil berusia lima tahun itu beranjak dari kasur untuk mencari ibunya.
Dia menelusuri ruangan dengan dinding yang terbuat dari daun rumbia. Kaki mungilnya melangkah dengan berjinjit pelan. Dia mengintip dari balik dapur yang tertutup oleh kain usang. Terlihat ibunya sedang melamun di depan tungku.
Bibirnya tersenyum. Dia berjalan menghampiri ibunya dan memeluk dari belakang.
"Ibu~, " panggilnya.
Wanita itu tersentak. Dia mendongak dan melihat putranya menatapnya polos.
"Ibu, sedang apa? " tanya anak itu.
"Panji..., Kamu sudah bangun, nak?" Dia mengelus pipi gembil itu. Dia mencoba untuk tersenyum. " Ibu lagi buatkan makanan untukmu, Sayang. "
Anak itu berkedip lucu. " Tapi, kenapa tidak ada apapun di situ, Ibu? " tanyanya bingung. Dia menunjuk tungku yang kosong.
Wanita itu menoleh. Kemudian dia menatap putranya lembut. " Ibu bingung mau masak apa. Panji, mau makan apa? " tanyanya.
Anak itu menaruh telunjuk di dagu. Dia berpikir sebentar. " Hm, apa ya? Panji mau makan apapun yang ibu masak, " jawabnya semangat. Dia tersenyum cerah membuat wanita itu ikut tersenyum. Diam-diam dia merasakan hatinya teriris dan hanya mampu menahan tangisnya. Dia tidak boleh menunjukkan kelemahannya pada sang anak.
' Kamu tega, Mas. Demi ambisimu, kamu meninggalkan kami berdua disini. Dulu, kau berjanji untuk selalu bersamaku dalam suka maupun duka. Namun, itu cuma bualanmu saja. Aku sangat kecewa padamu, Mas. Jika kau tidak peduli padaku, tapi setidaknya kau harus memikirkan anak kita, ' ucap batinnya. Dia mendekap erat tubuh mungil putranya. Dia berjanji akan membahagiakan putranya dan tak akan membiarkan orang itu merebut kebahagiaannya.
Disisi lain, tampak sebuah keluarga sedang berbahagia di ruang keluarga. Mereka adalah salah satu keluarga kaya di kota tersebut. Sepasang suami istri dan tiga orang putra.
"Daddy, lihat ini! " Sibungsu duduk dipangkuan ayahnya. Dia menujukkan sebuah gambar dengan lima orang berbeda usia.
"Ini Daddy, Mommy, Bang Dirga, Bang Bima dan Adek! " serunya riang.
"Pinternya adek abang, " puji Si sulung, Dirga. Dia mengusap kepala adiknya.
Sibungsu bernama Arjuna itu mengelus hidungnya dengan angkuh. " Iya, dong, " jawabnya membuat yang lain terkekeh.
"Mas, kalau ngantuk, tidur saja, " saran wanita berambut sebahu itu pada suaminya. Dia melihat mata suaminya sayu. Mungkin ini karena jarang istirahat. Akhir- akhir ini suaminya kerap bergadang dan baru kali ini dia senggang.
"Hm, " jawab pria itu. Dia melepas kacamatanya dan ditaruh di kotaknya. Dia memindahkan sibungsu di pangkuan putra sulungnya. Dia segera berjalan menuju kamar yang memang letaknya di bawah tangga.
Sebenarnya, pria itu tidak mengantuk. Dia pura- pura tertidur agar menjauh dari mereka. Dia berbaring di tempat tidur dengan pikiran yang menerawang jauh. Entah mengapa, dia seperti melupakan sesuatu. Setiap kali dia berpikir keras untuk mengingatnya, pasti kepalanya terasa pusing.
"Air mata? " Dia menyentuh pipinya yang basah. Dia menangis? Bagaimana mungkin? Dia bertanya-tanya dalam hati. Namun, tidak jua menemukan jawabannya.
"Sebenarnya, apa yang baru saja kulupakan? " gumamnya. Mungkin dia harus bertanya pada orang itu. Dia pasti mengetahui sesuatu. Hm, semoga saja.
Tbc.