Seorang wanita kebingungan di depan rumah kosong. Dia tidak melihat siapapun disana. Dia terus memeriksanya, tetapi tidak menemukan apa- apa.
" Panji, dimana kamu, Nak? "
"Maafkan Ibu, Nak. "
" Ibu menyesal."
Dia mencari keberadaan putranya. Namun, hasilnya nihil. Asih menangis tersedu- sedu di teras rumah itu.
"Panji, kamu dimana? Maafin Ibu, Nak. Maaf, " ucapnya beberapa kali.
Rasanya dia tidak sanggup kehilangan anaknya. Asih tidak menyerah. Dia menghapus air mata dengan kasar. Dia terus mencari sosok panji di sekitar rumah itu, dan berharap anaknya sedang bersembunyi saat ini.
" Panji, Ibu kembali. Ayo, sambut Ibu. Kita akan tinggal bersama lagi. Keluarlah, Nak. Ibu mohon, " pintanya frustasi.
Sementara anak yang dicarinya sedang duduk di pangkuan Jack. Dia menerima makanan yang disuapkan oleh Jack.
" Gimana? Enak? " tanya Jack.
" Iya. Panji suka, " jawab Panji senang.
Jack menghela lega. Tidak sia- sia dirinya belajar memasak dari bibi Meri.
"Jadi, Abang tinggal disini? " tanya Panji setelah meneguk segelas susu yang sudah disediakan oleh Jack.
"Iya. Abang tinggal bersama uncle Temmy, " jelasnya.
"Congkel Temmy? " beo Panji. Dia memang tidak paham dengan bahasa lain.
Jack mencubit pipi itu dengan gemas. " Uncle, baby. Kalau susah mengucapkannya, panggil saja Om Temmy, " ujar Jack.
Panji mengangguk. Mulutnya tak berhenti mengedot. Jack sengaja mengganti gelasnya dengan botol dot.
' Enak, ' batinnya.
"Ehem." Tiba-tiba deheman seseorang menarik atensi mereka. Jack menatap orang itu datar. Sedangkan Panji memandang polos.
"H–Hai, " sapa Temmy kikuk. Dia melirik Panji yang juga menatapnya.
"Ngapain uncle kesini? Menggangu, " ucap Jack ketus.
Temmy melirik Jack sinis. " Terserah Uncle dong, " balasnya sewot. Jack berdecak dan membuang wajahnya. Panji hanya memperhatikan mereka dengan tatapan polos.
' Mereka bertengkar, ya, ' pikirnya dalam hati.
" Halo, Adik manis, " sapa Temmy. Jangan lupa senyum mentari yang membuat para wanita kejang- kejang. Jack menatap pamannya malas.
Panji memandang Temmy bingung. Dia menunjuk dirinya dan bertanya, " Om, bicara sama aku? "
"Pfft.... " Jack menutup mulutnya. Sedangkan Temmy menatap keponakannnya datar.
Temmy menoleh pada Panji. Dia tersenyum lagi. " Iya, Adik manis. Siapa namamu? " tanyanya.
"Panji, " jawab anak itu. Dia kembali mengedot dan mengabaikan Temmy.
" Panji? Cuma itu? " tanya Temmy heran.
"Abang, Panji ngantuk, " rengek Panji pada Jack.
"Eh, ini masih pagi lho. Nanti saja, ya, " bujuk Jack.
Panji menggeleng. Dia menghadap Jack dan memeluk lehernya. " Nggak mau, " jawabnya.
"Kita main saja, yuk! " bujuk Jack sekali lagi.
"Bosen~! " jawab Panji.
Jack mendesah kasar. Dia lantas menggendong panji. " Uncle, Aku pergi dulu, ya, " pamitnya.
" Kemana? " tanya Temmy yang sedari tadi mengamati ke dua anak itu.
" Kerumah Bang Ray, " jawabnya.
" Lho, bukannya dia sudah kembali ke London? " tanya Temmy.
"Batal! " sahut Jack dari jauh.
" Hati-hati, " pesan Temmy dari dalam rumah.
Jack mengayuh sepedanya. Dia menyuruh Panji untuk memeluknya dengan erat. Panji menurut dan melakukan perintah abang barunya ini.
Mereka meninggalkan kediaman Temmy menuju apartemen sepupu Jack. Ditengah perjalan, seperti adeganslow motion, mereka melewati Asih yang kebetulan melintas di arah yang sama. Mungkin insting seorang ibu, Asih langsung menoleh. Dia melihat punggung anak kecil dari jauh yang mengingatkannya pada Sang putra.
' Panji. '
Tbc.