Chapter IX

423 54 5
                                    

Murder

Gerakannya sangat ringan. Seolah memiliki sayap yang tak terlihat, Xiao Hua merasakan kebebasan disertai kegembiraan yang meluap-luap. Melompat dari satu atap bangunan yang satu ke atap yang lain. Siluetnya yang anggun dan ramping, tercetak hitam berlatarkan bulan purnama.

Akhirnya, memeluk udara lembap, Xiao Hua mendaratkan kaki di atas trotoar yang sepi di sebuah jalan. Langit hitam pekat dengan selarik kilau perak. Tak lama kemudian, gerimis turun. 
Beberapa orang yang masih berkeliaran di jalanan bergegas ke sana kemari untuk menghindari hujan miring yang redup.

Keheningan yang kaku jatuh, keheningan dalam pikiran serta kata-kata saat Xiao Hua berdiri di kegelapan. Hanya nyala lemah lampu jalan yang memancar, melemparkan kilaunya ke jalanan basah seolah-olah berada di dalam air.

Seorang pria usia tiga puluhan bernama Huang Yan telah menutup kedai kopinya tepat pukul dua belas malam dan ia baru saja turun dari satu halte. Dia berjalan tergesa-gesa menembus gerimis. Melewati jalan sepi dan minim penerangan tanpa ragu. Menjauh dari pusat jalan raya yang masih dilalui kendaraan, hanya ada suara-suara kecil dan samar di jalur ini yang berasal dari rumah-rumah di sekitarnya. Kemudian pria itu mendengar geraman samar yang tak biasa. Sejenak ia menghentikan langkah, menajamkan pendengaran, tetapi percuma.

Suara itu menghilang dalam aliran lembut angin yang akhirnya ditelan oleh suara-suara acak di sekelilingnya. Dia berjalan lagi melawan angin basah dan berbelok ke kanan, ke jalanan lain yang juga sepi.

Sesuatu berkelebat di atas kepalanya. Seperti kelelawar raksasa. Namun ketika ia mendongak, tak ada apa pun di atasnya.

Napas Huang Yan mulai tersengal, dan naluri waspadanya menajam. Dia tahu bahwa dia diawasi tapi tidak bisa segera menemukan siapa orangnya. Bergerak sedikit lagi, sudut matanya menangkap siluet seorang pemuda bertubuh tinggi, berdiri di salah satu sudut jalan yang akan ia lewati, tidak jauh darinya. Dia mengenakan kemeja putih kusut, celana hitam dan sepatu mengkilap. Jelas bukan penampilan bajingan kecil jalanan. Huang Yan berusaha mengabaikannya namun pemuda itu tiba-tiba terkekeh dan menggeram.

"Darah ... aroma ini, ahh..." Suara parau yang tidak jelas apakah itu suara pria atau wanita berdesah mengusik langkah Huang Yan.

"Siapa kau??" ia mendengus pada pemuda itu, yang masih berdiri kaku di keremangan.

"Hati-hati dengan Rose Queen ... " geraman lagi, penuh ancaman.

Huang Yan mendekatinya, sesaat tidak yakin. Tetapi akhirnya ia mengernyit. Warna mata pemuda itu sangat aneh. Kilau yang biadab, seringai keji menghias wajah sepucat kertas dengan beberapa bercak hitam kemerahan seperti bara api yang berkedip-kedip.

"Enyah kau!" Segera, Huang Yan bergerak mundur dan segera meninggalkan pemuda aneh itu.

Xiao Hua, dalam kendali kuat satu entitas mengerikan, tertawa senang sambil mengamati pria kurang ajar ini lebih lekat. Haruskah dia melakukan sesuatu untuk membangkitkan pengetahuan mereka? Untuk membuat mereka membicarakannya lagi setelah satu abad? Dia tidak bisa menahan tawa. Tapi ia tidak ingin membuang waktu. Rasa hausnya bergelora, dan  akan ada cukup darah serta kepuasan segera. Dia patut mengucapkan terima kasih kepada korbannya yang tercinta.

Secepat sambaran petir, Xiao Hua melompat, menghadang Huang Yan yang malang. Tanpa berkata-kata, menerjang mangsanya, menariknya ke dalam rengkuhan yang dingin.

"Bajingan, tinggalkan aku!" Huang Yan masih sempat mengumpat dan memberontak, mencengkeram dan memukul kedua tangan pucat yang menjangkaunya. Namun itu tidak berlangsung lama. Detik berikutnya adalah gelap.

Mata Xiao Hua terpejam, giginya langsung menembus arteri korban dan lidahnya menjilat darah, menikmati sebuah rasa. Kilatan panas kecil yang membakar dirinya sendiri di dalam hatinya dalam sedetik. Tubuh Huang Yan menggelepar sesaat, kemudian lemas.

𝐌𝐚𝐮𝐫𝐢𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐨𝐧𝐫𝐢𝐬𝐞 (𝐇𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang