Darah ...
Desahan itu terdengar dekat di telinganya seolah-olah seseorang berbisik kepadanya. Hanya ia sendiri di ruangan ini, pikir Xiao Hua. Kesunyian yang mematikan membuatnya takut pada diri sendiri, kala fokusnya terpecah, dan bayangan pembunuhan serta bisikan itu merobek jiwanya.
Mungkin itu hanya angin yang mendesah karena kasihan. Namun apa pun itu, serpihan pengendalian dirinya mendorongnya untuk pergi.
Xiao Hua berguling, menggeliat di lantai, dalam kegelapan menciptakan bayangan hitam yang meringkuk. Ada energi panas menelusuri aliran darahnya, menyambangi kepala, menjelma menjadi bayangan urat nadi seseorang. Darah segar. Astaga, dia merasakan dahaga yang luar biasa. Bahkan seandainya meneguk air seluas lautan pun, dahaga semacam ini tak akan pernah terpuaskan. Erangan mendesis dari bibir kering yang pucat.
Dan kemudian kesengsaraan dalam dirinya menjadi gelap seperti yang sering terjadi pada saat-saat seperti ini. Hanya pada kesempatan ini, energi itu lebih kuat, sangat kuat, dan ada bisikan di kepalanya yang menakutkan.Aku harus pergi, geramnya dalam sepi. Aroma menggoda datang dari arah lain di mana puteri nelayan itu berada.
Xiao Hua yakin jika ia berada di sana lebih lama lagi, ia akan kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Braaakkk!!!
Angin malam menderu ke arahnya saat tangannya bergerak panik mendorong pintu hingga terbuka lebar. Pemandangan bulan purnama yang berlayar di angkasa begitu cemerlang, menyeringai padanya.
Demi jiwa-jiwa tak berdosa yang telah terbunuh, Xiao Hua memejamkan mata. Berjuang mengabaikan cahaya yang menipu pandangan. Energi panas kian bergelora mengiringi gerakan kakinya meninggalkan rumah itu. Dia ingin berlari seperti manusia, nyatanya ia melesat seperti cahaya. Siulan angin mengejar dari arah belakang, dan ranting kering terpental ke samping di jalur gelap yang ia lewati.
Darah, aku ingin darah ...
Dan angin liar menenggelamkan bisikan itu.
Berlari menyusuri jalan yang tidak rata, pergelangan kakinya terkilir sedikit menyakitkan, namun terus berlanjut, matanya menyipit saat dia melihat melampaui temaram sinar bulan yang berkelap-kelip pada keindahan suram dari pantulan keperakn di bawah hitamnya langit malam.
Jantungnya berdetak terlalu cepat. Darah mengalir deras ke wajahnya, dan dia mulai terbatuk. Kehilangan fokus untuk sesaat, kakinya terantuk akar dan bebatuan yang melintang. Tubuhnya pun tersungkur ke depan, mencium tanah berumput yang lembab. Aroma hutan kian tajam, ular merayap di sela batu dan rerumputan, mendekatinya tanpa suara. Bahkan itu tidak membuatnya jijik. Mereka tidak bisa menakuti atau menyakitinya, bahkan ketika mereka merayap di atas tubuhnya. Nyatanya, Xiao Hua tidak dapat membayangkan apa pun dalam kegelapan, bahkan serangga yang merayap di tanah yang biasanya dapat menimbulkan rasa jijik dalam dirinya. Dia membiarkan serangga merangkak di tangan dan wajahnya, tidak masalah sekarang. Dia nyaris putus asa.
Xiao Hua merasakan sudut bibirnya membentuk seringai, menyadari bahwa ia nyaris termasuk golongan gelap yang membuat mahluk lain merasa ngeri.
Perlahan dan tanpa emosi, ia tertawa histeris.Aku hampir mati, aku akan menjelma jadi vampir, batinnya tersiksa.
Dan hal-hal akan mati agar ia dapat hidup. Dia akan meminum darah mereka agar bisa hidup. Dan ia mungkin tidak akan pernah, tidak akan pernah melihat Hei Yanjing lagi, atau Jiasha, atau manusia mana pun yang ia kenal. Dia akan minum darah. Dan akan hidup selamanya. Itulah tepatnya yang akan terjadi. Dan yang akan terjadi hanyalah permulaan. Dia baru lahir! Dan di tengah jiwanya yang tercabik-cabik, ada kegairahan yang belum pernah ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐚𝐮𝐫𝐢𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐌𝐨𝐨𝐧𝐫𝐢𝐬𝐞 (𝐇𝐞𝐢𝐡𝐮𝐚)
Fanfiction[ 🏆𝐑𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐥𝐢𝐬𝐭 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #6 ] [ 🏆𝐅𝐞𝐚𝐭𝐮𝐫𝐞𝐝 𝐒𝐭𝐨𝐫𝐲 𝐖𝐈𝐀 𝐩𝐞𝐫𝐢𝐨𝐝𝐞 #6 ] Gairah dan obsesinya pada artefak kuno telah membawa Xiao Hua ke banyak tempat di berbagai negara, dan Phoenix City merupakan persingga...